Pulihkan Kau Dengan Taubat
Memancar cahaya
Sejuta gambar tak bisa terihat banyak
Runtuhan gambar lama bekas perang
Menuntut cahaya surga sepertimu
Tiada pilihan lain selain allah
Lumpuhkan ghibahmu
Jauhin dosamu
23.2.2017
Blog ini mengambarkan isi suasana dunia semakin senang dan kadang sedih. Sejujurnya puisi dan prosa mengoptimalkan gambar fisik maupun alam sekitar. Langit dan Bumi menciptakan kepada tuhan yang maha pencipta. Penulis di tengah disabilitas membuat lingkaran terhadap dunia serasa terisi dan akherat akan mengingat cerita selama hidup. Akhirnya karya akan ku sampaikan untuk selamanya
Pulihkan Kau Dengan Taubat
Memancar cahaya
Sejuta gambar tak bisa terihat banyak
Runtuhan gambar lama bekas perang
Menuntut cahaya surga sepertimu
Tiada pilihan lain selain allah
Lumpuhkan ghibahmu
Jauhin dosamu
23.2.2017
Lima Kata
Bentak-bentak pembahasan isu
Betapa mengolok sang rasul
Lirik nyanyi untuk membakar quran
Injil mengembala panjat serdadu darah
Gemercik menit pecah di lempar batu
Api menghangus jerit
Bersiap-siap untuk mati
Teriak meluluh setan
Hanya tawa di tahan pada nerakamu
23.2.2017
Empat Kata
Gosok amplas
Melempar penghapus
Di sampirin kepada musuh
Saling berkepung penjajah
Saduh nggak punya hati peduli
Bumi ini tak adil
Manusia tak sempurna
Iblis disimpan dendam
Tak tahu melecut cambuk
Tawa menusuk tubuh
Perempuan melunguh perut bekas luka api
23.2.2017
Cintai Apa Adanya
Menit berputar
Betapa berlari di tepi jalan
Tiada kendaraan maka berlangkah jauh di sana
Serupa keriput badan datangi air keringat
Kau sempurna bila ku jenuh
Betapa sakit mengulus air mata
Hingga memancing petir
Bukan cinta menyentuh tangan
Ku teduh paling terkenang di masa baikmu
Cintai apa adanya
Jangan sembarangan menuduh
Sebelum mati tanpa urusan
23.2.2017
Akhirnya Kau Sadar
Ku sadari akhirnya
Kau tiada kebenaranmu
Ingat lirik betapa sadar mendengkur bisu
Mengelupas kulit awan terbawa oleh cinta
Tak mungkin tinta mengoles banyak air
Sejatinya ku lumpuh dari jauh
Tiada sempat kau berubah
percaya benar kau cinta
Engkau betapa sakitnya
Bukan lirik 'sakitnya itu disini'
Melainkan bait-bait begitu luluh lantang
Meski ku pikir
Sadar akan bangun jika maksiat telah hilang
Malas bertindas lembing
23.2.2017
Hadiah
: Ayu Wahyuniar
Mengenggam kado
Terlirik mata bukan menyanyikan sebuah lagu
Ku rupa menghempas denyut-denyut mimpi
Mata begitu menutupi
Boneka beruang begitu memeluk
Bagaikan mawar wangi aromanya
Tertidur mimpi bersama bidadari-bidadari bersayap terbang
Cintai bukan peluk pipi
Bersemayam di deru langit berbaur angin
Janji melintang dalam sebuah silir
Tenggang rasa dihangus dalam imanmu
Dia rungguh tunas akar pohon
Mengembun semenjak siam
Terbendung diam di waduk
Ada bayangan putih meranah
Hingga waktu hening dan tepi
23.2.2017
Puisi Qur'an
Buka kitab suci
Terdapat huruf arab
Berisi kumpulan rasulullah
Berhijrah ke Madinah
Untuk memusnahkan ababil
Balutan tisu darah bekas bunuh
Tak henti sambil berdaya diri
Bait-bait ayat suci
Tak pisah berkata-kata
Menyanyikan sebuah kata
Berfikir tenun ditambah senandung arab
Mengulas dalam sejuta kata
Ayat-ayat dibedah
Dalam rangkaian tafsir
Berimbang tanpa henti
Itulah keajaiban cahaya surga
Di dekapan Al-Qur'an
Surabaya, 23.2.2017
Hitung Dosamu?
Berapa lama engkau bermaksiat?
Tiada berbulan-bulan manusia bermaksiat di tengah tepi api menyambar
Kapankah engkau bertaubat?
belum pasti bersujud syukur
Ini tak perlu menyuruh
Cukup menggosok amal
Ia tak tahu arti ini
Mengukuh padi luyuh di karpet bening
Tumor mengayuh kepala
Sombong terbesar
Bagaikan waktu yang panjang
Pandai menggembala patung
Sanduran memikat alam iblis
Api menjular di keping tongkat lancip
Tertusuk kulit hingga darah mengilir
Tiada ampun maka tiada kesempatan kedua
Inilah janji tak pasti melungkit salju
22.2.2017
Tiada Harga Mati
Hidup bukan malas
Menit yang tak tentu
Sarapan pagi dengan baca buku
Bukan makan biasa
Mengeluh sakit dilarikan
Pusing tanpa berkarya
Merangga lembaran
Pasti ku sandar
Mata telajang bersaksi
Jatuh di Jurang penuh seram
Sambil merekam kabar
Bungkus lembar tak peduli tulisan
Rintai celup pipi
Ini tak bisa menggusam
Demikian kau tersembunyi
Sastra murni ia tampak
Bersapa dengan kubur
Sebelum menjulang selama jalan
Jalan di dalam
Di sana selamanya
22.2.2017
Badai Pasti Berlalu
Tersimpuh api berkobar gelombang awan
Melentik jari di geplak hujan
Paling meringgih di senyap padi
Rintik-rintik air jatuh
Berlari di tengah kain basah
Sakit telah datang
Lama-lama di sini
Pangku bantal mendekati bulu
Mengintip jendela luar
Halaman rumah hujan deras menghampirimu
Demikian rupa diketuk dosa
Siksa menyanggamu
Meski henti sinar dirungguh akar
Surabaya, 21 Februari 2017
Surat dari Aida (5)
Sebuah perjalanan yang panjang
Mengulir langit digeser awan
Benahan jiwa tersembunyi di kelam tinta
Retakan dinding disentuh jari
Mengikis darah berderu seni
Aurora tak menentu pada kalbu
Membuka senyum
Bagai matahari cemerlang dari dening-dening awan
Tidak ku menyangka
Meringkas waktu begitu jalani
Tubuh kusang penuh beredup siang
Diam-diam terputik melati
Daripada sisa daun yang berceceran
Surat tak henti membaca
Itulah takdir yang tak pernah ada
22.2.2017
Siang Silam
Menjelang matahari siang
Berkat tekad dan akalmu
Mungkin tentu menerima cobaan
Mungkin nama sumbu hati
Seperti suara merdu kicauan burung
19.2.2017
Lupa Buka Layar
Malam puisi
Bertemu dengan lembaran buku
Geser halaman lalu mencariku
Sampai ketemu isi lembaran adalah kumpulan puisi
Hanya kau terindah untukmu
18.2.2017
Siang Pingsan Pada Gadis
: Dhea Lingkar
Datangi Masjid dalam pagi
Simak materi hingga tangkap hikmah
Seperti kupu-kupu melayang sepanjang malam
Menyerap otak dan hati
Tak kala itu
Lihatlah waktu penuh berkorban
Selepas acara ini
Tiba-tiba gadis hendak pingsan
Membawa ke Rumah
Aku ingat kemarin hendak pingsan
Karena kanker menyandang gadis
Ku penak senja tertidur lelap
Tiada hendak keluar sebelum bertindak
20.2.2017
Kanker Menyandang Si Gadis
: Dhea Lingkar
Semenjak malam kemarin
Ku lihat gadis sedang berdiri
Berhijab abu-abu serta baju abu-abu
Mengiringi lagu dalam sebuah puisi
Tak tahan melirik cahaya
Berbaring pingsan
Entah mewarnai isak histeri
Kanker telah menyerang gadis
Tak sempat melihat
Namun tidak terduga
Betapa gadis terbayang jalan
Jelajah dakwah rasul
Wafat saat perang kabah
Hidup tak bisa halangi
Penuh berjuang di tengah menit berlalu
20.2.2017
Tinggalkan Kau Teman
Serasanya ingin di peluk
Ku ingin kau ada di hadapanku
Semua akan pasti cepat
Dunia belum selesai hidupnya
Hanya waktu terseluk jarum jam
Genggaman tangan akan lepas selamanya
Surabaya, 16.2.2017
Gadis Sastra
: Dhea Lingkar
Gadis datang dari Madiun
Ku selimuti bintang jatuh
Aurora merubah manusia
Berdenyut butiran intan
Melihat puisi begitu pekat
Kini ku tiup suaramu
Sentuhan kain kerudung
Ku berjalan di sudut kota
Datangi sebuah alam
Berfikir jernih sangat segar
Fajar melayang-layang mentari
20.2.2017
Darmo
Jalan penuh padat
Dirangkai api menyembara
Bertumpuk dengan kendaraan
Terdapat sungai kali luas
Kau membening jiwaku
Meraup wajah ditatap oleh gapai seri tanpa berlalu
Surabaya, 16.2.2017
Surat Untuk Aida (3)
: Nur Aida Harahap
Tersimpang di Inggris
Ku lupakan mimpi
Mengenang bantal
Empuk dalam tidurku
Si Aida melangkahkan kaki
Menepi di Udara
Kemudian mengiringi titik debu
Ia segala tepi lautan
Masihkan dalam nada
Dingin menghangatkan kamu
Dia ingin bersujud
Hempaslah nafas hilangkan rasa sedihmu
20.2.2017
Gadis Patah Hati
Telinga membisu
Dibesung gangguan jiwa
Di tampar wajah tanpa alasan
Mengetok botok di meja
Rembuk coretan dinding
Apa yang rentang oleh gemercik api
Sudahlah
Rasa dosa melekat di hati
Ini melumpuhkan jantung
Bukan sekedar permainan
Teriak bunyi menderap sangka
Tidak pantas percaya
20.2.2017
Lingkar Hitam
Tersiung mati
Datang terlambat sebelum bunuh diri
Terbiang oleh segala bayangan
Jatuh lalu teriak suara misteri
Aneh membelukar kening
Ingin terpentang diri
Lingkar dibentuk
Lalu meragukan dengan tatapan malu
Tak bisa apa-apa
Tanpa tersilir hampa
Surabaya, 20.2.2017
Bekas Benjolan
Babak Belur dihadang massa
Pers tak lagi berpendapat
Abaikan lembaran yang dibaca
Tiada dua dekapan saling percaya
Memendam asmara tanpa perlintasan rindu dan lintang
Cubit nyawa tanpa henti
Pulang dari sini akan meremuk dendam
Tiada salahnya detik ku iringi
Tanpa sedih ku peluk senja
20.2.2017
Modus
Penipuan
Penuh bohong belaka
Lisan terbalik
Membendungi api bisu
Suara mengunci
Ruangan tak tentu arahnya
Tendang kaki tembok
Retak lari tiada hubungan
Pasangan tanpa jenuh
Malu dihadapan detik berputar
Menit mematung sendiri
Daripada dia di belakang sisi
Ingin bunuh diri
Mengurungi wajah tanpa lihat dunia
20.2.2017
Meredup Tisu
Ia meredu di depan langit sore
Membelakangi senyap di balik serdadu hijau
Pasti ada walau disangga angin
Kotak bulat membeling sajadah
Keliling jalan tanpa menatap balik
Api habis di lalap sungai
Mungkin bukan isu belaka
Hanya mengendapkan rindu di matamu
Peluk sebelah tangan
Surabaya, 20 Februari 2017
Ada Apa Dengan Aida?
: Nur Aida Harahap
Perempuan berbalur kain
Bunga mawar terbang di sudut angkasa
Sekejap mata angin mengiringmu
Membiang dening di gapaian sunyi
Hanya mengintip hitam ruang
Gadis tak lagi menemuimu
Ini sekedar canda tawa belaka
Pindah di keping logam
Mengarungi langit bersama cinta
Samudra berkah tanpa sudut nada
20.2.2017
Menatap Dina
: Dina Kusuma
Tumbuh merimpang
Serupa senyuman tipis
Seakan-akan malaikat datang menjemputmu
Lalu ku siam rembuk awan
Merendam hati yang lembut
Kau betapa beban sekuras tulang
Andaikan kunang-kunang
Kursi sakit berdiam diri
Kemudian tersenyam air
Tak kenang jumpa
Meski biasa
Walau daun berkelana di angin terpang
Umpan tak lagi berpisah
Simpang jalan menuju pulang
Rindu merekah air matamu
Surabaya, 20.2.2017
Surat Untuk Aida (2)
: Nur Aida Harahap
Gemuruh dingin di Kota
Kabut dingin bersiap jalani harimu
Rentang akar jalan sangat padat
Berdebur di kelaian mimpi
Kening mengelus lembaran pitih
Terbentang suatu awan
Bukan emosi di balik canda tawa
Berduduk sebrang di sana
Berlahan-lahan nafas
19.2.2017
Perjalanan Panjang
Pagi berangkat di suatu hari
Meraup muka setelah hibernasi
Pusing memual di perut
Tak sampai keringat di kulit wajah
Akui dakwah menguras waktu
Besok begitu cerah
Tidur di dekapan pancaran cahaya
Bagaikan aurora membuka padi
Memenah detik berdebu
Ikatlah kerudung panjang tanpa tersilir jauh
Surabaya, 19.2.2017
Sentuhan Kain Kerudung Panjang
: Nur Aida Harahap
Kain kerudung panjang
Seperti berjalan dikenakan almamater biru
Ingatlah ketika pertama kali bertemu
Pura-pura sapa senyum cerita
Saat masuk di dalam ekspresi senyuman akan tutup
Menganyam waktu dibutik layar
Tengok wajah seseorang
Betapa aroma wajah iringan lagu
Bidadari tak mungkin bersebrang
Duduk nyaman di saat empuk
Purnama mengumang suci
Payung di lantai masjid
Gapaian doa pancarkan cahaya
Sentuhan kain lembut
Kombinasi antara dua warna bersamaan
Kembali ke jalan sebelum gerbang tutup
Betah tidur di dataran sajadah
19.2.2017
Dua Tahun Rindu Kamu
Memeluk rindu
Setelah tiga tahun terpisah
Bertemu dengan engkau
Bunga mawar menyambut ceria
Ku helai kerudung panjang
Hampirimu bagai mentari senyum
17.2.2017
Selamat Malam Hujan
Hujan merintik langit sore
Badai tak sempat pergi
Senja telah tertutup kilau awan mendayung sungai
Ku bersama malam penuh gapaian bintang
Tanpa tersisa
17.2.2017
Dekapan Katedral
Mengingat Isa dan Maria
Surga membangun percaya
Beri bangkit dari mati
Tuhan menguji kebenaran
Sembuh mengalir langit putih
Burung terbang mengemu dekapan manusia
Tak merunggu daun tunas dan diri lumpuh selilit satu kalimat
Lilin menyala untuk merangkai terang malam
Surabaya, 15 Februari 2017
Dekapan Purnama
Malam nanti meluluh purnama
Tak lagi poligami
Itu mungkin merela atas tokoh
Mengenang masa lalu
Jadi rintihan nyawa yang mati
Ku bisa percaya hanya deraian surga
Surabaya, 15 Februari 2017
Recto Madara
Seorang hokage pertama
Memberkati tetangga
Hanya menunggu lama
Gagal merebut kekuasaan
Dengan menggempiarkan mata merah
Uchiha mendirikan karena latar belakang penderitaan
Penuh berderai darah sambil melumpuhkan hokage
Demi setara keadilan tanpa cerita panjang
Surabaya, 15 Februari 2017
Selamat Pagi Aida
Selamat pagi untuk Surabaya
Setelah hujan deras merintik selama empat jam
Tak sanggup berjalan di tengah kehujanan
Ku menyimpan senyum tanpa merangkai kata-kata
Inilah hari begitu terpikat gembira
Siang menjelang hanya bergulir roti
Mengoyangkan mulut dengan selaian strawberry
17.2.2017
Tangan Keram
Gerak berujung kaku
Terkena kesemutan
Tiada gerak dikemudian menit
Serta lumpuh tanpa mengurai air
Mengusang tangan sembuh sebuah doa
Tak memingkai pikiran
Surabaya, 17 Februari 2017
Mengeluh Kepala
Pusing berdakwah kata-kata
Kau dilakukan hanya setengah cara
Paling memberatkan tugas harian
Mengurai soal
Lalu analisis secara panjang
Derai sajadah membelukar
Menempelkan hidung dalam selaian syukur
Tak perlu memusingkan waktu
Surabaya, 16 Februari 2017
Menyuduh Teko
Teh sangat hangat sekali
Menuangkan air teh ke dalam gelas
Bersama hujan yang mengenggam ayat-ayat
Bedah kitab semacam rangkaian dialog
Sepoi-sepoi angin menerka dirimu
Surabaya, 17 Februari 2017
Tahan Diri
Manusia menahan segala nafsu
Tanpa buka pancing emosi
Sindiran pun terbalas di hati
Memikat angin sebagai heningan jiwa
Paling ku kira
Setengah abad jelang usia tua
Tanpa gulir darah
Surabaya, 17 Februari 2017
Senggang Waktu
Luangkan waktu
Di tengah kelonggaran sebuah buku
Bersiur di dataran hening
Malam tak mau tertidur
Akhir waktu fajar menyekang dia
Itulah sungai lebar biru bercampur muara senyap
Surabaya, 17 Februari 2017
Lembaran Merah
Batu menyiksa tapak tangan
Simpan benda dalam rangkaian jejak
Uraian suku terpintas api
Buliran darah tanpa mengobati
Hanya racun serdap di gua
Tanpa hamparan tersisa
Surabaya, 17 Februari 2017
Preman Rakus
Kumpulan lembaran darah
Dosa tak peduli arti dunia
Tidak pantas menuntut ilmu
Hanya bersenang-senang pada duniawi
Berlembur daun begitu gugur
Hanya terpati di sayup mati
Surabaya, 17 Februari 2017
Surat Untuk Aida
: Nur Aida Harahap
Tiada kelam lembaran
Tinta kasih putih berbulir
Di kening angin berhembus
Pelukan dalam jari melayang
Senandung daun bergerak
Sendap di kelam tawa
Lembutlah dalam berkata
Berderai kain merayu detik bergeming
16.2.2017
Detik Menutup Mata
Dikira kerjakan dalam gelap
Tiba-tiba engkau mengantuk di peluk beluk layar
Ini malam penuh tenang
Betapa sulit mengaku beban
Artinya tak begitu tandus
16.2.2017
Tragis di Jalan
Mengeming macet di Jalan
Berangkat dari jam dua belas
Perjalanan menuju di dua tempat
Bersama teman perempuan sejati
Lalu ditinggal waktu
Tiba-tiba roti jatuh
Tidak ketahuan oleh polisi atas melanggar sampah tersebut
Surabaya, 16.2.2017
Kisah Kasih di Kampus
Cinta kampus
Melengkapi masa indah
Di antara laut yang mendayung
Malam dan Pagi begitu berputar
Selip gumam dari cerita hingga masa
Langkahkan kaki gedung berderai hening dan teduh
Surabaya, 16.2.2017
Laut Segundang Sastra
Kau sangat senang
Ketika aku menari di depan panggung
Sedangkan kau membaca puisi di depan orang banyak
Bersama-sama mengali sutra
Sastra tak lekang waktu
Chairil Anwar begitu kaku segelap puisi
Sapardi mengeming hati dengan hujan bulan juni
Seno mengulir Alina
Danau mengutip senja
Karena tak tahu kau baca
Berlumuran pelangi penuh cerah
Kerudung kilau berhempas gembira
Ku ungkap dalam melodi suara
Mengenang sujud
Hirata merenung pagi di Laskar Pelangi
Dee jelajah Supernova
Raditya Dika mengenang cinta pada Marmut Merah Jambu
Selalu ada di memorimu
Tak seorang pun kau merayu kata
Hingga berjumpa kembali dalam helaian sastra
Karya tak lepas dari sejarah
Hanya mengenangmu sepanjang masa
Jangan engkau wafat
Sebelum menulis satu buku
16.2.2017
Hujan & Manja
: Nur Aida Harahap
Sore merintik hujan
Berkening di pipimu
Cantik seperti air mendayung ke udara
Ku peluk senja
Bergeming di rentetan air
Mengulam antara senyuman dengan manja
Disana penuh merona
Tidur sebelum melepas pagi
Fajar akan menanti
Tubuhmu penuh beku
Bukan aja bintang hampirimu
Sepasang puisi tak mengulir
Menit berputar begitu saja
Melayu berguyuh awan
Sampai akhir nafasmu
16.2.2017
Aku & Dia
: Nur Aida Harahap
Ku dentum jantung berkening
Mengilir hidung ku umpat
Saling ku mengetar jiwa
Ku lengkapi mentari mulia
Karena tanpa terpisah jauh selamanya
Surabaya, 16.2.2017
Pusing di Jalan
Saat hendak tinggali kau
Melanjutkan perjalanan
Meski melawan macet begitu deras
Waktu akan hangus
Roti jatuh di Jalan
Tak peduli mengambil
Ku utamakan keselamatan
16.2.2017
Pergi dari Gugur Jiwa
Kau terpanah oleh sedihmu
Habis dikobar masa
Kau menghanguskan dunia
Goresan pena disambar lembaran
Ku hapuslah dari memori
Tiada satupun kembali
Pergi dari luka penat
Lubang kulit berdarah
Hanyalah kau yang meluruskan
Duri colek dikepung sakitmu
Hanya kenyataan ku ada
Surabaya, 15 Februari 2017
Recto Reformation
Membongkar rahasia mundurnya Soeharto
Tiada hentinya memberi kabar
Bahwa DPR telah menduduki mahasiswa
Pemakaman itu bukan omong kosong
Tanpa sisa waktu menjerit bangsa
Karena ulah G-30 S/PKI telah memakan korban
Demi melindungi negara
Surabaya, 15 Februari 2017
Puisi Untuk Zayyin
: Zayyin Achmad
Terus-menerus puisi tak akan sampai
Ini setidaknya untuk memimpin
Ketika tiada menolak rindu
Termasuk bintang purnama
Keinginan manusia mencintai sisa hidup
Daripada makan siang
telah menguras perut
Setiap hari mengurat tulang dan sekali-kali telah menegas kepada mereka
Andaikan palu kehilangan tanah air
Surabaya, 15 Februari 2017
Revolusi Soeharto
Hendak memimpin
Kesetiaan di rasakan ketika pemimpin
Dwifungsi ABRI berujung malapetaka
Seperti berteman setia begitu ruang keras
Selamanya menyandang komunis
Penuh taring di gulung negara
Tanpa meminta sedikit pun
Tolak belakang tiada jelas lagi pemimpin bersifat kaku dan kerah
Surabaya, 15 Februari 2017
Puisi ke-Empat
Belai puisi senandung senja
Pulang di suatu jalan
Yang mewarnai malam
Matahari telah tenggelam
Bukan engkau tonton film horor
Hanya mengalir sepeluk malam sujud
Hendaklah berdoa untuk Tuhan
Surabaya, 15 Februari 2017
Pena Mengulai Tinta
Mengelus pena ku tuliskan
Sebuah bait-bait tak pernah lupa
Kabari koran hari ini diluaskan
Seperti cerita teralir di sinar kalbu
Dengar melodi yang menyimpan tangisanmu
Itu haru di depan dekapan ayah dan ibu
Jika tinta habis maka tanpa menulis lagi
Surabaya, 15 Februari 2017
Surat Untuk Ratna
: Ratna Wahyu Anggraini
Ku lembut suara bunga bermekar
Seandainya ku tahu
Lembar ku sepecuk puisi
Menemani pagi hangat mentari seperti ruang dalam
Cari wanita terbaik dalam kelana ini
Ketika baca surat akan terkesan haru
Bila senyum termanja bagiku
Surabaya, 15 Februari 2017
Dekapan Bintang
Aku terkenal
Banyak perhatian dari orang lain
Ia mengira bahwa aku kenal karena karya termuat oleh koran
Inilah hati membuatku berdenyut nadi hingga ke udara
14.2.2017
Pelangi Di Sebuah Purnama
Menjelang matahari terbit
Lihatlah alam sejuk berembun dingin
Dekapan langit dalam tujuh warna
Bertemu pagi penuh sabar hingga senja tenggelam
14.2.2017
Recto Danzo
Mengenal kakek tua
Tangan kanan berwarna abu-abu
Menutupi mata merah mangkeyo sharigan
Berdiam di bawah tanah begitu gelap
Diam tanpa bersuara
Ibarat hening berderu waktu
Ketika mati tumbuhkan batang hingga ciptaan pohon hasil kejenuhanmu
Surabaya, 14.2.2017
Pelangi Purnama
Fajar melengkapi pagi
Pelangi purnama terbentang redupan mentari
Cukup nyaman ketika bapak sedang membaca koran
Bunga bersayup pada dekapan langit biru
Lintang lintas cahaya
Enggan berjumpa dengan kawan
Tak tahu aku meringkas dua kata
Yaitu masa lalu
Memasukan bola basket ke dalam ranjang
Tak lagi melahirkan kata
Tak lagi sentuhan hari ke dalam bulan purnama
Hanya kutipan
Yang bisa mendinginkan hatimu
Dan sabar demi tetesan air berkalbu
Surabaya, 14 Februari 2017
Pusing Kepala
Sanjung kepala tergilir
Sebab banyak beban
Andaikan engkau menikmati pekerjaan berat
Membuat malam semakin sempit
Tumpuklah tugas hingga kejar waktu
Hanyalah mimpi buruk tanpa sebuah doa
Keluh pusing membangkai hari
Gempitan waktu berputar
Sampai mana menghitung nasibmu
Surabaya, 14 Februari 2017
Dimensi Katedral
Bergua di Gereja Katedral
Menyimpan Ratu
Hendak bersembah pada kayu salib
Tutup mata serumpun cahaya
Berlutut dosa
Senggang terikat batin
Kaku penuh berdenyut nadi
Sungguh doa
Akan memberikan kesembuhan padamu
Sembari cahaya telah bangkit
Angkat tangan di hadapan tuhan
Memulihkan sakit begitu terpendam
Tiada lagi tumpukan dosa telah merebah manusia
Hanya tuhan memberkatimu
Surabaya, 12 Februari 2017
Catedral Of Shadow (5)
Mengenang kisah Katedral
Cinta antara Isa dan Maria
Begitu mesra namun bayangan
Telah membisikmu lalu mengutuk mereka
Sakit semakin sebar
Mengikat tali rantai pada badan
Rasuki jin dan iblis
Drakula mengelilingi malam
Dekapan serigala mengaum di tengah malam
Gigit kulit
Hisap darah sampai lemah
Tak berdaya selembar injil
Basmi jin dengan tempelan kayu salib
Roh akan usir dalam sebutan nama tuhan
Lepaslah dari keteganganmu
Hampiri hujan
Meramu bebait penuh luka
Sakit terhempas kubur
Mati akan menghitung nasibmu
Itulah dari bintang
Mengangkat tangan demi sebutan tuhan
Kami doa dalam dekapan surga
Amin
Surabaya, 12 Januari 2017
Catedral Of Shadow (4)
Dalam Gereja Katedral
Membentengi langit sekujur lukisan
Bercipta sebuah injil
Namun masih berperang di jalan
Yang sangat murka dan haus darah
Batang salib dihadapkan pada langit
Bahwa tuhan akan segera mengampuni
Lilin menyala
Berdoa dalam sanjungan tuhan
Berkati alam bapa
Roh Kudus menghapuskan kutukan
Sakit, tidak miskin, dan tidak gagal
Kalahkan pasukan dalam nama tuhan
Tiada ku akhiri
Kecuali engkau bersama di Surga
Bayangan akan pergi
Sebelum matahari terang
Lepaslah tali dan serulah tuhan
Pergilah dari jiwa gaduh
Dan berderu di sudut keangkuhan-Mu
Surabaya, 12 Februari 2017
Catedral Of Shadow (3)
Masih ingat dengan Gereja Katedral
Menyimpan Isa Al-Masih mati di kayu salib
Ulah tentara romawi begitu menyiksa
Dimana sahabat Isa akan lemah
Jiwa taruh serdung darah
Bekas paku jerit sakitmu
Dikutuk oleh dewa
Darah mengaliri air mata
Pahlawan telah tiada
Kini merapuh tali rantai
Gugur berkujang sakit
Berbaring haus dan dahaga
Caci maki dirajam oleh bangsa
Kegelapan terus mengerap sudut nafasmu
Bumi membawa tuhan ke Langit Surga
Surabaya, 12 Februari 2017
Manusia Harimau
Tinggal di hutan
Terdapat harimau
Berlari dengan kilatan kaki
Seperti mobil berjalan cepat
Mungkin berupa manusia dengan wajah harimau
Mata sangat berupa
Hanya terbentur oleh musuh
Inilah pelaku adalah gengsi
Memusnahkan tanah murka
Benturan mimpi tersendak dendam
Akan mati penuh ketiadaan
Andaikan gigitan beralir kematian
Hanya kubur mengebur hidup-hidup
Surabaya, 11 Februari 2017
Catedral Of Shadow (2)
Masih tentang katedral
Gereja menyimpan kitab
Menyembah isa
Begitu sanjung diterka hampa
Sungguh gelap tanpa rela menguling air
Akar menjulang hingga kemana-mana
Tersesat di tengah jalan
Di sini menemui laba-laba
Serigala mengaum di bukit
Ketika tengah malam berujung malapetaka
Bila tersanjung luka
Akan mati darah
Wajah berubah jadi manusia serigala
Mengiringi melodi seram
Hanya Isa mengerami surga
Surabaya, 11 Februari 2017
Ibu Durhaka
Siksa meramu anak
Dipukul secara paksa
Tidak peduli kebahagiaan
Tidak peduli prestasi
Tidak peduli ucapan
Sungguh bodoh sebuah biadab
Anak menangis
Mereneh waktu
Jeritan penuh payah
Tidak peduli besok
Pecah gelas biar gaduh
Bentur sampai mati
Biar neraka akan membalas dendam
Ulah ghibah mengugah sakit jiwa
Wajah ibu hangus tanpa sapa
Surabaya, 11 Februari 2017
Mu'jizat Tuhan
Engkau berfirman
Dalam kitab suci
Mengembara surga
Sekedar tangan mengangkat ke langit
Lalu di hadapan Isa Al-Masih
Bersaksi sembuhkan sakit dari rentetan rantai
Sembuhkan demi nama Isa
Suci bergemuruh pada firman tuhan
Berbalut kain
Memakan roti
Dalam segala ampunan
Lepaskan ikatan batin
Tanpa mengalah
Tetap kemenangan dalam hidupmu
Bukan saja engkaulah
Yang melirik kitab suci
Menyempurnakan imanmu dengan Isa
Jangan meledehkan kota
Suatu saat tuhan tiada terlupakan oleh waktu
Surabaya, 8 Februari 2017
Elegi Bangsa
Negara dikebut oleh iblis
Mengancam nyawa dihantam oleh usia
Tak boleh meremehkan rindu
Karena penodaan agama
Masih dalam tahap pemikiran
Atau tidak sengaja untuk mengorbankan aku dan dia
Ia yakin semua yang ada
Iringan inu hanyalah bangsa kita
Jangan pernah engkau sindirkan
Selamat dari kita
Mengancam kubur
Surabaya, 10 Februari 2017
Bermain
Ku suka bermain
Mengelilingi layang-layang
Jelang senja datang
Berlari terus menari
Interaksi dengan kawan
Bersembuyi sebuah petak umpet
Betapa indah hari sangat bahagia
Setelah meninggalkan keluhan
Nikmati hari
Mengenang nenek moyang
Berlompat tali bila kaki berlomba pada karet
Bermain kartu akan saling berimbang
Tetapi mengingkari menit malam
Terus berjulang
Tiada yang tersisa
Hanya kembali menemukan satu anggota
Bermain itu menyenangkan
Surabaya, 10 Februari 2017
Aku Mau Tidur
Aku nggak sanggup menahan lelah
Mulut terbuka lebar
Meraup nafas turun
Karena makanan tercerna
Ku berbaring di kasur empuk
Terbuang waktu dengan cuma-cuma
Seperti kucing sedang tertidur
Berbaring di senandung hampa
Ruang gelap
Menghampiri melodi lagi
Arungi tidur sembari fajar
Mematungi malam
Bergerak kembali ketika pagi esok
Serasa sejuk mengembara
Hingga aliran gelombang
Tanpa terselat mimpi
Bayangan tak lagi berjumpa
Surabaya, 9 Februari 2017
Media Massa
Meluaskan kabar
Mengetik jari kata-kata
Tidak semua informasi yang dicari
Hanya fakta serta opini
Pers mengungkap
Bahwa bicara selintas main akal
Jauh meneduh gabah
Serpihan besi diroboh
Menabrak waktu diterpang
Kini microphone berlari
Merekam semua kejadian
Tak asing selamanya bisa meredup
Hanya berbagi info
Sekedar pembaca penuh pasti
Engkau percaya media sumber akurat
Menggali berita tanpa bohong
Tiada sumpah maka tiada janji
Surabaya, 9 Februari 2017
Lembaran Darah
Puisi selalu kaku
Isinya tentang pembunuhan
Seorang diri dibunuh orang
Bait-bait mengenang di dinding nisan
Sulit menemukan diksi kejam
Membius nasib
Serasa tak layak bangung
Mengerik pena merah
Mengurai darah
Hingga negara akan mati
Surabaya, 7 Februari 2017
Menggelitik Tawa
Microphone terdiam di panggung sambil menunggu waktu malam
Di sini ingin cerita tentang aku dan dia
Ibarat patung berdiam hingga seumur hidup
Di sana penonton sedang mendengarkan stand up comedy
Berawal ketika cinta sepenggal pahit
Seruput teh tanpa gula
Rasanya kecut
Kejar mantan sebelum lolos
Mengecup ciuman pipi
Tapi bukan wanita
Namun pria banci
Yang sedang bernyanyi di tengah jalan
Ngamen untuk mengantongi uang
Sayang suara banci berubah
Terbentur wajah dengan tas
Sampai tak masuk akal
Surabaya, 8 Februari 2017
Maghrib
Catatan Amal utama dengan senandung maghrib
Bulan puasa sebagai buka puasa
Bagi orang yang berpuasa
Mempererat iman dari kejenuhan hati
Manusia terpuji padamu
Makan kurma dari pohon kurma
Sebagai penganjar lapar dan dahaga
Setelah terbit fajar hingga senja tiba
Melintas Ramadhan
Berbondong-bondong memandang langit tuhan
Semangat demi mimpimu
Surabaya, 26 Januari 2017
Doa
(1)
Ya Allah
Ya Tuhan kami
Segala puji bagimu
Tuhan dan rahmat alam semesta
Melahirkan langit dan bumi
Manusia tercipta antara nur dan cahaya
Mendirikan tanah yang tumbuh
Tanaman sinari matahari
Berikan doa padamu ya tuhan
Menciptakan gedung hasil bangunan dan manusia
Jadikanlah langkah demi anugrah
(2)
Semenjak lahir
Tak bisa berjalan
Menumbuhkan usia
Siap melangkah
Bila senggang waktu
Melapangkan hati
Ranah kasih sayang
Memeluk sang senja
Jangan tertumpu dosa
Tiada tandingannya
Memikat arti dakwah
Pancaran angin menyebar gejora
Hidayah menghapus segala keburukan
(3)
Api merasuki jiwa
Rakitan godaan setan
Mengutukkan ruangan
Rasa sakit dan gerah
Mengalir menuju kematian
Kembalilah pada jalan lurus
Allah senantiasa maha lindung
Lepaskan dirimu
Sembuhkan hasud menyembah api
Bergejolak hidup-hidup
Lampu terbuka
Iringi syahdu
Senandung malaikat terbang
Kemudian tersinggah surga
Untuk mengugah imanmu
Akan merasa lega dari pandangn syirik
Tidak lagi merasuki dan godaannya
Hanya terima kasih pada Allah
Surabaya, 26 Januari 2017
Sumpah Demi Dosa
Rasanya tak sanggup berbicara
Tidak perlu mengerti sumpah demi apa
Membakar jiwa bertumpuk dosa
Amal telah lumpuh dalam kubur
Seduh senyap di tambah pohon
Berisi kelapa bercampur wajah singgung
Mati tiada pilihan
Membiarkan fitnah serdadu merah
Demi hidup menghampirimu
6.2.2017
Tukang Fitnah
Bohong tanpa bukti
Bohong sertai alasanmu
Membuat sakit hati
Dibujur luka
Sampah barang seandainya terbenang padaku
Melumpuhkan otak dengan tipu daya
Menyebar fitnah
Hati terbakar nasib
Mungkarkan janji
Tak sempat terbalas
Surabaya, 6 Februari 2017
Lembaran Darah
Puisi selalu kaku
Isinya tentang pembunuhan
Seorang diri dibunuh orang
Bait-bait mengenang di dinding nisan
Sulit menemukan diksi kejam
Membius nasib
Serasa tak layak bangung
Mengerik pena merah
Mengurai darah
Hingga negara akan mati
Surabaya, 7 Februari 2017
Kejadian Dua Hari
Hari sabtu terbentur lawan bicara
Pelakunya adalah pena berwabah preman
Sedikit kata yang pahit
Bumbu pedas menyambar panas sawah
Lantaran dia tak berguna
Tidak peduli perkataan
Sedih tak pasti diputuskan
Hari selasa ku luruskan
Sayang panas kembali lagi
Melengser hakim
Dan seorang pena bukan hakim
Tetapi tetap amuk
Susah payah minta maaf
Pemimpin adalah pemimpin
Tak layak diacuhkan
Sempat menguyur api
Membakar emosi
Dendam merembet kalah di hati
Inilah terseret luka
Hanya nyawa tercabut akar
Surabaya, 7 Februari 2017
Rasa Pahit
: Zayyin Achmad 86
Menikmati pagi sunyi
Serasa udara menghirup
Bila tambahkan dengan embunnya dingin
Bila secangkir kopi
Siap untuk menemani hari
Tetapi jika seruput kopi
Merasa pahit
Air buang bila mulut kecut
Tidak kira ia belum melarutkan gula
Atau semacam garam
Pahit tercekam
Suatu nanti pasti begitu
Surabaya, 7 Februari 2017
Tentang Kucing
Pagi berjalan di sudut lapangan
Melihat pasangan lagi serdu senyap
Liriklah kau sambil berketuk jari
Ia berlari mencari ikan
Atau mengigit tikus
Seperti mengejar tikus
Dalam sebuah kartun
Yang sampai mengenang masa
_Tom and Jerry_
Atau kucing berkaki tangan bersama anjing
Pernahkah melihat _Cat Dog_
Yaitu sebuah perjalanan antara hidup dengan miskin
Walau tak punya kaki
Hanya badan bergaris serupa melangkah ke kiri hingga ke kanan
Jangan pernah ada
Sampai mata tertakjub kepadamu
Surabaya, 7 Februari 2017
Tentang Chocolatos
: Ria Filosophia Dika
Sebatang wafer coklat
Untuk siap disantap
Saat terjadi ketika galau
Manis digigit butiran coklat
Andaikan pagi sarapan
Menemaniku dengan wafer coklat
Seperti bunga yang jatuh ke sana kemari
Duduk melihat tatapan alam cerah
Begitu penat sambil meniup angin sepoi-sepoi
Membuka lembar buku
Melihat cinta sedang ayunan sepeda
Tidak lepas dari dingin dan beku
Hanya menatap pipi manis menemui di sana
Surabaya, 7 Februari 2017
Nikmati Kopi
Membawa hangat
Di peluk kain nutupi kulit
Seruput air coklat penuh nikmat
Apalagi pekat manis selezat menit menjelang senja
Tak ada rasa bila gadis
Begitu rasa kopi pahit
Seperti merayu mantan
Hilangkan bosan
Dengan sempurna
Tiada semanis apalagi malam santai
Jelanh tidur melek layar gadget
Menuliskan cinta bersemu padu
Sebelum esok menerbangi suatu awan
Surabaya, 7 Februari 2017
Rangkaian Rintik Untukmu
: Ria Filosophia Dika
Sebuah kata yang hilang
Entah dimana kau bersembunyi
Menyeret bayangan tak berjumpa
Takdir menghembus nafas
Tiada hasrat menumpahkan air
Mengaduh sakitmu
Tiada sempat
Mengetik tangan ke lembar tinta hitam
Ayunkan sepeda perlahan-lahan
Telepon bila engkau kangen
Berbagi cerita jika masalah dirinya
Rasa tak jenuh di hatimu
Betah tanpa tinggalkan sentuhnya tuhan
Mengembun usia senja
Surabaya, 5.2.2017
Tentang Vina
: Hervina Putri
Perempuan kecil bersemu emas
Tak akan ragu tentang aku dan dia
Bayangkan dimensi emas merenungi hari
Bumi bintang bersaksi
Hujan mengabul seribu cerita
Menatap bayangan hitam
Di antara istana menjaga pasukan
Raja mencantum ke dalam kartu
Bukan gua menerjang kelelawar
Hanya serupa misteri
Merunggas tunas demi kemenangan
Justru menimbul pertanyaan
Kemanakah Vina pergi
Hanya rahasia ku sembunyikan
Surabaya, 5.2.2017
Terang Bulan
Malam bintang
Oleskan hitam gelap
Menerang cahaya
Sudut namamu
Bait-bait akan luas
Menebar sunyi
Tiada habis diterjang waktu
Hembun padi menunggu pagi
Koala berjalan ke kebun
Hanya hidup ketika masa mengerikan
Darah akan membendung pergi
Jika tidak akan membunuhmu hidup-hidup
Surabaya, 2.2.2017
Lagu
Melodi menyair ke langit
Karena terbuka hingga melayang
Seperti kupu-kupu terbang
Mengiringi suara
Sempatkan dini
Lantangkan suara lembut
Dasar hingga ke atas langit
Penuh bermuara aksara
Aurora akan menggelombang
Surabaya, 2.2.2017
Lumpur Hening
Oleh : Ivan Aulia
Ku lembab lapindo
Menghangus rumah
Hingga wilayah dikorbankan
Bayangkan tempat tinggal dihangus cepat
Benda termakan lumpur
Seperti mengubur di liang lahat
Melenyapkan dunia hanya seperempat bagian
Merunggas kayu berbaur-baur hari
Kecuali desa tanpa bencana
Surabaya, 2.2.2017
Tiada Jilid Hari Ini
Tiada jilid hari ini. Sungguh kecewa melawan uang. Demikian tuhan memberi janji. Seakan-akan penuh pendam. Mungkin ini jiwa yang jauh. Bagaimana lagi berbulan-bulan ku tunggu. Hanya alir sungai di waktu senggang. Menit tak terjelantah daripada dia. Berambang daun menyapa di langit malam. Memang melekat kerudung panjangmu. Bagai aurora sentuh kain beribu warna. Bermigrasi ke bulan. Bila tiga puluh hari telah usai.
Surabaya, 2.2.2017
Panggung Hening
Tiada konser
Maka penonton akan bubar
Waktu terlarut
Sekali datang tetap sepi
Mengingat peristiwa
Bukan manusia betah jadi patung
Di rungkup usia
Rungas suara berderu
Tak simpang riuh merantang
Lingkar bergurap jari-jari
Seraya bintang mengabulkan harapan
Tiada sanggup mendatangi sepi
Merujuk ke kubur bila panggung merenggut nyawa
Hanya hilang jiwamu
Surabaya, 2.2.2017
Tiada Ayu Hari Ini
: Dyah Ayu Pitaloka
Tiga bulan telah pergi
Entah bagaimana kabar disana?
Sampai menikmati hangatnya perbedaan
Kemanakah engkau pergi?
Jawaban adalah tak tahu ia pergi.
Tanpa pamit kepada kami
Bunga hadiah untukmu
Jangan seperti putri yang sedang sakit
Tanpa melangkah kaki sebelum tangan pulih
Hanya tersuang teh
Menunggu kamu
Ia kamu
Kamulah yang paling ceria
Hanya dekapan bintang seperti di makan berjam-jam
Surabaya, 2.2.2017
Tiada Jember Hari Ini
Menyekang kabut dingin
Tiada bukit maka hilangnya alam
Ini jadi hamparan nanti
Jangan terbuang waktu
Bercampur tidur sehabis subuh
Walau pergi jauh
Hanya selamat pagi
Tanpa desa
Surabaya, 2 Februari 2017
Sembuhkan Sakitmu
Ya tuhan kami
Lepaslah penyakit
Menangismu begitu pedih
Menyakiti perasaan orang
Tidak miskin tanpa menoleh hari cerah
Hujan membendung kota
Nekat melewati kehujanan
Badanku berdebur flu dan batuk
Tak tahan air meraut muka
Membintik air-air kelam di pipi
Sakit membaur angin
Jangan berujung muntah
Perut agak kembung
Bengkak kaki ketika melangkah
Kesemutan ditengah kaku
Ku sembuhkan dengan doa
Berobat demi melepas dari sakitmu
Semoga tuhan telah berkah
Rahmat hidayah di sisimu
Bangkit merajut hari cerah
Esok dan selamanya
Surabaya, 1.2.2017
Tentang Jember
Jemberku merindukan ini
Selama dua belas tahun lamanya
Sejak lahir aku berjalan bolak-balik
Meski adik kakak bertengkar di dalam rumah
Walaupun bulan purnama tidak ditemukan
Malam ini mengurung
Tiada keluar rumah sebelum izin
Rumahku seluas istana
Pagi menyambut kabut dingin
Kakak telah mengubur di bukit
Aku adalah keturunan dari Kyai Addimiyati
Bani Marzuki sebagai majikan dalam sebuah ulama
Ku ingat ketika jelajah ke makam
Untuk berdoa untuk para tokoh ulama yang dikenang
Usia kecil selalu mengacaukan hari
Dipaksa kurung ke ruang kamar seperti penjara
Tiba-tiba ada pocong
Namun bukan hantu sungguhan
Melainkan hanya guling berselimut putih
Hidup di desaku Jember
Serasa banyak kenangan
Walau dari tahun ke tahun
Meski berbeda
Terakhir ketika melangkah di belakang rumah
Melewati jalan yang gelap
Takut, dan ingin berlari
Sampailah pada cahaya terang
Temani hari jika hendak silaturahmi
Setiap puasa akan mendoakan kakek
Semoga hidup lebih terang
Merabah masa lalu
Di desa yang tercinta
31.1.2017
Tungkup Siang
Menunduk lewat kawat berduri
Berjalan tanpa kaki
Melangkah tangan dengan siku
Tanpa berpilar tawa
Ia rungkup jiwa tanduh
Tiada hari yang senang
Hanya berdiam tanpa bersuara
Surabaya, 2.2.2017
Merungas Malam
Rungkup bintang terjatuh
Bila terkurap padi
Rumput telah diam
Diam senyap berpilah
Pilu berlingkup sangka
Hening menyentuh jari
Tenangkan fikiran
Kosongkan beban
Tanpa terbelah jadi dua
Hidup satu akhirat satu
Selamanya
Surabaya, 2.2.2017
Melihat Orang Banyak
Tidurku nyenyak
Di tengah keramaian
Betapa tempat ku sedia
Sayang tiada kebagian
Hampir cari dimana engkau nyaman?
Hanya ruang penuh sunyi dan hening
Terdengkuk di waktu senggang
Sedikit melewati
Akan meninggalkan menit berputar
Sangat ragu
Sangat lejit di penat masjid
Takbir tanpa henti
Namun sampai kapan Indonesia akan tenang?
Saat ini Indonesia durhaka kepada negara
Teganya membenah hari
Tanpa sangkut hidup-hidup
Surabaya, 2.2.2017
Membaca Kitab
Petunjuk ilmu
Memurnikan iman
Langkahkan akhlaqmu
Terpadu setiap engkau melangkah
Menyejuk hati
Palingkan wajahmu
Syair syahdu dalam bernada
Iringan pendam cerahkan pagi
Sebelum fajar menyandra mantra
Allah tidak memberikan apa-apa
Hanya tersunjang mereka
Mengabut padi
Sambut panen tersebut
Cerita rasul di selembar kisah
Petunjuk hidayah padanya
Surabaya, 2.2.2017
Serdadu Kuning
Bagai matahari cerah
Serupa warna spon
Berdatar di laut
Siap melangkahkan pagi
Sungguh mengempiarkan hari indah
Sayang tertajuk tabuh
Melungkup hidup semanis jeruk
Hanya terkuras tulang hingga senja datang
Surabaya, 1 Februari 2017
Sajak Mini
Tanpa bait panjang
Bergumuruh diksi
Jangan menyangka
Makna serahkan sendiri
Kepada kalian
Hanya itu sajak
Sebagai pelengkap hari
Surabaya, 1 Februari 2017
Serpihan Koin
Melempar jauh
Berputar seperti roda
Mengarah kiri
Beralih ke kanan
Memutar koin berkali-kali
Sampai jauh tanpa lanjut
Rujuk logam sebanding mantannya
Surabaya, 1 Februari 2017
Februari Bulan Cinta
Memegang erat kedua tangan
Seperti cinta semi berlalu
Bermigrasi pada musim panas
Langkahkan kaki melawan badan berkeringat
Berembun lelah sangat jenuh
Tak bisa berbaring bila bertahan hidup
Cinta tanpa terpisah lama
Menghanyut musim gugur
Keriput kulit daun
Lalu berjelaga batang lepas
Beralih ke musim dingin
Sulit berlari di tengah angin berkobar
Hingga puncak diserdang salju
Saling melengkapi di langit luas
Cinta tanpa putus pipi merah
Surabaya, 1 Februari 2017
Menunggu Guru
Enggan menunggu guru datang
Beralih kebahagiaan
Menyerupai korupsi waktu
Kejang diserdang hujan
Jalan meretak luka
Bergemang di pagi begitu suram
Menyanjung menit
Pagi mengejar gerbang pintu
Sebelum tertutup dalam waktu singkat
Ku siapkan tempo hari
Berujung padang
Menyesali anak-anak
Bingkai di tengah melangkah
Guru tak bisa menghampiri
Ulangan menunda di kemudian hari
Aku menunggu dia datang
Tuhan merintih menit-menit berdempur pasir
Sebelum melangkat jam berikutnya
Surabaya, 1 Februari 2017
Diorama Bela Negara
(1)
Politik dan Hukum melengset dunia barat
Ibarat mengagumi hidup sejahtera
Tegakkan pemimpin
Mengarungi samudra bersama naga
Mengguncang dunia
Walaupun tiada yang tersisa
Tanpa cerobah
Ia meremehkan bendera
Dengan coretan pedang
Dan kalimat arab
Sangat mengharukan
Melawan hak dan keadilan
Wajah luka melampahi politik
Meski telah meningglkan luka mendalam
Guru akan takut
Bila hukum segera mengerjakan
Sangat panjang
(2)
Reformasi tak akan selesai
Jika kasus belum sempat terselesaikan
Guru adalah pendampingan utama ku miliki
Namun bukan aksi besar
Mengobarkan merdeka walau dahulu di serdang penjajah
Sesungguhnya allah maha mengadili
Bila dosa tak akan diampuni
Apalagi semangat terhadap dakwah
Sikatkan bangsa walau mendustakan kitab
Media tak lagi membungkam
Sepuluh cerita terjerat dalam hukum
Jangan berharap bangsa di injak kaki
Sepanjang hidup tiada gunanya
Untuk apa engkau mewarnai bangsa
Siap berangkat untuk kebaikan
(3)
Aku murka
Selalu menimpa dia
Menyinggung padanya
Padahal kau yang menderita
Bangsa dikepung manusia dosa
Serdadu mengainkan celana
Sebelum dosa hilang
Hilang sudah tanpa akhir
Di kubur menghibur hidup-hidup
Lawanlah seumur hidup
Leluhur budaya
Bagi menyembah doa pada tuhan
Agar jasad segera terampuni
Surabaya, 29 Januari 2017
Generasi Hukum
Hidup ini menaati aturan
Enggan engkau bermimpi
Timbangan akan segera tentukan akhir
Semacam langkah yang ganas
Tak lagi rasakan
Manusia bertumpuk dosa
Atas menyembunyikan harta sungguhan
Uang makin menguap
Akan tetapi hari begitu buruk
Melangkahkan kaki
Menuju ke dalam jeruji
Betapa bahagia di tengah hukum
Berubah tangisan meringkap wajah
Menghantam menit
Demi hari yang terselesaikan
Hukum akan menunggumu
Tiada minta maaf bila kembali
Surabaya, 28 Januari 2017
Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...