Wednesday 30 September 2015

Perjuangan Untung Suropati

Sabtu, 27 Juli 2013

PERJUANGAN UNTUNG SUROPATI

OLEH BELLA JENISKA/SI 3            Untung Suropati semula bernama Untung, menurut ceritanya ia berasal dari Bali yang lahir pada tahun 1660 yang kemudian di beli sebagai budak oleh seorang pedagang Belanda. Karena menjalin hubungan cinta dengan putri tuannya Untung akhirnya masuk penjara. Pada suatu saat ia berhasil dengan teman-temannya mendobrak pintu penjara dan ia memimpin perampasan dan pereampokan terhadap orang-orang Belanda. Upaya VOC untuk menangkap Untung dan teman-temannya gagal. Pada waktu itu, Voc sedang terlibat dalam perang Banten. Dengan siasat liciknya VOC kemudian berhasil menarik kelompok Untung ke pihaknya dan digunakan untuk menangkap Pangeran Purbaya, putra Sultan Agung Tirtayasa yang meloloskan diri. Ketika upaya untuk membawa Pangeran Purbaya ke Batavia hampir berhasil, Untung mendapat penghinaan dan ia memutuskan untuk melanjutkan perlawanan dengan kompeni. Kembali ia melancarkan perang griliya melawan kompeni di wilayah Periangan. Ketika ia melanjutkan perjalanan ke Cirebon, ia terlibat dalam perkelahian dengan seorang Pangeran Cirebon bernama Surapati. Untung diajukan untuk diadili oleh Sultan Cirebon. Namun saat ia ingin di adili, Untung ternyata dapat melepaskan diri dari tuduhan bahwa ia telah ebrani membangkang terhadap kekuasaan Sultan, bahkan Suropati dipersalahkan. Pangeran Suropati dihukum mati dan Untung dianugerahi nama baru dengan nama Untung Suropati. Selanjutnya Untung Suropati melanjutkan perjuangannya diwilayah Mataram.            Pada waktu itu yang menjadi Sunan di Mataram adalah Amangkurat II yang berhati leamh ini kemudian bermaksud merangkul pihak Untung Suropati untuk menentang kompeni. Sifat Sultan yang dahulunya pernah menjerumuskan Trunojoyo muncul kembali, yaitu sifat ragu-ragu. Untung menyadari sifat Sunan yang demikian itu. Setelah ia berhasil membunuh utusan kompeni ke Mataram yang bertugas menangkap Untung yaitu Kapiten Tack dengan anak buahnya, sealnjutnya Untung Surapati menyingkir ke Jawa Timur.            Untung Surapati berhasil membangun pesat perlawanan terhadap VOC di Pasuruan. Dari sini ia membangkitkan semangat anti kompeni yang mendapat simpati dari seluruh rakyat Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Untung Surapati memerintah daerah pusat perjuangan itu dengan nama Wiranegara. Sementara di Mataram timbul konflik antara Pangeran Puger (adik Amangkurat II) dengan Amangkurat III (Sunan Mas). Amangkurat III mempunyai sifat anti Belanda, sedangkan Pangeran Pager memihak Belanda. Dalam menghadapi konflik ini, rupa-rupanya pihak kompeni memilih Pangeran Puger. Karena berani memberikan imbalan yang menguntungkan kompeni. Di Semarang VOC dan Pangeran Puger menandatangani perjanjian yang sangat merugikan pihak Mataram sendiri. Puger menjanjikan bahwa semua daerah sebelah Cilosari samapi Cilacap diserahkan kepada kompeni. Demikian juga dengan Madura timur. Setiap tahun Mataram sanggup membayar 800 koyan beras selama 25 tahun. Selanjutnya ditegaskan bahwa ibukota Kertasura kompeni berhak mendapatkan 200 orang tentaranya dalam benteng kompeni.            Setelah dicapainya kata sepakat di antara keduanya, kompeni dan pasukan Pangeran Puger bergerak ke Kertasura. Pangeran Puger dan VOC berhasil memperoleh kemenangan. Pada tahun 1705 Pangeran Puger dinobatkan sebagai Susuhunan dengan nama Pakubuwono I.            Sunan Mas selanjutnya meninggalkan Kertasura dan bergabung dengan Untung Suropati yang bertahan di Kediri, Bangil, Pasuruan, dan Belambangan. Pada pertempuran besar di Bangil, Untung Surapati gugur pada tahun 1706. Perlawanan dilanjutkan oleh putra-putranya dengan gagah berani disertai dengan semangat pantang menyerah.            Setelah pertahanan Surapati dapat dilemahkan  Sunan Mas menghentikan perlawanan dan datang ke Batavia, meyerahkan diri kepada VOC, beliau di tangkap dan di asingkan ke Sailan (1807).            Sementara itu perlawanan keturunan Untung Surapati terus berkobar. Panglima kompeni yang bernama Herman de Wilde berhasil menduduki Pasuruan, ia berhasil menemukan makam Untung Suropati, di bongkarnya makam tersebut dan dibakarnya sisa-sisa jenazah pahlawan perkasa itu dan abunya dibuang kelaut.            Dalam sejarah nasional kita, nama Untung Suropati sungguh menepati kedudukan yang khusus. Ia pejuang yang berasal dari kalangan rakyat biasa, berjuang melawan Belanda tanpa mengeanl menyerah. Semangat juangnya dilanjutkan oleh putra-putranya serta keturunannya. Keturunan Untung Suropati ini gugur satu persatu dalam pertempuran melawan penjajahan Barat di Pulau Jawa atau ditangkap dan diasingkan ke Sailan.            Perlawanan melawan Belanda tidak sampai disitu. Diberbagai tempat telah terjadi pula perlawanan terhadap VOC yang senantiasa berusaha meluaskan daerah jajahannya dan pengaruhnya dengan turut ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan. VOC berusaha mendudukan kepercayaannya atau orang yang dianggap sanggup memberikan imbalan yang menguntungkan VOC atau orang yang bersedia mengakui pertuanan VOC diantaranya :            Di Jawa VOC selalu ikut campur tangan dalam perselisihan mengenai pergantian raja. Dalam sengketa yang terjadi pada tahun 1719-1723 kompeni mendudukan Mangkunegara diatas tahta dengan nama Amangkurat IV. VOC berhasil memadamkan perlawanan terhadap Sunan yang baru diangkat. Dalam peristiwa ini sangat menonjol peranan Pangeran Dipenegoro, Purbaya dan putra-putra Untung Surapati. Perlawanan dapat ditundukkan, mereka diasingkan ke Tanjung Harapan dan Sailan.            Pada pertengahan abad ke 18 kekuasaan VOC diatas Mataram semakin besar. Ketika Sunan Pakubuwono II sakit keras, VOC memaksa pengakuan Sunan menyerahkan Mataram kepada VOC (11 Desember 1749). Kejadian ini membakar perlawanan yang berkobar diseluruh daerah kekuasaan Mataram. Walaupun VOC segera mengangkat putra mahkota Sunan Pakubuwono III, perlawanan tidak dapat dihindarkan (1749-1757). Pihak yang anti kompeni dipimpin oleh Mangkubumi dan Mas Said berhasil memperoleh kemenangan-kemenangan dalam peperangan. Namun, ketika timbul permusuhan antara Pangeran Mangkubumi dengan Mas Said, kompeni berhasil menjalankan taktik memecah belah. Demikianlah Pangeran Mangkubumi bersedia berunding dengan VOC. Ditandatanganinyalah perjanjian Gianti (1755). Hasilnya Pengeran Mangkubumi menjadi Sultan di Yogyakarta, dengan nama Hamengkubuwono I berkedudukan di Yogyakarta dengan nama Adiningrat. Selanjutnya Mas Said, VOC berhasil memaksakan perjanjian di Salatiga (1757). Mas Said mendapat gelar Mangkunegara dengan nama Pangeran Adipati Mangkunegara.            Akibat dari kerusuhan memperebutkan tahta ini, VOC mendapatkan daerah jajahan langsung yaitu Jawa Barat, seluruh utara Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Madura. Kebesaran Mataram lenyap, daerahnya hanya meliputi Yogyakarta (di bawah Hamengkubuwono I), daerah Surakarta (di bawah Pakubuwono III), dan daerah Mangkunegara dalam lingkungan Surakarta dibawah pimpinan Pangeran Adipati Mangkunegara.            Perlawanan terhadap kompeni juga terjadi di Banten. Pada masa Ratu Fatimah, pecah pemberontakan yang dipimpin oleh Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang (1750). Perlawanan Kyai Tapa ini meluas dari Batavia sampai ke Jawa Barat. Pemberontakan Kyai Tapa berhasil membinasakan daerah kolonialisasi Belanda di daerah Cipanan, Cianjur, sehingga sejak itu orang-orang menetap didaerah tersebut.

Pangeran Trunojoyo

Berbicara tentang perjuangan Pangeran Trunojoyo atau Raden Nila Prawata, pahlawan dari Madura ini tidaklah lengkap kiranya kalau kita tidak melihat upaya-upaya Sultan Agung dari Kerajaan Mataram dalam memperluas pengaruhnya dan mempersatukan kerajaan-kerajaan di Jawa dan Madura untuk bersatu-padu melawan penjajahan kompeni Belanda pada saat itu.Tahun 1624, Panembahan Kyai Djuru Kiting selaku panglima pasukan Mataram, dengan kekuatan pasukan berjumlah 50.000 orang, telah berhasil mematahkan pasukan Kraton Arosbaya – Madura yang berkekuatan hanya 2.000 orang.Dengan bijaksana, Sultan Agung memerintahkan panglimanya Kyai Djuru Kiting, memboyong Raden Praseno, putra Pangeran Tengah (Arosbaya) yang pada waktu itu masih dibawah umur ke Kraton Mataram.Setelah dewasa Raden Praseno dinikahkan dengan adik dari Sultan Agung sebagai Permaisuri I dan diijinkan kembali ke Madura untuk memimpin Madura dengan gelar: “Pangeran Cakraningrat I” (1624 – 1648) dimana seluruh Madura berada dibawah pimpinannya dengan tetap tunduk dan patuh kepada kekuasaan kerajaan Mataram Sultan Agung di Jawa.Dari beberapa istri yang lain, Pangeran Cakraningrat I mempunyai 11 (sebelas) orang putra dan putri, dimana putra ke-3 bernama R. Demang Mloyo Kusumo (ibunya Putri Sumenep).[Buku “Sejarah Caranya Pemerintahan Daerah-daerah Kepulauan Madura dengan hubungannya” oleh Zainal Fattah, Bupati Pamekasan – hal: 201].R. Demang Mloyo Kusumo atau Raden Maluyo (dalam buku “Raden Trunojoyo, Panembaham Maduratna, Pahlawan Indonesia” oleh Raden Soenarto Hadiwijoyo) adalah ayah dari Raden Trunojoyo.Masa kecil Pangeran Trunojoyo dididik dan dibesarkan di lingkungan Kraton Mataram yang pada waktu itu pimpinan kerajaan sudah beralih kepada putra Sultan Agung, yaitu: Susuhunan Amangkurat I.Tahun 1648, terjadi peristiwa menyedihkan di Kraton Mataram (masa pemerintahan Susuhunan Amangkurat I) perselisihan keluarga yang menyebabkan jatuh korban anggota keluarga kerajaan Mataram, yaitu:Pangeran Cakraningrat I (Raden Praseno) sehingga disebut Pangeran Siding Magiri (Sidho Hing Magiri).Raden Ario Atmojonegoro putra pertama Pangeran Cakraningrat I.Pangeran Ario atau Pangeran Alit, adik Susuhunan Amangkurat I danRaden Demang Mloyo Kusumo, ayah Pangeran Trunojoyo.Terjadi perubahan kekuasan di Madura Raden Undakan putra ke-2 Pangeran Cakraningrat I dinaikkan tahta kerajaan dengan gelar: “Pangeran Cakraningrat II” (1648 – 1707).Pangeran Cakraningrat II dalam melaksanakan pemerintah kerajaannya ternyata tidak sebijaksana ayahandanya, Pangeran Cakraningrat I. Kekuasaan pemerintahan Madura pada waktu itu hanya diserahkan kepada bawahan-bawahannya yang ternyata hanya melakukan penekanan-penekanan kepada rakyat yang dipimpinnya, sementara Raja Cakraningrat II, terlalu sering berada di Kraton Mataram.Pangeran Trunojoyo tumbuh sebagai seorang pemuda yang taat kepada agamanya (Islam) dan tidak suka melihat ketidak-adilan yang terjadi baik di Madura ataupun di Jawa.Beliau segera kembali ke Madura dimana pengaruh kekuasaan Pangeran Cakraningrat II (pamannya) semakin tidak mendapat simpati dari rakyat seluruh Madura. Mengakui kepemimpinan Pangeran Trunojoyo dari Bangkalan sampai dengan Sumenep dan bergelar: “Panembahan Madura”.Dengan diidampingi Macan Wulung menantu dari Panembahan Sumenep, Pangeran Trunojoyo mulai menyusun perlawanan melawan kompeni Belanda yang dinamakan “Perang Trunojoyo” berlangsung dari tahun 1677 – 1680.[Buku “Perlawanan Penguasa Madura atas Hegemoni Jawa” oleh: Prof. Drs. H. Aminuddin Kasdi – hal: 146].Pasukan Pangeran Trunojoyo bergabung dengan pelaut-pelaut Makassar dibawah pimpinan Karaèng Galesung (yang pada akhirnya menjadi menantu Pangeran Trunojoyo). Bantuan dari Panembahan Giri merupakan satu kekuatan yang sangat ditakuti oleh kompeni Belanda.Tanggal 13 Oktober 1676, terjadi pertempuran sengit di Gegodok antara pasukan Pangeran Trunojoyo dan pasukan Mataram yang dipimpin oleh Adipati Anom. Dalam perang dahsyat ini telah gugur pimpinan pasukan Mataram, yaitu: Pangeran Purboyo.Satu demi satu daerah kekuasaan kerajaan Mataram berhasil ditaklukkan pasukan Pangeran Trunojoyo.Sementara itu Susuhunan Amangkurat I sangat bersedih atas kekalahan itu, pasukan Mataram yang dipimpin calon Putra Mahkota Kerajaan Mataram tak berdaya menghadapi pasukan Pangeran Trunojoyo.Kompeni Belanda mulai turun tangan mencampuri urusan karena kalau kerajaan Mataram ditaklukkan Pangeran Trunojoyo berarti kompeni Belanda tidak akan punya pengaruh lagi di tanah Jawa.Cornelis Speelman, pada tanggal 29 Desember 1676 berangkat dari Betawi dengan 5 kapal perang dan 1.900 orang pasukan gabungan dari Jepara menyerbu Surabaya. Perang terjadi antara pasukan Pangeran Trunojoyo dan pasukan kompeni Belanda, walaupun akhirnya Pangeran Trunojoyo harus mundur ke Kediri. Sementara pasukan kompeni Belanda terus mendesak ke Madura ke pusat cadangan pasukan Pangeran Trunojoyo, kompeni Belanda berhasil menaklukkan pasukan cadangan Pangeran Trunojoyo di Madura, tapi pada lain pihak pasukan Pangeran Trunojoyo berhasil menduduki Kraton Kartasura.Jatuhnya ibu kota Mataram, karena tidak ada dukungan sama sekali kepada Susuhunan Amangkurat I, bahkan dari para Pangeran dan Bangsawan Kraton Kartasura.Dalam keadaan sakit, Susuhunan Amangkurat I terpaksa harus mengungsi dari Istana didampingi putranya Adipati Anom.Di desa Tegal Wangi, akhirnya Susuhunan Amangkurat I mangkat, jenasahnya dikebumikan di desa itu, sehingga disebut “Susuhunan Tegal Wangi” tapi sebelum mangkat, beliau masih berkesempatan menobatkan putranya menjadi penggantinya dengan gelar: “Susuhunan Amangkurat II”.Secara singkat dipaparkan bahwa Kraton Mataram sepeninggal Sultan Agung, pengganti beliau baik itu Susuhunan Amangkurat I ataupun Susuhunan Amangkurat II tidak dapat menunjukkan wibawa Kraton Mataram sebagai kerajaan besar di Jawa.Sedikit demi sedikit, kompeni Belanda mulai bertipu-muslihat untuk memperkecil pengaruh kekuasaan Mataram, sementara Pemimpin Kraton (Susuhunan Amangkurat II) tidak peduli akan keadaan kerajaan Mataram dan rakyatnya. Wibawa kerajaan Mataram dari hari ke hari mulai suram, akibat ulah Rajanya yang menjalin hubungan dengan kompeni Belanda.Setiap perjanjian-perjanjian kontrak yang dilakukan Kerajaan Mataram dengan kompeni Belanda, selalu pihak Kerajaan Mataram yang dirugikan.Cornelis Speelman, dari pihak kompeni Belanda menawarkan diri untuk ikut memadamkan perlawanan Pangeran Trunojoyo yang sudah tentu nantinya meminta imbalan jasa kepada Kerajaan Mataram.2 (dua) macam perjanjian berupa kontrak tanggal 19 dan 20 Oktober 1677 digadaikannya pelabuhan-pelabuhan Kerajaan Mataram senilai 310.000 uang Spanyol dan biaya-biaya perang harus dibayar lunas yang didapat dari pelabuhan-pelabuhan itu. Yang kedua, daerah-daerah bawahan Kerajaan Mataram seperti Karawang dan Pamanukan dialihkan penguasaannya kepada kompeni Belanda.Di seluruh wilayah kerajaan Mataram, perdagangan candu dan bahan pakaian menjadi hak monopoli kompeni Belanda.Pertempuran tetap berlangsung dengan kemenangan-kemenangan yang selalu ada pada pihak Pangeran Trunojoyo.Tanggal 04 Januari 1678, Cornelis Speelman mencaplok Semarang, Kaligawe dan sekitarnya dengan ijin dari Susuhunan Amangkurat II.Bulan Agustus 1678, dibentuk pasukan gabungan, tentara Belanda, pasukan Jakarta, Bugis dan Ambon ditambah pasukan Mataram dengan jumlah besar dipimpin oleh Anthonie Hurdt, anggota Raad van Indie menyerbu Kediri, pusat pertahanan Pangeran Trunojoyo.Pertempuran berkobar dengan dahsyatnya, setiap jengkal tanah Kediri, dipertahankan mati-matian oleh pasukan Pangeran Trunojoyo, akhirnya 25 Nopember 1678 Kediri jatuh ketangan kompeni Belanda.Kompeni Belanda berhasil mengambil kembali Mahkota Majapahit dan harta-harta yang lain dari Pangeran Trunojoyo ketika menaklukkan Kartasura.Sangat disayangkan bahwa dalam perjalanan perjuangan Pangeran Trunojoyo, ternyata terjadi konflik intern dalam pasukan Pangeran Trunojoyo, Angkatan Laut Makassar memisahkan diri dari pasukan Pangeran Trunojoyo.Dari peristiwa jatuhnya Kediri, Pangeran Trunojoyo ke Blitar dan akhirnya menuju Malang dalam kesulitan mencari tempat pertahanan baru. Pasukan Pangeran Trunojoyo mengalami kerugian tewasnya 400 orang prajurit akibat penyakit dan kekurangan bahan makanan.Lebih-lebih lagi, pengiriman bahan bantuan makanan berupa 8 perahu bahan makanan dari Madura untuk pasukan Pangeran Trunojoyo jatuh ketangan musuh.Tekanan dan kepungan kompeni Belanda kepada pasukan Pangeran Trunojoyo yang sudah makin melemah karena kekurangan bahan pangan dan serangan penyakit semakin berat. Beliau terpaksa membawa memutar pasukannya berpindah ke Batu. Dalam keadaan prihatin, Pangeran Trunojoyo tetap berhati teguh melanjutkan perjuangan beliau dan dukungan dari daerah-daerah seperti Kediri, Ponorogo dan Kertosono tetap berpihak kepada Pangeran Trunojoyo dan pasukannya 500 orang prajurit Madura dikirim melalui Wirosobo ke Malang untuk memperkuat barisan Pangeran Trunojoyo.Suatu goncangan bathin kembali menguji sang Pangeran ketika di Batu istri beliau meninggal dunia karena terserang penyakit menyusul kemudian satu-satunya putra lelakinya juga berpulang ke Rahmatullah.Dari Batu beliau beliau beserta pasukan bergeser mengatur strategi pertahanan ke Ngantang, sementara semakin lama jumlah kekuatan pasukan semakin berkurang, kekurangan bahan pangan dan serangan penyakit.Masih beruntung alam dan medan pegunungan serta rimba di Ngantang menghambat laju tekanan pasukan kompeni Belanda.Kompeni Belanda melakukan sistem pengepungan pagar betis daerah pertahanan pasukan Pangeran Trunojoyo dikepung dan diisolir sehingga pada tanggal 15 Desember 1679 sejumlah besar para pelaut Makassar yang bergabung ke pasukan Pangeran Trunojoyo menyerahkan diri kepada kompeni Belanda.Berbagai keadaan yang berat, tidak membuat Pangeran Trunojoyo dan pasukannya menyerah. Pahlawan tangguh dan pilih tanding ini melakukan perang gerilya, bergerak pindah ketempat yang lebih sulit dicapai oleh tentara kompeni Belanda dibawah pimpinan Couper.Untuk penyegaran, kompeni Belanda mengganti pimpinan pasukannya, yaitu: Kapten Jonker. 5 hari setelah sebagian besar pelaut-pelaut Makassar menyerah maka pada tanggal 20 Desember 1679 beberapa ratus orang Madura dan Makassar diantaranya para wanita dan beberapa ekor kuda turun dari lereng gunung dan segera ditangkap pasukan kompeni Belanda pimpinan Kapten Jonker.Dengan mengorek keterangan dari para tawanan ini, Kapten Jonker berhasil mengepung pertahanan terakhir Pangeran Trunojoyo dan sisa pasukannya di gunung Limbangan itu terjadi pada tanggal 26 Desember 1679.Pahlawan Besar Pangeran Trunojoyo dengan terpaksa harus menyerah dan kedua tangan beliau diikat dengan Cinde Sutera dan pada hari Selasa Kliwon, tanggal 2 Januari 1680 disekitar tapal batas Kediri beliau gugur sebagai kusuma bangsa ditangan iparnya sendiri (Susuhunan Amangkurat II) dengan sebilah keris yang ditusukkan tanpa perlawanan.Perang Trunojoyo, melawan kompeni Belanda boleh berakhir 327 tahun yang lalu tapi semangat juang yang tinggi dan cita-cita tak berkompromi dengan penjajah (bahkan orang-orang asing) yang merugikan bangsa Indonesia tak seharusnya pudar.Ada beberapa hal penting yang harus diketahui :Pangeran Trunojoyo mengakhiri perlawanan kepada kompeni Belanda karena pertimbangan-pertimbangan yang dijanjikan oleh Pangeran Cakraningrat II (pamannya).Pangeran Trunojoyo menyerahkan diri kepada Susuhunan Amangkurat II bukan kepada kompeni Belanda.Naskah sejarah ini, diambil dan disusun dari :Buku Gedenk Boek atau Buku Kenangan dalam memperingati 30 tahun R.A.A. Cakraningrat menjabat sebagai Bupati Bangkalan tertanggal Pebruari 1936.Terjemahan bebas: R.H. Kamaroeddin, mantan Sekwilda Bangkalan periode 1958 – 1980.Buku “Sejarah Caranya Pemerintahan Daerah-Daerah di Kepulauan Madura dengan Hubungannya” oleh Zainal Fattah, Bupati Pamekasan tanggal 4 Maret 1951.Buku “Raden Trunojoyo, Panembahan Maduratna, Pahlawan Indonesia” oleh Raden Soenarto Hadiwijoyo tanggal 8 Desember 1956.Buku “Perlawanan Penguasa Madura atas Hegemoni Jawa” oleh: Prof. Drs. H. Aminuddin Kasdi. ]sumber: http://www.tretans.com/2012/10/sejarah-perjuangan-pangeran-trunojoyo.html

Sultan Agung Harnykrakusuma

Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593 - 1645) adalah raja Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645.Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu. Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia.Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati.Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang. Pada awal pemerintahannya, Mas Rangsang bergelar Panembahan Agung. Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, dia mengganti gelarnya menjadi Susuhunan Agung atau disingkat Sunan Agung.Pada 1641 Sunan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut adalah Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram, yang diperolehnya dari pemimpin Ka'bah di Makkah. Sultan Agung naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun. Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama namun ditolak mentah-mentah.Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC.Menyadari kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten. Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC.Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Sultan Agung pantang menyerah menghadapi penjajah yang sangat kuat. Dia mencoba menjalin hubungan dengan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC-Belanda. Namun hubungan kemudian diputus tahun 1635 karena menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.Seluruh Pulau Jawa akhirnya berada dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali Batavia yang masih diduduki militer VOC-Belanda. Sedangkan desa Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan.Wilayah luar Jawa yang berhasil ditundukkan adalah Palembang di Sumatra tahun 1636 dan Sukadana di Kalimantan tahun 1622. Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi saat itu. Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar tidak hanya dibangun di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian.Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian. Sultan Agung juga menaruh perhatian pada kebudayaan.Dia memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistis, berjudul Sastra Gending. Di lingkungan keraton Mataram, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa Bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain.Dengan demikian diharapkan dapat terciptanya rasa persatuan di antara penghuni istana. Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat.Dia membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Sultan juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram.Riset dan analisis oleh Vizcardine Audinovic

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...