Thursday 28 December 2017

Ayat-Ayat Rindu

: untuk Maftuhatin Nikmah

Memelukmu selimut wangi
Kamu menjadi wanita pujaan hati
Membesuk senja diwarnai malam penuh memuja rindu
Kepada yang dirintihkan kalbu
Dan tetesan air mata yang diridhoi
Sholiha memancarkan air mancur
Persembahkan pada langit dan bumi

Mewarnai petang di Rumah
Berdiam diri lubuk cinta
Kepada pujangga merintis kesenyapan
Terdapat sunyi dituang pada secangkir teh hangat
Lalu meremuk sedih selepas mekaran langit
Menyinggah di kursi singgasana
Sajikan sajak untukmu
Jangan bosan mencintai sahabat
Bukan ke sini untuk mendentumkan hamparan malam
Tetapi tersimpuh pada air jernih
Lembar ayat-ayat rindu
Yang disemboyankan pada serdadu kalbu
Dan masih ada mewarnai hidup penuh cinta

Surabaya, 2017

Anak, Menangis di Mall karena Mencintai Mainan

Anak membalut mainan
Mengajak pergi ke pusat perbelanjaan
Untuk menempuh surga para mainan
Mohonkan padamu
Sekaligus memuja mainan
Mainan menyembah akal anak
Ia tinggal begitu saja
Suatu nanti akan mengutuk pemangsa
Mainan adalah serangga
Segera di lumpuhkan
Dan eratlah air mata karena jahitan siang malam
Berkali-kali kasar oleh Ibu
Sadarlah bahwa menangis karena keputusasaan

Surabaya, 2017

Ayat-Ayat Micin

Sebuah cinta dari kenangan pahit
Mengundang sengsara gejolak di pulau garam
Perempuan mengejar polisi atas melanggar ucapan asam
Kritik pedas menggoyah pikiran
Menelusuri bumbu sesat
Terbelenggu oleh cinta dan manis yang mengagumi
Sementara ia hanya setetes spontan bagaikan bumbu merindukanmu
Melalui sehelus pelukan membeluk pasrah
Ku lebihkan dia apa pun

Daripada menaburi cinta
Rasanya terenggan pahit
Ulah hati terganas asam
Mengetah hasrat
Melirik sepetik asa
Bukan rindu yang tak terlupakan
Bukan siapa yang mencintaimu
Dan bukan bagaimana melahirkan bayi bersuara asin
Micin mengerucut lautan asin
Jangan berpoligami sebelum mengatakan sesuatu yang bernilai asin
Kalau kau bukan lelaki asin

Surabaya, 2017

Sekarang Pergilah

Ku Untailah sebuah beremosi
Ku pikir ini menjamu rumahku
Saat kembali pada runtutan padamu
Masih punya langit hitam
Salah satu berikan sesuatu padamu
Harus tahu di sini adalah penghargaanmu
Sudah menduga dan pergilah sesuai harapan dirimu
Ku pikir sekiranya tujuanmu jadi pemberani yang cengeng
Ku pikir semua ini karena kau
Setiap saat merujuk dirimu, keluarga, meninggalkan kota tanpa izin
Keluarlah kau
Sekarang, pergilah kau

Surabaya, 2017

Operasi Kritis

Malam cekat datang hampir nekat
Teganya merusak malam dengan sekadar godaan
Mendukung jiwa yang terbelenggu
Pikirkan kuasamu dan pikiranmu
Masih melekat di ragamu
Operasi kritis ini tersendak lautan penjara
Sehembus langit abu-abu lalu hujan begitu saja
Inilah yang merembah asa

Inilah yang disebut razia secara apatis
Lari lalu dikejar seperti menangkap maling
Berbedebah semak-semak
Lantas menyiksamu secara terduga
Ku palingkanmu di balik jeruji
Dirimu akan merasakan betapa pedihnya menyita barang yang dimusnahkan
Seketika nasibmu akan mengakhiri

Surabaya, 2017

Menyebut Pahlawan lagi Asin

Ku sebut ucapan asin
Melontarkan lautan syair terseret ombak
Berjelaga di pantai sangat panas
Betapa ramainya mengerah sana sini
Runtutan matahari menyuarakan hampa
Mencicipi durian begitu kecut
Malu bila makan durian akan mengesap bau busuk

Tak ada menyebut pahlawan mulia
Apa yang dikatakan itu asin
Dia yang melibatkan cinta menyedap manis
Mengusur senyap dirujuk dia
Mengerah rejeki tapi gaji sedikit
Serut gaji rendah
Pemerintah susah payah meneliti jabatan asin
Bekerja sekadar gairah bergaulan
Pilihlah takdirku bergemercik malam
Tiada kesempatan melangkah
Membulir pasrah
Merajut jauh
Mengeletuk riuh
Membengkalai di balik arah
Hanya pahlawan lagi asin

Surabaya, 2017

Monday 18 December 2017

Anak, Menangis di Mall karena Mencintai Mainan

Anak membalut mainan
Mengajak pergi ke pusat perbelanjaan
Untuk menempuh surga para mainan
Mohonkan padamu
Sekaligus memuja mainan
Mainan menyembah akal anak
Ia tinggal begitu saja
Suatu nanti akan mengutuk pemangsa
Mainan adalah serangga
Segera di lumpuhkan
Dan eratlah air mata karena jahitan siang malam
Berkali-kali kasar oleh Ibu
Sadarlah bahwa menangis karena keputusasaan

Surabaya, 2017

Thursday 7 December 2017

Menjamu Novelis pada Almarhum

: untuk Almarhum Bondan Winarno

Manusia telah meninggalkan dunia
Beristirahatlah selamanya di alam sana
Sementara menjamu karya novel berawal senja tenggelam
Sedangkan dirimu meramu makanan yang lezat
Sedangkan selera ditangguh oleh siapapun
Suatu saat membekali ilmu dan bumbu kepadamu

Ternyata tidak lagi menjurus bumbu
Seiring meninggal para tokoh yang dijuluki 'Maknyus'
Novel masih terlaris dan di dapatkan sebagai bukti
Bahwa kulineris benar-benar terjamin nikmati
Bila menikmati karya yang dibaca

Surabaya, 2017

Jangan Enggan Melihat Iklan di TV

Ada hal yang aku kurang suka
Ada hal yang aku kurang nyaman
Ada hal yang aku melanggar hidup tanpa melandaskan agama
Ada hal yang terbiasa mencongkak di tembok
Ada hal yang mengutuk minat
Dalam segapai uang gendut
Dilarang melihat iklan tv yang berbaur negatif bagi sesama umat
Cegahlah pada segala cobaan
Nikmati televisi yang mengandung nilai Islami
Hanya allah membenarkan padamu

Surabaya, 2017

Friday 1 December 2017

Cintai Baginda Rasul

Kenalkan pada nabi
Syahdu memuja pada anaknya
Tersurut pujian dalam memuliakan pada baginda
Dahulu melindungi baginda pada sahabat
Hadirlah demi mengeletak syafaat

Sepertinya melahirkan nada
Syair memukat suka dan duka
Inilah perjalanan baginda
Seperti keteladanan dari sunnatullah
Memuji padanya
Hapuslah dosa yang melekat padanya
Baktilah jika suatu kehormatan harus ditaati
Pemimpin dengan hati
Bersihkan suci
Menerima penuh setulus hati

Surabaya, 1439 H

Maulidiyah Rasulullah SAW

Berjelajah pada langit
Kepada rasul dan para sahabat
Berziarah untuk nabi Muhammad SAW
Lihatlah iman dan keragaanmu
Lantunkan shalawat nabi
Untuk memuja pendiri yang menerangkan cahaya pada ufuk fajar
Keliling kabah tujuh kali
Bersujud kepada kanjeng nabi
Bersama membumikan langit dan bumi
Rentangkan akbar kepada langit yang berkuasa

Lautan syahdu mengiringi maghrib
Dua belas rabiul awal sebagai saksi sejarah
Cinta Rasul untuk membela para syuhada
Tegakkan ayat alquran dalam al-ahzab
Lupakan godaan nafsu
Dapatlah keberkahan
Buktikan pada dzikir-dzikir untuk memuja Allah
Dimanakah cinta kasih sayang pada pelukan pertama
Saat melahirkan ibu kemudian dilahirkan kedua adalah ayah

Wahai Rasul
Terima kasihlah padamu
Mengembara langit dan bumi
Kepada engkau menjemput tangga di Surga
Kepadaku akan membalas dengan sepuluh kali dalam bershalawat
Setiap hari bersyafaat karena shalawat
Tegakkan tahajud
Tunaikan sujud
Bersabarlah pada ujian
Jangan sampai melempar batu pada tubuh rasul
Katakan pada al-ahzab mengatakan bahwa suri teladan rasul dengan baik
Lindungilah pada benteng pertahanan
Peranglah demi kekuasaan sambil menegakkan pertolongan allah
Pimpinlah rahmat
Terbanglah kepada Islam Rahmatan lil Alamin
Rayakan maulidiyah Rasulullah
Untuk mengukuhkan kesabaran
Berteladan dan selalu bersabar

sholatullah salamullah ‘ala thoha rasulillah
sholatullah salamullah, ‘ala yasin habibillah
tawasalna bibismillah, wa bilhadi rasulillah
wa kulli mujahidin lillah, bi ahlil badri, ya allah

Surabaya, 12 Rabiul Awal 1439 H

Thursday 30 November 2017

Senandung Syair Terbentang Maghrib

Senja telah tenggelam
Kembali ke Rumah untuk menyembuh hati dan pikiran
Terbangkit diam membara tidur
Sambil bersimpang di dalam kamar begitu kelam
Selasar membaur sujud engkau menyejuk harapan

Pendekar maghrib bersafar di Masjid untuk menyempurnakan ibadah
Menghentikan segala beban yang mengeram fisik
Berdening membaring sebuah dzikir kalbu lalu menyatukan pada Tuhan yang maha kuasa
Adzan berkumadang tak sehebat mujizat yang mengiringimu
Memuji padamu kepada lautan menutup gelap malam
Dibalik senja malam berkenaan dengan gantinya tanggal hijrah
Tabuh maghrib dipanggil padamu ya Allah untuk berhempas hampa demi menyungguhkan baikmu dan cinta padamu

Telunjuk bintang dipersembahkan kepada syahdu dalam bertahajud
Dzikir mengelincir hati dan jiwamu
Bacakan istighfar demi menghapus dosa-dosa di hatimu dan menjiwai kalbumu
Sebelum isya berkumadang

Surabaya, 2017

Sunday 26 November 2017

Tenggelam Cinta

Dengan badan dan ruh menjiwai hening
Tenggelam cinta sehempas bangun subuh
Melalui dirimu dan tubuh
Lebih peka dari meluluh

Bagimu, adalah menerangkan cahaya
Dari binarnu, tatapanmu bermula saat layar bertabuh
Selepas senja pada setiap ingatan yang kembali pada hati dan akal

Bagimu, engkau arah memandang dari ujung timur
Membebaskan segala penjuru hati
untuk dirimu berdayung di laut
Menggerahkan angin dilesat sama dengan melayang di udara
Terasa benar hatimu disentuh
Raga bergetar setiap kali dipersatukan antara air dengan mengembun suhu dingin

Kamu wanita mendayung sambil dilantunkan syair di hadapan langit
bagimu, jarak dan waktu adalah gerak rindu
Semua akan rindu pada waktunya

Bahagia masih bisa merawat rindu
Tenggelam cinta menghembus nafas mengerik hati
Melacak jejakmu saat bersentuhan
Di setiap guratmu ada aroma pelukan
Yang terasa dekat meski berdekatan

Belum sempurna bila belum bosan
Entah mengapa aku menulis sajak indah untukmu
Memorimu terlintas landas
Padamu menjalar
Bersanggama memilah kasih dan mengerai nafasmu
Sebelum malam menjulang
Kembali di hari esok
Tertidur pulas bagai memeluk harapan-harapan luhur
Beginu pula kamu dan semesta laut menggelombang
Jika harus sirna maka pasti sirna

Surabaya, 2017

Anak, Cetuskan Keteladanmu

Bagi anak
Lahir sejak berusia bayi
Belajar memeluk Ibu
Menggoyang demi bersenyum di hadapan wajah Ibu
Belajar bersuara walau bicara tak ditata
Belajar berjalan meski perlahan akan terbiasa
Belajar bergerak seandainya tangan dan kaki secara apa adanya
Belajar bertahan hidup walau sudah beresiko
Belajar menyayangi sebenarnya tanpa meninggalkan kasih
Belajar untuk harmonis meski rintangan besar telah datang

Bagi Anak
Belum menginjak dewasa
Pikiran kekanak-kanakan
Setiap sore bermain
Setiap minggu pagi berjalan kaki
Setiap bersekolah wajib menuntut ilmu
Setiap pulang dari tempat belajar beristirahatlah
Setiap menonton televisi berikan edukasi
Setiap bercerita temukan maknanya

Bagi Anak
Bergerak untuk mengabdi bangsa dan negara
Bersinergi dalam hati dan pikiran
Berkonstelasi antara cinta dan tangisan terluap-luap air mata
Mereka lah yang menggantikan gita
Belajar adalah landasan utama seorang pelajar
Belajar tak bisa meremehkan
Tuntutlah ilmu jika akhir merasa datang
Jika menuntut agama Allah

Bagi Anak
Berpangku tangan
Merenggan tangan
Bermain dengan tangan
Bertapa pada geraian suhu dingin
Berjelaga di alam mimpi
Mencicipi di akhir waktu bila suatu nanti
Selamat hari anak

Surabaya, 2017

Takdir Jiwa

Menyiasati belenggu di jiwamu
Meracuni perkataan seraya mengucil sikapmu
Sulitnya menjaga moralmu
Meranah terguling raga diselit pengakuan padamu
Sedikit membuah kesal kepada dirimu

Mengagungkan citra melesat jauh
Menjelang dunia akan keruh
Dentuman tanah disembur api lisan diceloteh
Geseran bumi retak tenggelamkan pasrah
Tangan meleleh
Tubuh terasa letih
Melemaskan ketakdiran akhir berpadam getah
Mati menyeluruh

Surabaya. 2017

Guruku Pahlawanku

Guru
Terbentang pahlawan sekilau langit purnama
Mengajar seumur hidup
Ku gelar matahari cerah
Menyapa senyum manis kepada anak-anak
Hidupkan hati tulus
Tikarkan senyuman setiap berjalan kaki
Sekadar mencium kehormatan

Guru
Pahlawanku tanpa tanda jasa
Ketahui setiap memberi emas terbaik
Padaku dan padamu
Mereka adalah mencetus pendidik
Runtuhkan bangaa
Musuh terbesar adalah jika menjengkel murid
Musuh terbesar bila hadapi segala ketidaknyamanan
Musuh terbesar seandainya bisa mengorbankan waktu dan tenaga
Musuh terbesar jika rasa senggang berunjuk rasa karena menuntut gaji
Musuh terbesar apabila terkena bencana alam
Musuh terbesar jika sewaktu-waktu bersapa dengan kedendaman

Guru
Berikan terbaik
Untuk ku dan untukmu
Hingga akhir hayat di liang lahat suatu saat nanti
Selamat hari guru

Surabaya, 2017

Banjir Melanda Kota

Sungai mengalir deras
Serupa deraian hujan turun
Sungai hampir naik
Tanah menghasut
Banjir melanda di mana-mana
Tersambar kabel listrik
Menelan korban jiwa
Berjuang pergi dengan air meninggi
Sakit terjangkit tubuhmu
Seakan-akan musibah sebagai takdir terakhir bagimu
Terangkan jalan bila sudah berwafat
Di surga akan bersetapa denganmu

Surabaya, 2017

Musibah di Tiang Listrik

Ditabrak sisi tiang
Diantara memburu waktu
Menunggu jabatan yang menanti kamu
Mengelar karpet merah di jalan penuh pengayoman seseorang
Media diserap listrik
Mengenggam satu bahan
Tenggelam pada lautan
Hanya di penjuru pulau barat
Mengusir pohon tanpa

Monday 20 November 2017

Pahlawan, yang Telah Mengenang Kita

Wahai Pahlawan
Renggang tangan merembuk penjajah
Geraikan lawan, rombaklah negara
Habiskan pengorbanan penuh pasrah
Rela merebut bendera
Inilah bentuk kerusuhan sepanjang hidup
Gairahkan jiwa mendekap empati
Gugur dalam peperangan
Justru peristiwa besar telah datang
Rayaplah pasukan sekutu

Wahai Pahlawan
Serbu!
Rebutlah kota kita
Jangan pernah menginjak kekuasaan
Rakyat hampir ketakutan
Sementara melenyap sunyi
Darah menusuk kekalahan
Palingkan wajah lalu menunduk pada sang maha kuasa
Menata air mata bergerak sambil tergeledah penjajah sebuah perang paksa
Suatu saat jasad dikenang sepanjang masa
Selama berabad-abad telah mengundang deklarasi dan perjanjian

Bersigap pahlawan telah mengenang kita
Pahlawan tanpa pandang bulu
Pahlawan berkarya
Pahlawan hampir berdarah
Pahlawan bergejolak pada bahasa
Pahlawan tanpa tanda jasa
Pahlawan tak pandang bulu
Pahlawan merakit cinta
Pahlawan tiada cengesan
Pahlawan tanpa kebodohan
Pahlawan rela mengorbankan tanda jasa
Pahlawan kedalam
Pahlawan dipersembahkan
Pahlawan memperjuangkan beliau
Pahlawan mempersembahkan untukmu
Pahlawan memberi kasih sayang
Pahlawan melangitkan bangsa dan negara
Pahlawan hidup atau mati?

Surabaya, 2017

Dina, Mengundang Janji Pahit

: untuk Ihdina Sabili

Pertemuan tersembunyi
Serupa jahe seruput kehangatan
Tetapi meratap janji palsu
Menggelapkan waktu di sela-sela kehadiran di sini

Mengundang janji pahit
Mengarahkan perjalanan sesat
Menyelusuri laut

Bersapa senyum menumis sepi
Merupakan benang-benang kepekaan
Justru membuahkan tawa palsu
Leleh keseduhan dibongkar peluru
Ratap di tempurung hitam
Lesu mengulung meriam
Iya, tertiang cahaya padam

Surabaya, 2017

Ria, Terpisah Jauh Tiga Bulan

: untuk Ria Filosophia Dika

Tiga bulan
Ria tampak tidak hadir menggebu rembulan
Air membanjiri kota
Diapakan memungkiri hari dan tempat
Ia cemas hilang sebuah perjamuan
Hadiah palsu
Janji palsu
Sekucil status muda mengelorakan galau
Sakit makin meresapmu
Seakan-akan perutmu membesar
Selalu mencicipi pedas

Entah malas makan
Hanya diam di rumah tanpa bermain
Ia rajin memisahkan rengganan tangan
Hanya satu lirik yang terusik dari iklan televisi
Bukan seperti lirik iklan

Janji kena tipu
Traktir palsu

Surabaya, 2017

Kerusuhan Menerjang Publik

Rusuh menoleh hukum
Gelisah menatap ketidakadilan di balik undang-undang
Kesanggupan mengubah seisinya
Penjabat terlalu diam
Tak mau mengores kegempitaan
Kini meramu perasaan makin meriam
Ia akan mengabarkan takdirmu

Membesung pintu terbelenggu masa
Hukum dihormati
Tanpa sekali melecehkan dia
Menangislah jika tidak puas
Nikmati kebebasan di luar daripada protes besar
Keluarlah dan jangan menganggu penugasan pelayanan publik
Bila menyusup akan ketahuan
Jangan menguguh dendam
Sebelum meranah publik
Rusuhlah bila saatnya menjangkitkan
Kembali ke jalan entah apa adanya
Jangan sekali-kali memendam rasa

Surabaya, 2017

Sembari Menurunkan Hujan

Badai hitam telah gelap
Betapa sulit kembali ke Rumah
Wajahku remang
Menunggu terang
Sampai kapan ia menetes air hujan
Sambil menoreh awan

Gempita mengores rindu
Memar terseduh hangat minuman pelengkap
Alirkan hampa terseluh padu
Mendiami selasar
Celoteh jalan hampir sepi
Lupa sependam waktu
Seruling merobah angin
Mengaum persimpangan jalan
Sembari mengutip darimu
Jangan kembali sebelum air membasahimu

Surabaya, 2017

Sunday 12 November 2017

Wajah Bandung

Tersembar melekat sisi jalan raya
Betapa menonggak tongkat bendera
Menghampiri bahasa sunda

Mengelilingi sudut di Bandung
Tempat lembabnya perjuangan lautan api
Mengepuh rapuh di balik rentetan muara sirna tersiur sepandang
Mengeruh dening-dening pada halaman dinantikan ini

Bandung membidik museum
Jalan bernostalgia
Tanpa merembung kelam
Di akhiri Bandung sangat setia

Padamu
Melekatmu
Kembali
Dan menepi
Di Bandung
Adalah wajah kami

Bandung, 2017

Malam Akrab di Darul Tauhid

Semenjak tiga hari telah usai
Menunggu esok hari
Kembali di tanah pahlawan
Berpulang ke rumah kita
Melepas lelah selama tiga hari
Berpetualangan pada penjuru Bandung
Sore memburu buku
Sedangkan lepas dari semu bermuara di sabang kota
Kini bermalam di Darul Tauhid
Tempat berkunjung di sana
Menghabiskan satu malam
Dengan berdiam dalam masjid

Walau tidur sebentar
Jam satu dini hari melepaskan kebersamaan di sana
Darul Tauhid tempat menimpa Ilmu di pesantren
Seperti berkletheng atap kampung
Sambil bersyair di tiap kehangatan
Bagai malam menghabiskan suntuk
Kini pertama berjelaga pada tanah sunda
Suatu saat ia berbendung seusai jalan jalan di Masjid Raya Bandung
Hari ini berpulang bersama pesawat
Hari ini melangkahkan kaki di stasiun
Seminggu menginap di Bandung
Darul Tauhid akan berbolang kembali jika bersafari bersama

Darul Tauhid, 2017

Menulis Sajak di Alun-Alun Bandung

Rentetan kaki
Telusuri alun-alun Bandung
Sepanjang pagi menguyur udara sejuk
Meski ramai
Sekiranya menghujani malam
Selalu meremang rumput eksotis
Lalu tersirna panorama jalan raya
Disebut negeri pasundan
Mengepuh lantai di tanah Braga
Kerap lambaian tangan
Kembali mengudarakan burung begitu kelam

Ajarkan aku tentang sunda
Bagaikan ramai dikunjung
Bandung dijuluki lautan api
Menetas pada sekitarmu
Menoreh kata-kata
Di sinilah indonesia mengalirkan geram
Mengeluyur udara langit untuk bumi dan pemerataan keteduhan serta kemegahan di atas ufuk barat
Berpendam di lain waktu
Suatu saat bersandang
Menyegerakan liburan
Melalui sajak peka
Mengelusur untuk pasundan
Dari Bandung untuk gelorakan barat jawa

Bandung, 2017

Rembulan di Tanah Asia Afrika

Rembulan pada tanah Asia Afrika
Sepanjang hayat mengerik matahari
Bagaikan Bandung udara sejuk
Renggangkan hampa melingkar sudut kota
Lalu deraplah senanjung sunda
Menderam seluk beluk
Padat pada akhir pekan
Sementara meresap selama itu
Bawalah dalam dekapan dingin
Mengutip di bawah jembatan

Bahwa bumi Bandung
Menyimpan dokumen sejarah
Berhelatan pada persimpangan jalan
Menghempas di balik gambar
Bumi melapiskan asia afrika
Musim demi musim berdetuk itu
Inilah rembulan menjenguk asia afrika
Menyebar penjuru samudra

Bandung, 2017

Dari Kota Pahlawan untuk Tanah Pasundan

Hiruplah dingin di Tanah Pasundan
Semenjak seminggu mencicipi sarapan pagi
Detak cerah mengagumi segar sambil mengoyah hangat
Bahagiakan kebersamaan pasca meninggalkan Bandung Lautan Api
Melangkah kaki ukir sebuah otentik
Gemerlang semetik saat jalan raya dipadati kendaraan
Mengundang riuh-riuh kota
Dari kota pahlawan sementara tertinggal
Mengusap wisata bersejarah
Sepotong rindu digumamkan sore

Malam berlarut hujan
Seraya mencicipi kopi
Meranggut asa sepucuk ngopi santai penuh keceriaan
Dengarkan aspirasi di Malam minggu
Tidak bisa tidur
Bisa menikmati sensasi swafoto
Rentangkan pena mengebah sebuah catatan
Persembahkan untuk pasundan
Dan aliran yang mengerik sana sini
Inilah Bandung
Dan lautan api termegah di udara
Menakjubkan sepanjang lautan Bandung
Mengores di aliranmu
Semeluk getar memudar kelam

Bandung, 2017

Tuesday 24 October 2017

Mendengar Kesunyian di Alam Hening

Lantunkan nada sunyi
Bergumam pada dinginnya alam
Senyap pohon begitu sejuk
Persembahkan pada sang pencipta langit dan bumi
Tumbuhkan alam semesta di bumi ini
Menikmati dinginnya sedalam hening

Cinta alam begitu teduh
Selaraskan bukit
Menemani tumbuhan pohon
Jadikan alam lestari
Mengelorakan suara dari dalam
Semoga menjaga sepenuh hati
Menikmati burung berterbangan
Pagi menggelamkan hawa panas
Lalu malam mengheningkan dingin
Sambil melenyapkan angin bertiup-tiup
Jagalah lingkungan
Asri, dan Lestari

Mojokerto, 21 Oktober 2017

Thursday 19 October 2017

Duka Sehelus Rindu

Tersembunyi pada rindu
Jatuh dalam luka
Membara hujan api
Menggelora asmara
Padamu hidup
Sempurnakan harimu
Tiada lagi tentang kesenangan
Mendengar harapan begitu pedih
Bakar seisinya
Musnahkan dalam segeletak Mual
Bumi begitu sakit
Ketemu dengan sendiri

Sebelum menjemput akhir zaman
Perubahan sangat cepat
Rindu tak bisa ditinggalkan
Sehelus rindu memelukmu manja
Ku ucapkan lesat padamu
Dalam segemerlap semesta
Lenyapkan dirimu
Bila terjadi kesakitan
Sampai jumpa untukmu

Surabaya, 2017

Wednesday 18 October 2017

Ilusi Sensitif

Akhir-akhir ini
Mendengarkan pencerahan begitu buruk
Diminta untuk hutang budi
Kepadaku
Demi memesan satu tiket
Inilah yang dimaksud dengan pengorbanan terjerat korupsi persahabatan
Inilah modal utama jaringan tidak terjalani
Sampailah pada kegelisahan
Tetap mengabdi
Kepada tiang berdiri diam
Bukan orang paling awam
Tetapi mendekati hambatan
Ilusi sensitif
Tempat menuliskan lebih pendek dariapda kata
Nikmati suasana keperihan
Berakhir untukmu
Jika menulis hal-hal yang menyakitkan

Surabaya, 2017

Kedendaman Perempuan

Menabrak mobil
Jatuh di lantai
Kain robek di lutut
Menuntut untuk balas dendam
Merasa sopir merasa salah
Sakit hati membuahi sedih
Ia campur aduk
Mungkin mengaku benang merah
Hubungi polisi untuk merangkit bukti
Menabrak jiwa dan kegerahan

Seakan-akan tragedi akan menghilang
Sepertinya meresup debu
Keluar dari tangkaian emosi
Masihkah iblis menjengkeli pria
Roh jahat melawan hak propaganda modern
Kunci Rahasia hanya satu
Kembalikan semua keadaanku

Surabaya, 2017

Membaca Buku Di Waktu Hening

Gairahlah angin
Sunyi membaca tulisan
Seperti mengenggam aura mimpi
Butuhkan energi udara
Melepas sejenak untuk membaca karya
Hembuskan nafas sejenak
Pelopor ejaan tulisan

Bahasa pertaruh nyawa
Hangatkan makna
Laut membedah pulau
Salah satu luangkan rasa
Belakangi waktu
Rapuhkan buku
Sentuhan lembar yang digali
Supaya menggeliat
Alangkah indahnya
Belajar dari tangkupan awan
Jangan enggan merajut asa

Surabaya, 2017

Thursday 12 October 2017

Perjalanan Pedih Zayyin

: Kisah dari Bung Zayyin Achmad

Ketika aku berkawan dengan Zayyin
Berjalan menuju Rumah
Ia semata-semata Zayyin merasa berubah pikiran ingin bertemu Mas Teguh
Perasaan pria kelahiran Gresik
Sengaja menatap tajam
Lama-lama kemudian aku bertemu dengan sosok ganteng
Teguh dan Zhyla sedang mengambil gambar
Zayyin menatap serius tanpa segelas bahagia
"Zayyin, kamu sedang apa?" Kataku
"Diam Ivan" Jawab Zay mereaksi marah
"Kamu kenapa?" Tanyaku penuh sedih
"Kalau kamu menganggu lebih baik pulang di Rumahmu daripada dapat bahagia darimu"

Aku keluar dari pertemuan
Heran atas perilaku pahitnya Zayyin itu
Pulang dari gedung aku merasa kurang nyaman di hati
Tak lama kemudian aku pulang tanpa meninggalkan hati dan pikiran Zayyin itu
Teguh dan Zayyin berpeluk
Atas rela terima kasih atas pertemanan penuh kemesraan
Teguh tidak tahu melihat kehadiran Ivan
Ia sudah melawan pengorbanan hati dan perasaan

Di Hari esok
Aku menemui di sebuah jalan desa yang riuh
Menggunakan jalan kaki untuk sampai di sana
Untuk berjumpa lagi dengan Zayyin
Kali ini bertemunya di sebuah pasir
Zayyin merasa berubah pikiran
Bahwa menewaskan kekejaman melalui drama psikologis
Malam tiba
Aku terselumbung dengan Zay
Hampirnya sudah mengorbankan hati persahabatan
Okie mengejar Zay
Sebelum pagi
Zay meninggalkan kota tanpa bekas jejakmu
Aku menunggu Zay
Ia sudah pergi
Inilah mimpi yang mengorbankan perasaan dan hampa

Surabaya, 2017

Thursday 5 October 2017

Pengorbanan Hidup Kakek


Setelah sekian puluhan tahun
Kakek telah mengeja di kubur
Mengayomi istirahat yang tenang
Setelah menunggu ribuan tahun di Kubur
Jalani dunia hanya sementara
Sedangkan mati terdiam tubuh
Tanpa bergerak sekalipun
Sedikit menangis oleh keluarga
Bahkan setiap hari mencucurkan air mata
Yang sembari hidup di tahun kelahiranku
Suasana hampir kacau
Memukau kisah dalam sebutir perasaan
Rambut putih itu membentak padaku
Juangkan darahku
Tapi jangan hendak melawan
Kasihanilah aku
Kasihanilah kakekku
Kasihanilah keluargaku
Seakan-akan jika aku mati
Tidak bisa bersamai kakek
Melainkan genggaman tangan di kota pahlawan
Inilah aku menetap selama dua belas tahun
Lupa tidak sempat menziarahi kakek
Melainkan terima kasih telah melukai hati semasa kecilku dan
Kesakitan yang menderainya

Surabaya, 2017

Stigma Penyakit Hati

Diagnosa penyakit hati
Berawal dari suasana di rumah
Mengemparkan kerusakan harmonis antara suami istri
Sementara anaknya mendengarkan kata-kata yang menyakitkan
Jangan berlayar sebelum izin
Mengapung kasih begitu tenggelam
Selahkan dalam keajaiban tuhan
Terjebak stigma penyakit hati
Lalu kemudian ia enggan lari dari sepenggal drama
Jatuh dan akhirnya dicambuk pada punggung anak
Kesakitan dan tak berdaya
Ulah mengotori campuran aduk
Seperti krim yang meleleh karena sinar matahari
Masihkan mengamuk sebagai kedendamanmu terhadap parahnya sebuah kemanisan keluarga
Percuma saja meninggalkan segala kenikmatan
Justru mengusir dari majikan
Semata-mata di rumah majikan ada pembantu
Pecah tanpa sengaja
Sekali mengamuk dijelma sebuah tragis
Menendang orang lalu paksa keluar
Dipotong gaji justru kurang cukup kebutuhanmu
Ini kisah yang mengayomi sebuah pesan moral
Bahwa siapa yang memerankan hati yang terluka akan mengutuk bintik-bintik
Penyakit tubuh dengan sebutan mantra balas dendam
Petir menyambar lisan begitu tidak sopan
Sepatah kata liang lahat akan menjemputmu
Tidak menanyakan pada mungkar dan nakir
Tetapi mengutuk jadi sakaratul maut
Inilah sajak yang merujuk stigma
Melalui penyakit hati sebuah kisah
Penuh mematikan dan memedihkan jiwamu
Suatu saat pasti tak bisa diprediksikan
Melainkan qodha dan qodar akan mendatangkan maut selamanya

Surabaya, 2017

Istimewa Kepada Tentara

Selalu mendekap di lapangan
Cinta bukan lagi dimesrakan
Istimewa untuk keamanan wilayah
Sikap begitu sempurna
Tegakkan amanat tanpa terpecah politik
Kobarkan semangat di usia tujuh puluh dua tahun
Setelah Indonesia merdeka
Amankan kekuatan
Tanpa kemalasan sebelum mencambuk lingkungan tentara
Laksanakan ajarannya
Ku lekatkan eratmu
Mengagungkan citramu
Menuai semesta alam

Surabaya, 2017

Wednesday 4 October 2017

Preman Bedebah di Jalan

Ku lari ke jalan kemudian polisi ditilang
Ku kabur dari tenda lalu ditangkap
Ada jalan lain yang bisa di luaskan
Seandainya preman bedebah nakal di dalam jalan
Nekat menerobos lampu
Setiap hari rampas barang milik orang
Tanpa seizin pemilik
Akhirnya ambil paksa
Beberapa jam kemudian ia lari di suatu kampung
Bagaimana lagi menyusahkan uang
Bukannya penuh nikmat
Melahap harta dan nasibmu
Kalajengking menyengatmu
Meluap racun dalam kepedihan api
Membakari tubuh
Alergi menyiksakan hati
Mati tanpa betah di dunia

Surabaya, 2017

Ketajaman

Pisau ditancap
Jika melawan dengan aku
Maka terimalah penuh kebiadaban
Hadapilah bila berani
Teganya mengusik hati
Tajamnya hasrat bila kasih telah lepas
Teganya melawan keadilan
Sulitnya menerima keadaan
Bila menaksirkan keadaan dan gemparkan pancaran darah
Tidak mau diperhatikan
Tetapi akan mencekam seumur hidup

Surabaya, 2017

Belenggu Perempuan

Yahudi merasuki muslimah
Ucapan tidak peduli apa itu ajaran agama
Hijrah masih buntu
Terbelah di dua sisi
Sisi pertama terjerat akal secara kritis
Sisi kedua perasaan akan kejam bila lisan memuat kotoran
Yang menyakiti seseorang
Belenggu terpesuk sesat
Jiwa perempuan selalu gaduh
Tawa keras
Banyak bicara
Tidak peduli situasi
Aku tahu hanya sepintas godaan pria
Yang tak menilai sisi sikapmu
Tersadarkan melalui mantra

Apakah tahu lagu Cinta ini Membunuhku?
Mengisahkan cinta yang ingin membunuh kekasih
Di samping itu perempuan sudah menjerit kesakitan
Ia akan mengepal mantra yang dilantunkan
Betapa sulitnya menerima takdir
Ia tidak bisa ditolongi
Resaplah kejiwaan yang berujung kesurupan
Pohon yang membantai malam
Yang berujung nyawa terhisap oleh hantu
Kasih tertinggal
Melainkan kesakitan parah berujung pada kesengsaraan
Hingga mematikan emosi yang tak terkendali
Tempramen jin memecah masalah
Sampai sekarang perempuan terhinggapmu sepanjang masa

Surabaya, 2017

Di Tengah Shalat Nafasku Tersengat Nafas

Lekat nafasku tersengat
Pelan tapi tak tahan
Entah kenapa keadaan begini
Mungkin terlantang dalam situasi genting
Ketika i'tidal sudah nggak kuat nafas
Aku berada di paling kiri bagian depan
Seusai shalat langsung menghindar
Saat dzikir aku berada paling belakang

Surabaya, 2017

Melihat Wajah Pagi

Terpandang kemarin
Sambil mencicipi popcorn
Menikmati film yang disajikan
Tidak bisa tidur
Kapan tuhan menidurkanmu
Tidak menyangka mataku melek
Ingin menonton bola
Alangkah baiknya tersurut malam
Lelap menatap televisi
Mencekik terdapat di dalam film horor
Burung hantu suntuk di batang pohon
Andaikan menatap wajahmu
Memeluk fajar sebelum berjumpa esok
Pelangi terpangkas
Bangun kesiangan
Seolah olah ingin melihat pagi
Tiba saat pagi sudah mendadak terlambat

Surabaya, 2017

Menulis Sajak Di Tengah Hujan

Cinta tersilir jauh
Khayalan hati terbengkalai
Lalai mencari tempat kencan
Hujan memisahkan antara berdua
Menuliskan sajak
Di tengah redupan hujan
Memilah di antara gerapan daun
Terbangi impian di sana

Petir menyambar waktu
Tidur tanpa disengaja
Selalu tersenyap di balik redapan hujan
Aku selalu berharap
Sajak terarungi manja
Lahap tiap hari ke hari
Lelapan angin mengantar hening
Bersama menit yang tertembus dirimu
Andaikan nyanyian tersiar di halaman
Deningkan sajak pelepas memoriam

SURABAYA, 2017

Hujan, Penghilang Krisis Kekeringan

Keberkahan telah datang
Serupa doa yang dipanjatkan
Sebuah sujudkan yang dipersembahkan
Meminta hujan penghalang krisis air bersih
Tanah retak menghempas resah wajah warga
Di sawah gagal panen
Justru kehilangan gaji
Setelah dua bulan menyiasati nasib pekerja
Dengan bekerja setetes keringat
Tidak rela memungkiri hidup
Terlesap titik titik air
Badai hitam tampak tiba
Gelombang air menambah
Sekadar datang kembali dari sini

Jemput di daerah hutan
Melangkah kaki di sudut tanah
Rebah senja sebelum pulang
Hujan tergores desa
Sampai akhirnya
Lepas dua bulan
Hujan
Penghalang krisis air bersih
Syukur tuhan menghampirinya
Kiranya berkah memenuhi kebutuhanmu
Dan terselembuk pada dataran
Senangnya bisa menanen air
Membersihkan seluruh kotoran pada tanah

Surabaya, 2017

Senyaplah Dikenang Wanita Lemah Lembut

Senyaplah pantai di tengah malam
Menikmati kepergian setelah wanita lemah lembut hampir terlihat bisu
Jauh-jauh bersebrang jodoh hampir terbelah
Sampai berapa pun dekat tidak memumpuni
Berada di sampingmu
Bukankah pulang dengan tangan hampa
Memegang kodrat meski lumpuh

Surabaya, 04092017

Pengabdian Sang Pujangga

: (Alm) Gerson Pyok

Pengabdian cinta
Ia mengusap debu debu gejora
Dengarkan dongeng yang dinyanyikan
Pasir mengelilingi langit ketujuh
Mengasihi pantai yang terbuang
Ambil batu bata yang mengores pengorbanan
Mengusap kursi dilebarkan
Menikmati musik yang ia dengar
Tuliskan sebuah cerita untuk anak
Berjelaga pada suatu hari
Meskipun berkata-kata sulit dibayangkan
Terlintas dalam pikiranku
Dan alam batinku

Surabaya, 2017

Remaja Budak

Kalangan remaja kampungan
Tiap hari cangkrukan
Meniup tawa dibilang bodoh
Siapa bilang preman mempental mental
Itulah preman membentak anak muda
Masa emas bagi pemuda itu sudah biasa

Tersimpang siur
Dan mengais hamparan debu
Memilah hampa di malam sunyi
Dunia bukan lagi di peras
Melainkan jadikan remaja budak
Yang menodai rindu dan kenangan
Menjenguk kubur ditutup hidup-hidup
Sampai sekarang mengulur di simpang hampa
Inilah mengakis sebelum beranjak kematian

Surabaya, 2017

Remaja Asin

Kau tahu membelakangi posisi
Takut diadili
Bahkan mencuek habis
Pacar ditinggal
Inilah hanya menimpali ilmu cinta
Hadapi pasangan hati yang tak mau di lepas
Keningan tangan mencium
Saat berkencan rasanya santai
Bersama berdua di plaminan
Maukah jadikah aku remaja asin
Seperti manusia memakan garam

Surabaya, 2017

Thursday 28 September 2017

Preman Bedebah di Jalan

Ku lari ke jalan kemudian polisi ditilang
Ku kabur dari tenda lalu ditangkap
Ada jalan lain yang bisa di luaskan
Seandainya preman bedebah nakal di dalam jalan
Nekat menerobos lampu
Setiap hari rampas barang milik orang
Tanpa seizin pemilik
Akhirnya ambil paksa
Beberapa jam kemudian ia lari di suatu kampung
Bagaimana lagi menyusahkan uang
Bukannya penuh nikmat
Melahap harta dan nasibmu
Kalajengking menyengatmu
Meluap racun dalam kepedihan api
Membakari tubuh
Alergi menyiksakan hati
Mati tanpa betah di dunia

Surabaya, 2017

Gunung Agung Meletus

Gunung meletus
Menyebar asap vulkanik
Di musnahkan melalui hujan abu-abu
Datanglah penyakit pernafasan
Tidak lagi hujan air
Apalagi badai hitam
Mengguyur di sudut kota
Melayang pada terjangan asap
Bakarlah semesta
Mengalirlah ke tempat pengungsian
Kejadian tepat pada peristiwa bencana
Penderitaan akan mengutuk langit
Jika sewaktu-waktu meletus di tempat kiamat seperti zaman gunung meletus di tempat pada umumnya

Surabaya, 2017

Aksi 299

Aksi 299

Hari ini adalah penolakan kebijakan
Sudah seharusnya membubarkan ormas
Sesuai kantong izin undang-undang
Telah menerima atensi dari masyarakat
Kini masih pro kontra undang-undang pembubaran ormas
Apalagi lingkungan hukum atas meremehkan ideologi negara
Inikah jalan baru untuk nasib ideologi Islam kepada rakyat
Mengapa terjadi lagi belakangan ini?
Aktivitas terlalai usik
Terjelaga di tembok belakang
Depankan kejayaan umat
Bukankah aktivitas politik hukum telah terpecah
Menjadi sebuah polemik yang kepanjangan
Inilah takdir ormas
Dan hidup kerakyatan yang menginterpretasi hukum dan kewarganegaraan
Seakan-akan sampai kapan mulai terjadi lagi
Sudah saatnya kita membentengi jawaban terakhir sebelum membakar peristiwa satu abad

Surabaya, 2017

Mahasiswa Kritis

Gemuruh akalmu
Terpental kalbumu
Terasa dihakimi
Serasa berat memikirkan sesuatu
Dibakar saja ilmunya
Daripada menerima tanpa bukti benar
Mengayomi rakyat
Turun di jalan
Jangan sekali menerima tantangan
Rekam kalian apakah rakyat akan dimusnahkan

Surabaya, 2017

Kehangusan

Lelap dibakar massa
Sekiranya sengsa membara pada api
Terdenyut senyapan takdir
Gesahkan setiap detik
Entah hangus memelik hampa
Sembari menunggu keresahan
Di balik buliran kisah
Bahwa awal dari segala ketidaksengajaan
Tergeletak di balik kalbumu

Surabaya, 2017

Sambar Hujan Di Awal Musim

Hujan telah turun
Salah sangka ia menetes air pada awan
Bercurah pada dening dening keriuhan
Apa sebenarnya arti sambar hujan di awal musim?
Benarkah titik turun dari tersinai
Menguras kalbumu
Gemuruh detak awan memikat
Menyerukan langit biru begitu tergeliat
Jatuh tanpa bangkit lagi
Mengukir lukisan terdiri dari amplas
Berangkat pada kesenyapan

Surabaya, 2017

Gunung Agung Bersenyap Abu Vulkanik

Sinambung
Meletus cepat
Turun hujan abu Vulkanik
Mencetus virus dalam organmu
Seakan akan sakit jika dekat dengan gunung
Lebih baik menghindar
Tiba tiba merobohkan bangunan
Lari mengejolak hamparan debu

Merapi
Lokasi keturunan Mbah Maridjan
Tapi bangunan runtuh
Juru Kunci Merapi telah tewas
Sebab menjaga warisan leluhur
Namun apakah vulkanik memakan korban jiwa
Atau sewaktu-waktu gunung mengamuk di hadapan lingkungan desa
Malaikat tanpa bisa apa-apa
Pedang menyala
Menonggak kekuasaan demi keagunganmu

Agung
Ternoda zaman
Meletus saat musim kekeringan
Hari meski puruk
Bila beraktivitas di kedalaman agung
Maka bagaikan akhirat menyambut matimu

Surabaya, 2017

Friday 15 September 2017

Mahasiswa Kampungan

Mahasiswa tinggal di kampung
Seperti bercengkraman di warung
Bersapa kopi hangat
Meresat hampa entah buang pada sembarang tempat
Kadang mengacuh resahanmu
Sementara membakar cemburu
Karena ilmu malah merebutkan cinta
Pikiran lalai
Ketika mati rasakan jiwa yang resah dalam keabadian

Surabaya, 15092017

Mewarnai Wanita Mulia

: Untuk Elok Faiqotul Himmah

Dimulai obrolan santai
Untuk mewarnai cantikmu
Entah belum bersapa
Ku teruskan pada maha agung
Wanita mulia hanya memanjatkan pancoranmu di sana

Surabaya, 15092017

Doa Untuk Gadis

: Kepada Nora Nur Hasanah

Ya allah
Pilihkan hati yang lembut
Mengharumkan bidadari
Melangkah bunga yang mekar
Memetik tangga larungkan awan yang lembut

Ya Allah
Berilah kesucianmu
Semerbak pada air mancur
Baktikan padamu
Bukan menaksirkan cinta
Melainkan persahabatan di ujung hampa

Surabaya, 15092017

Membaca Tulisan Beliau

Lembutkan pikiran
Mengasah jiwamu
Menerbitkan sebuah pustaka
Yang akhirnya membawa nafasmu
Sementara ditinggal manusia
Dikenang sepanjang masa
Inilah yang melembutkan jiwa dan raga
Mengempar pada air mata
Kata mengarungi keresahanmu
Membaca tulisan ditulis seumur hidup

Surabaya, 15092017

Tiada Peduli Kecuali Akhiratmu

Tidak ada peduli
Kecuali akhiratmu di sana
Seperti semerbak mengelora nusantara
Membawa takdir pada hidup ini
Membaca sebuah kalimat
Ia enggan dibacakan
Tidak layak di dengar
Sementara tubuh masih merampung lubang di organ dalam
Membawa air di tengah kejatuhan
Inilah keluhan terakhir sebelum menindas
Salah asuhan mempukat kematian
Kecuali akhirat merenggang siksamu

Surabaya, 15092017

Kereta Sunyi

Memandangku pekat
Hilangkan sesat
Saat perjalanan berlangsung
Menikmati bersamamu
Sepukat amplop di kaca
Berlesap pada namamu
Sunyi menderai di sana
Sementara memukau di matamu
Ku hinggap suaramu

Surabaya, 15092017

Balada Preman

Seorang preman berkulit hitam
Yang menyelaraskan hidup dan lisan
Bicara tak bosan menghirup roko
Balada preman membelenggu zaman
Titik hancur mengikisnya
Pulang membidik perasaan
Atau seterusnya
Rintik-rintik api menetes
Seorang penghujat rindu yang terpisahkan waktu dan ruang
Itulah senyuman pahit
Mengigit perasaan yang sangat asin
Begitu pula membenah di akhir waktu

Surabaya, 11092017

Tuesday 15 August 2017

Jatuh Pingsan

Berdiri di tengah terik matahari
Entah belum sempat sarapan
Badan semakin jatuh
Lemah tak berdaya
Kembali merujuk di sebuah pertolongan pertama
Tubuhku merasa lemah
Pagi tidak makan
Siang tidak makan
Sore tidak makan
Malam tidak makan
Dini tertidur

Surabaya, 14.8.2017

Masa Lalu Merumpang

Dunia telah rapuh
Mengepung penjajah
Serupa runtuhan mengetak roboh
Terjun pada hujan sepi
Sembari mengemu arti
Redup memalingkan bintang
Waktu bukan sekarang
Melainkan sudah membalut sejarah
Di sudut meremuk tanah

Milik bumi begitu rapuh
Jika mengepuh derah
Bila bening memuat gelisah

Surabaya, 14.8.2017

Menjerit Air Mata

Balita hendak meminta sesuatu
Seperti apa yang hendak dipertanyakan
Percuma saja air mata menetes
Gerai angin tanpa bisa keluar sesudah menderu
Lepas dari jeritan
Tidak ada membangkai mimpi terkelupas
Salah sangka membantai organ
Siksaan terpendam padamu

Surabaya, 14.8.2017

Getah Menderai Langit Siang

: Bung Zayyin Achmad

Getah mengarus siang
Lelah terkelak-kelok dalam berbaring
Seperti pula menderai langit siang
Ajaibkan padamu sebuah pontang
Ditambahkan kopi hangat menghilang rasa galau
Merintih hujan menunggu pulang
Hingga titik terang
Tiada mengeluh keringat menghampa padamu

Surabaya, 14.8.2017

Sampaikan Padamu

: Teguh Wibowo

Terengah-engah pipimu
Membela dirimu
Genggaman tanganmu
Erat abadi tersenyum di sisimu
Memanggang di balik helus perutmu
Sampaikan satu kalimat untukmu
Resap memancar cahayamu
Bukan perempuan tersendang mimpimu
Bukan manja tetapi pria adalah lawan dari keberanianmu

Jombang, 13.8.2017

Mendengar Rekaman dari Almarhum

Ketika pidato menjadi penjabat
Merekam suara yang meringkas waktu
Takut diredup zaman bila peristiwa reformasi
Ketika rekaman pembunuhan tujuh pahlawan revolusioner
Ku pasti cela mengenggam satu
Berikan satu suara sebelum nafas terakhir
Tidaklah kau tersembunyi di balik gangga
Ku tahu terpaku arsip rahasia
Semua berkat rahmatmu

Surabaya, 11.8.2017

Narkoba Tanpa Kunjung Usai

Negara penuh mengonsumsi obat terlarang
Inspirasi terus kehilangan
Mengejar kesenangan penuh duniawi
Tidak ada mengajari landasan agama
Tersanjung langkah begitu mengetuk titik hampa
Hati tersumbur jelata
Menghambur dosa tersiur organ
Tak tahu arti wawasan
Harus memundak di ranah hukum
Atas pengorbanan yang buruk menjadi dampak merusak kebatinan jiwa

Surabaya, 11.8.2017

Sayonara

Terbentur pohon sambil menderita
Mengetar langit di atas pancoran
Duka mendalam bagimu semesta
Senandung tubuh lemah tanpa berdaya
Minta tenggelam mengamplas luka
Izinkan tulang belulang mencabut nyawa
Menari sebelum sedih meramu namamu
Dalam senandung kubur tersalut padamu
Hangus seumur hidup

Surabaya, 11.8.2017

Menunggu Kurasnya Waktu

Waktu telah menguras tenaga dan pekerjaan
Siaplah menanggung beban kepadamu
Sering menikahkan jantung dan hati
Sambil memeluk ayah di tengah menetes air mata

Menguras waktu
Mengarungi senanjung hamparanmu

12.8.2017

Sang Difabel Sebagai Penguasa

Dilahirkan cacat
Berawal segala keresahan
Cobaan menghalang tiada habisnya
Seperti pemukiman di karpet kegelapan
Kursi roda hendak memimpin
Sedangkan diriku tidak tahu arti kontribusi
Semua itu awal dari kegagalan
Belajar membuatku paham sebuah makna
Difabel sering mengeluh apapun

Kini berkuasa di hadapanmu
Terima kasih untukmu walau tertatap layar
Sekiranya berkokoh sambil di dampingi kawan setia
Seperti tali saling terikat satu sama lain

Surabaya, 11.8.2017

Generasi Hitam

Catatan pena hampir lepas
Setelah keramaian berujung sepi
Namun kenapa catatan tersimpan melalui karya tulis
Memeluk rindu seolah-olah bergeming di tepi kubur
Awan hitam menepis kelam di samping layang-layang
Lepaskanlah gejala keramaian
Seakan-akan berhenti dari produktifitas dini

Seandainya pergi
Menemui masa lama
Entah apa yang mereka lakukan
Menjadi suatu harapan yang meski dikabulkan
Terhilang dari segala kalbu
Bukan lagi generasi lama
Baru saja terhinggap lalat
Sebuah garda datang di ujung terakhir
Mati tanpa memecah belah

Surabaya, 9.8.2017

Thursday 10 August 2017

Artis Terjerat Narkoba

Tahun demi tahun
Panggung hiburan mengonsumsi ganja
Penggemar telah hilang
Penjara ku nantikan
Serupa membalik semua kejadian sekarang
Menjadi kesadaran begitu tolol
Kolot tersimpang siur
Hukum menjemput sana

Hukum sudah ada
Jangan membebaskan secara damai
Ini adalah keuraian hidup
Dan lebih dirembuk pada sendiri
Dari gejala hampir mengusik
Andaikan ku tahu penjara adalah nyawa terakhir
Sebelum beranjak di penjara
Tanda terakhir bagimu
Bukan awal dari kecil bisa mengonsumsi rokok
Sementara generasi hampir lepas
Memutuskan hakim tetap bersalah
Melainkan nyawa hukum telah merebahmu seumur hidup
Artis bujang sampang silir
Laut emosi menjadi halunisasi
Gimana lagi penjara adalah tempat tinggal bagi penjahat

Surabaya, 10.8.2017

Penipuan

Pengalaman paling berharga bagiku
Ketika memecahkan rekor baru menemui sejarah baru
Terkesan berkah jika rezeki telah melimpah
Telah mengabulkan permintaanku setulusnya
Semua akan percaya bila bisnis terbaik sepanjang

Namun apa jadinya bila bisnis sukses
Ditaburi sesuatu yang licik
Bahkan menambahkan uang berkah
Seandainya pergi tapi janji akan palsu
Semua berawal dari kambing hitam
Kiranya ia enggan berbohong
Semua ini karena ulah direktur
Dan usaha membelenggu kegagalan
Penipuan sebuah harga palsu bagimu
Dan seuntai api kekal di balik jeruji

Surabaya, 10.8.2017

Bakarlah Hidup-Hidup

Kutuklah kau sebagai pengambas manusia
Merujuk serahkan pasrah berguling ke cairan magma
Tiada satupun menguasa di jalanmu
Atas pengorbanan di lampiaskan kekejaman
Pedihlah kau tanpa mengesat jiwamu
Hanya berkeringat sambil mencecer

Jatuh di lahap cairan api
Sekali sentuh tubuh terasa lenyap
Kaki kesakitan begitu meluap
Siksa ucapan entah kehilangan harapan
Supaya tidak mengutuk hidup-hidup
Semua akan berada di alam kegemuruhan
Jiwa tertandus
Runtuhan aspek alam telah retak
Artinya semua akan hilang sekejap

Surabaya, 10.8.2017

Sebelum Pulang

Sesuatu ku selesaikan
Masih banyak waktu dituntaskan
Seperti halnya digelut payung
Membuahi tangan tergetar
Tubuh terasa capek
Kembali padamu
Kemudian malas mengotak-atik
Demikian juga mengayomi senja
Kembali pulang bukan kembali di sini
Membelikan sebuah buah tangan jika kembali

Surabaya, 10.8.2017

Sebutan Kalbu Padamu

Sebutan kalbu
Sembahkan padamu
Dipanjatkan doa dalam impianmu
Kemudian meramu kesal
Selepas darimu
Mungkin akan terpapan pada cemburu
Keluh kesah menguyur dirimu

Bukan lagi di hampas
Sebuah nafas panjang dihirup
Bagai jauh di sebelah laut
Bukan saatnya untuk memanja
Kiranya memalingkan kegayuhan
Bukan lagi terbang menyebrang di sana

Surabaya, 10.8.2017

Menanam Hati Pada Dirimu

Langit menjamu pagi
Selimuti senandung nada tersilir
Membara panorama di ujung sepi
Bening menanam hilir
Rumput mengemu satir

Memanjatkan padi terusap angin
Begitu pukat pada serdadu lintang
Hampiri hati bersih
Serupa kata tak bisa terucap
Seraya merangkut masa
Persembahkan untuk dening-dening getah
Seraya merujuk hampa menghampirimu

Bukan lagi meniup umbun-umbun malam
Setiap waktu memilu rembulan terbelut senyum
Setiap nafas dihirup hasilkan selipan esok

Surabaya, 10.8.2017

Senja Membalut Kabah

Hujan Selimuti kabah
Suasana makin mengeluh
Sesali hidup secara resah
Duduk sambil bergumam teduh
Pagi dingin bening terseduh

Kiranya siang bernafas lega
Sesuai lelah bernafsu manja
Purnama meramu senja
Bangun dari membalut gempita
Seperti memanjatkan selera
Nikmati malam tidur penuh asmara

Surabaya, 10.8.2017

Sementara Majikan Usir Pembantu

Majikan dibentak terus
Kamar berantakan tanpa alasan pasti
Mengacaukan hidupku
Mengusut lumpur dinding
Anak memakan kue milik kerabat
Anak pembantu sangat prihatin
Secara tidak tahan maka keluar dari rumah mewah

Menendang paksa
Hujan memenjarakan hati dan pikiran
Anak terkurung di dalam
Majikan sambil membentak darah tinggi
Usir langkah berat
Lalu siapakah yang bereskan semua pekerjaan rumah

Surabaya, 5.8.2017

Kumandangkan Cuitan Kasar

Burung berkicau
Bersebrang tepi jalan
Seraya melekang api
Kumandangkan cuitan sensitif

Kaulah korbannya
Memainkan hati dan rindu
Langit bertabora
Luka mengasap daya
Sebelum menular dekat

Seperti membaca pikiran
Kemudian sembunyi
Di balik debu tersiar
Api dan pisau berbatang tiga hadir
Lalu membunuh dengan sengaja
Dengan tembok menembus akhir

Surabaya, 5.8.2017

Menuangkan Dirimu hanya Berdua

: Yuni Kartika Sari

Kini mencicipi karya
Tanpa dipertemukan aku ditengah kebuntu waktu
Carikan ruang kosong
Di sana sangat pahit
Pandangan bangkalan telah asam
Menuangkan cinta bukan ciuman kata-kata
Dirimu hanya berdua
Antara kepercayaan dan ketiadaan
Sebut saja sejatinya memeluk wangi sehelas pati senanjung nada
Kini melumrahkan kau dan bayanganmu

Surabaya, 2 Agustus 2017

Thursday 3 August 2017

Syiar Senja

Bagai syair mengambang laut sore
Tersilir bening-bening kalbu
Dia tercipta rabu hening
Sementara di sana masih menikmati
Tenggelam wajah terarungi samudra
Membekas pada hiliran debu
Panggil ayah dalam pasir
Jatuh tanpa dilontarkan sebuah lagu
Terpintas kalbumu
Sore menjelang malam
Gulung waktu hingga berputar

Surabaya, 1 Agustus 2017

Mengapa Aku disebut Lelaki Strawberry?

: Ayu Wahyuniar

Apakah aku disebut kura-kura?
Mengapa aku diberikan kura-kura?
Entah kenapa kamu menyebutku strawberry?
Sebut manakah surah yang dituliskan?
Siapakah pelaku yang memberikan semacam surat panjang?
Mungkinkah berdasarkan realita dan kenyataan?
Inilah yang disebut keangkuhan diriku?
Dan sebuah kegempitaan yang tergema nada agung inikah yang disebut api yang berkobar-kobar?

Surabaya, 30 Juli 2017

Suara Kampung Sangat Berisik

Mendengar seseorang bercerita
Sedangkan aku di dalam terlalu berisik
Kemudian ingin bunuh
Sanggup getah suara akan diakhiri kematian
Seperti debu tersiar padi
Teriak tangisan tersinggung pada kelabu
Ku dampingimu
Entah apa yang diperbuat
Daripada tersiung bawang suara tak begitu kuat
Berbaring dalam tidurku

Surabaya, 1 Agustus 2017

Betah Bersama Laut Biru

Laut bolak-balik mengambang lalu diterkang angin mengelup senja
Sebuah mengeloteh sunyi di sudut pelik meski betah bersama langit biru
Kemudian menanjak sebuah kelompak mata menyinari matahari
Lalu tersendap di embun dingin meski terkelupas di arah keteduhan
Sungguh menatap indah di gemari pasir bergelombang
Seperti laut tersiung payung-payung kelirikanmu
Sampai saat terbawa angin membajak mata

Surabaya, 1 Agustus 2017

Monday 24 July 2017

Runtuh Diri Pasca Ramadhan

Manusia berlabel setan
Ku lengkung jari-jari kesakitan
Pasca ramadhan tahu rasanya
Betapa jari terbakar
Kaki lumpuh
Paru-paru hampir mendesak
Jantung segera sakit
Wajah semakin keriput
Bekas rokok di organ tubuh
Tangan melembek

Berpasrah diri
Tak satu pun peduli terhadap dia
Usaha tak menentu sia-sia
Menangis di lenggang waktu
Mati rasa dunia akan merebah
Menggengam wajah begitu tak sadar
Terus menjangga gandum keresahan
Membentang sayup-sayup mentari jika ingin bahagia
Merembuh-rembuh rentang senja
Serpihan angin-angin meredup pada asa
Jatuh bukan alasan
Tanpa pura-pura menjadi apa
Sudah ketahuan pada ranah publik
Gersang memapuh liang lahat

Surabaya, 19 Juli 2017

Dimanakah Jalan Untuk Mengayomi Organ Politik

Merebah politik
Sudah membedah saat berita dibacakan
Saat disebut nama penjabat
Mengayomi sebuah kalimat rahasia
Tersyiar angin dibesung pagi
Padati demo
Organ politik mengumam kondisi negara itu
Satu demi satu peristiwa dibidik
Sebelah pandang mengobar api penjara
Tiada lama dikebuti
Selama berkawal dikutip kata politikus
Mengebah hampiri badan begitu punah
Jangan bahagia pada serpihan permen
Tanpa menyiati iman dalam sekujur kehormatan

Surabaya, 19 Juli 2017

Pertemukan Drama lalu Dihadang Pertentangan Satu lawan Satu

Pertemukan drama
Semacam penampilan teater
Segala kehormatan berujung babak belur
Balas budi diganti suasana dendam
Kepada langit penguasa
Dihadang pertentangan satu lawan satu
Cabut segala hak priogratif
Sebuah jawaban tanpa dikenakan penjelasan
Dibelah jiwa tanpa arti
Sebuah pengkalan kata-kata yang terbenang pada jiwanya
Mungkin iringi nada kegaduhan
Inisial siapa yang telah bukti sebagai tersangka
Sesuatu yang berlebihan
Akan terlibat dalam hukum

Surabaya, 19 Juli 2017

Cabut Nyawa Manusia Tanpa Bersalah

Jelas cabut setiap mengubah kesan asam
Kemudian dipajang manusia tanpa bersalah
Bila terduga masalah besar
Buah manggis di makan apa-apa
Terus terang terpaku parutan ginjal
Dendam tanpa pernah ada
Hanya sekilas khayalan
Bahwa bukti mengerabah bocah cilik
Tentang suara mainan mengutuk anak-anak
Tenggelam masih memikirkan masa perih
Pikiranmu membelenggu apa-apa di waktu yang lalu
Di mimpi bawah sadar tersandur janji
Membelah hidup tanpa dibela habis-habisan

Surabaya, 19 Juli 2017

Zayyin di Pertemukan Kopi pada Buah Malam

Ketika malam beristirahat
Sambil menyuduh kopi manismu
Membaca menjenguk mantan
Miliki penilis sendiri
Dipertemukan kopi hangat
Pada malam tersimpan raga
Tak lagi dibincangkan
Hanya sekilas bacaan anda
Tontonlah malam gemerlap sunyi
Zay ke sini hanya nemani sendiri
Bersama kopi dan buku dijadikan satu
Dalam sebuah rembulan fajar
Sebelum subuh usai terbitlah matahari senyum

Surabaya, 19 Juli 2017

Zayyin Ditaruhkan Nyawa Hukum di Sebuah Langit Surabaya

Jantung hukum
Membedah nyawa dipertaruhkan negeri
Begitu pula tersimpan kaku ucapan seakan sia-sia meratap tembok
Berisi kumpulan cinta tanpa disembuhkan hati dan rayuan gombalmu
Sebuah langit memedam kota Pahlawan
Lari pada semak belukar
Ku memutuskan untuk maju
Hadaplah darah mengerucut asas gandum jiwamu
Sepatah satu dua kata
Akan menapan balik jeruji

Surabaya, 19 Juli 2017

Berbuah Pahit

Dicicipi kulit buah
Tentu rasa pahit
Genting di ambu-ambu langit kepedihan
Wanita menjerit air mata
Lalu tersambat pahit berkencan
Andaikan berbuah pahit
Selimuti pening kerembukanmu
Jelajah di suatu tempat
Tidur pada tanah kusut
Tanpa layak lelap seperti hendak berjelaga sendiri

Surabaya, 19 Juli 2017

Monday 10 July 2017

Masa Tegur

Pagi-pagi dibentrok
Ditengah jalan masih tawuran
Di pinggir jalan pada gerebek PKL
Meleset laut menghuni rumah begitu kumuh
Preman berkeliaran di jalan raya
Balap liar bersuara keras
Bersimpang siur mengeming sampah
Masih saja melanggar rambu lalu lintas

Masa tegur telah datang
Kamu tak akan dimaafkan
Kamu tak akan diampuni
Kamu tak akan ditolongi
Kamu tak akan memberi sesuatu
Hanya hari akhir terlembur api
Melembumu sampai tubuh kekalmu
Sakaratul maut menjemputmu

Jember, 10 Juli 2017

Wanita Duduk Pada Malam itu Terlalu Cemburu Walau Lepas dari Jomblo

Wanita duduk
Di suatu taman yang bergeming rumput-rumput itu
Sembari lepas dari jomblo
Seusai cemburu membakar hati si cowok
Di antara cinta yang dipilih
Hanya sekian cocok
Menemukan selera sangat pas bagiku
Bagai coklat di berikan pada pandangan pertama
Ditengah kencan lepas amunisi kebahagiaanmu
Lebih baik pergi daripada mengembara sayap-sayap purnama
Rentang tangan lepas genggaman tangan
Cinta teramblas nasibmu

Meski meluap tangisan air mata
Pada kencan terakhir
Ada pesan terakhir yang disampaikan padamu
Jangan enggan mendekatiku lagi
Akibat seenaknya merebut kekasihmu yang sudah duluan diincar
Tanpa menduga terasa beda
Kini tak terasa memakan waktu,
Ungkapan, rayuan,
Puisi, curhat setiap hari,
Bertemu pada kencan,
Dan segala hal akan diakhiri
Cinta segera mati
Kamu mau putus

Jember, 10 Juli 2017

Dua Belas Tahun di Surabaya

Menetapku di rumah selama ini
Terenyap-enyap pada kemaluanku
Pesan tertulis
Betapa cinta dari kemalasan
Susah payah mencari sekolah
Awalnya menyusahkan egoku
Paksa masuk sekolah
Malas hari pertama sekolah

Betapa kejutnya dibentrok oleh egomu
Selepas dua belas tahun bersekolah
Berjepuh di kampus teladan
Ku sampingi dewasa
Hingga terkiprah
Menganugerahi tuhan yang maha esa

Jember, 10 Juli 2017

Terluap Lapindo

Lumpur mengumuh Sidoarjo
Pesan tersirat panjang
Gemuruh malam tak terlihat
Seperti keajaiban terlekang waktu
Ditilang jalan-jalan
Yang layak dilenyapkan
Mengerut matimu sampai hampa

Jember, 10 Juli 2017

Indigo

Supernatur terdampar di hutan
Baca fikiran saat terjadi
Bertengkar antara keresahan yang mempedihmu
Mata terpenjam
Lalu hantu menghinggap pengunjung rumah
Terjepit di antara pintu yang dikunci sendiri
Tanpa dibuka pintu
Setidaknya kau diakhiri sampai disini

Bebaskanmu dari indigo
Menyaraf pikiran
Layang kemana-mana
Menuuju jalan ketenanganmu

Jember, 10 Juli 2017

Sajak Untuk Dadang

Gerak tubuh lemah
Tak tentu daya
Mengikis ucap
Penuh keletuk hampa
Mengoles sebuah nada

Saat puisi dilantunkan
Semata-mata tersimpun
Puisi untukmu
Terengah-engah pedam
Dalam tersendap senyumu
Sampai lekang di akhir waktuku

Jember, 10 Juli 2017

Sajak untuk Kyai

Mencium tangan kyai
Hening hatiku
Hempas nafasku
Sambil mengucap istighfar
Dzikir berkali-kali
Demi membuka pintu kesabaran
Sajikan dalam sajak-sajak
Untuk Kyai tercinta

Jember, 10 Juli 2017

Lingkaran Bintang Hitam

Sebuah lingkaran berbintang hitam
Mengutuk orang tak berdaya
Datang sebuah mantra
Untuk mengusik kematianmu
Sepasang cairan racun meminum
Sampai gerhana matahari total
Datang sebuah kesialan
Menghirup sesak nafas
Terus menerus datanglah sebuah kutukan
Mengilir nyawa
Diambang roh-roh jiwamu
Urai kuburmu
Hingga tak tahu apa yang harus dilampui terlebih dahulu
Sebelum mantra dibakar hidup hidup

Jember, 9 Juli 2017

Hari ini Tanpa Bersamamu

: Keluarga Besar FLP Surabaya

Hari ini momentum spesial
Yang ku tunggu-tunggu
Saat merayakan idul fitri bersama para penulis
Membuka kado sambil merujuk pesan cinta
Tetapi aku tak bisa menemani bersamamu
Hari ini tanpa menemaniku
Tiada rasa kebersamaan
Karena saat ini aku berada di luar kota
Mengeram jarum ditusuk kulitku
Ingin bunuh diri

Atau sedih menekanmu
Semua waktu ulah gadis ototidak itu
Membuatku busuk dibeluk jiwamu
Aliri jiwa tak tentu beliang
Tergempar musim demi musim
Tak semata-semata ku mengekang dalam setetes keringat
Kembali seusai hari begitu lewat

Jember, 9 Juli 2017

Gadis Ototidak

Seorang gadis memikirkan ototidak
Berpikir keras mengenggam pena
Serupa pagi hingga malam tak mengenal lelah
Di kunyah menit tersinggah
Pergi wajah membisu
Mengotak-atik komputer
Buah cerita dipedam sebelah mata
Menjerit melodi gelap tak peduli ketakutan
Benci perasaan menjiwai bahagia
Lampion bakar bersama musik-musik tak nyaman pada malam terusik hantu
Mengebah hitam disemak darah matimu

Jember, 8 Juli 2017

Tentang Keraguan Di dalam Puasa Sunnah

Malam tanpa tidur
Santai begadang di sini
Sambil menikmati santap sahur
Di waktu fajar beliang
Sebelum adzan subuh hadir
Santap dari keping ke keping
Serpihan nasi tanpa bersisa
Niatkan dalam doaku

Tunaikan shalat di Masjid
Seusai subuh tidur pagi-pagi
Namun keraguan
Di dalam puasa sunnah telah terjadi
Pendapat ulama tak perlu dibentrok
Hanya mengisihkan makanan dan minuman
Setengah jam mengisihkan puasa
Berada ditengah perjalanan
Terpaksa berhenti puasa
Apalagi mengoles amalan
Di akhirat selalu dipertimbangkan pahalamu
Dan keangkuhanmu akan tersirat selamanya

Jember, 10 Juli 2017

Ilusi Hitam

Mengenyut keracunan
Langit hitam telah mengutuk tubuhmu
Diubah kulit terkelupas
Jadikan zombie berkeliaran di mana-mana
Terjerumus dalam kematian

Ilusi hitam
Membawaku ke alam penderitaan
Tersembah pada dewa
Bunuhlah manusia beriman
Atas perintahnya para dewa
Hanya menjerit kalimat-kalimat
Tak henti-henti berharap
Mencekik sampai nafas menurun
Hingga mati melulu

Jember, 10 Juli 2017

Hujan Merintik Jember

Sepi di Jalan
Betapa jalan sangat longgar
Hujan turun di Jember
Merintik air kecil
Jatuh sampai ke lantai
Mengusap keningku
Terendap-endap di sudut lautmu
Tubuh terasa kaku

Sembur petir
Gulung-gulung laut
Merabah ke awan
Lalu hinggap ke sana
Sampai tak mampu
Di selamatkan
Nyawa terhambar dalam

Jember, 10 Juli 2017

Tanpa Nafsu Makan

Belakangan ini
Anak terlalu susah nafsu makan
Ia menutup mulutmu
Kadang makan lauknya
Bukan nasi
Apalagi makanan favoritku

Setanam janji ku lusuti
Jaringan merengguh hari
Tersimpun ampun
Memilah rasa tidak pas
Kadang lari sambil disuap makanan
Putar halaman ke halaman
Sulit mengatur nafsu makan

Jember, 10 Juli 2017

Ketika Aku Ditinggalkan Teman

Ketika aku ditinggalkan teman
Rasanya hampir khawatir
Tersiuh-siuh mengoreh foto
Rasanya ingin pergi
Sayangnya ditinggal sendiri
Menetes kalbu dianyap sebuah ketupat
Terjeram sebelah daun-daun berterbangan

Lantas ku tinggal sendiri
Seusai kembali ke kampung halamannya
Selama tiga minggu
Menghindari kejadian itu
Kemudian menoreh pangkat tersimpang
Tersinggah dalam kalbu
Kemudian menemukan jawaban
Jangan dihabiskan kenanganmu

Jember, 10 Juli 2017

Perempuan Tak Pernah Bahagia

: Ayu Wahyuniar

Ketika hari tak pernah bahagia
Semenjak kecil pernah babak belur
Dengan perempuan kampungan
Jatuh dari lantai kemudian menangismu
Anggaplah kehilangan kewenanganmu
Sebagai perempuan paten jiwamu

Lari dari bangku SMA
Pulang dari rumah
Langsung mendiami kamar
Dikunci rata
Sambil mengeru tangisanmu
Sungguh aneh sekali
Perempuan tak pernah bahagia
Gelisah hak paten
Memedam rasa tak bisa ku ubah

Jember, 9 Juli 2017

Perempuan Hendak Menusuk Jiwaku

: Ihdina Sabili

Topeng perempuan menutupi kemaluanmu
Pura-pura jadi perempuan bayanganmu
Ingin menusuk jiwaku
Tiba malam menatapku
Lebih baik pisau menancap batinku
Air bergelombang
Perempuan tak bisa mengucap apa-apa
Hanya sekilas desa akan meledak kampung
Perempuan ingin menusuk jiwaku
Tak mau harga mati

Jember, 9 Juli 2017

Gadis Ototidak

: Ratna Wahyu Anggraini

Gadis ototidak
Dijumpai segelap tokoh
Pernah mencaci maki di suatu daerah
Wanita disebut golongan Hitler
Mengusap runtuhan jiwamu
Sia-sia pertemuan ini hanya diam belaka
Seperti bunga hitam ingin membunuhku

Inilah langit merah
Menusuk tubuh orang
Tanpa alasan apapun
Seperti mata menghisap korban
Gadis otoriter meninggalkan desa Banyu Urip
Tak lagi mendiami rumahmu
Keluargamu
Tetanggamu
Kerabatmu
Rekanmu
Atau para teman dekatmu
Habislah berpikir keras
Terbitlah akal tak berdaya

Jember, 9 Juli 2017

Tiada Utha sebagai Perempuan Lajang

: Agustha Ningrum

Rasanya ditinggal sebagai penulis
Seusai bayangan tak pernah berjumpa
Dalam sebuah waktu yang hilang
Jejak misteri di balik Utha
Setelah api memusuhi kita
Perempuan lajang telah usai
Perempuan lajang sepasang senyum

Sebelumnya aku pernah didiami Utha
Melalui amanah puisi
Selepas berbulan-bulan sudah habis pengorbanku
Kini usailah sudah Utha
Siapakah yang mengantikanmu?
Siapakah yang hendak mengamanahi sebagai sang penyair
Utha melampiaskan duka
Menetes kubur selisih jasad kakekku

Jember, 9 Juli 2017

Filosofi Laut Merah

Laut mengulur darah
Tetesan darah dicampurkan laut
Sebuah kumpulan tempat misteri
Membunuh firaun atas mengadili secara kejam
Seperti tembok dilukis sejarah
Dikemas mummi dikubur peti

Datanglah laut merah
Mencapai korban kehausan
Gersang jiwa tak lagi membungkam
Serasa gempur jiwa
Menoreh gema
Gumparan tanah
Mengalir di rintih-rintih udara
Tanpa perantara

Jember, 9 Juli 2017

Friday 7 July 2017

Sepuluh Perintah Tuhan

Sepuluh Perintah Tuhan

Sepuluh perintah tuhan
Menurut kitab injil
Terapkan adab pada tuhan
Alam bapa merajai kehidupan
Sakit disembuhkan lewat doa
Menganngkat tangan dihadapkan cahaya Isa Al-Masih
Disebut pancoran rantai-rantai diikatkan
Sepuluh Perintah Tuhan
Akan menangismu
Bukan secara bebas

Jember, 7 Juli 2017

Kubur dibiarkan Jutaan Tahun

Kubur dibiarkan Jutaan Tahun

Tidak tahu
Kapan masa depan akan datang?
Dunia nikmati seisinya
Kubur tak bisa berjumpa
Sekian jutaan tahun tertidur
Berkeliaran pocong
Sayang bukan lagi masa sekarang
Hanya kehilangan tanah
Dan alam memerah padu
Terlontar api membius matimu

Jember, 7 Juli 2017

Berburu Kepala

Kepala di potongi leher
Badan tak layak bergerak
Seperti jeruk puruk menghantui badan tanpa kepala
Seperti gentayangan datang pada sepertiga malam
Kubur tak lagi menyisahkan terang
Badan mengisihkan kerutanmu
Semua terpendam
Akan berburu kepala
Lalu digabungkan dengan tubuh pedihmu
Pakaian tak lazim dikenakan
Mencekam hidup-hidup
Sampai elemen menyebur waktumu

Jember, 7 Juli 2017

Kumpulan Manusia Mati

Kubur berkumpul manusia mati
Bekas tenggorak lumpuh sampai hangus
Betapa tanah mengenang jutaan tahun
Tak layak bangkit di dunia
Hanya roh terbang di Surga
Semenjak akhirat menatap
Tapi ketika keadaan mati mata terasa gelap
Tak tahan keperihan di tubuhku
Itulah melodi kejenuhan selalu datang
Seperti kegaduhan ribuan manusia di akhirat
Menerka di sisimu penuh ambisi
Tak karu-karuan
Bila manusia menunggu ajal tiba
Tanpa pasti diprediksikan
Gatal-gatal ada rayap hendak mengigitku
Semua akan terjadi bila tersempoyang di balik kerintihanmu
Memilu gersang ku hampiri sudah

Jember, 7 Juli 2017

Thursday 6 July 2017

Makna Demi Masa

Wal-Ashr
Demi masa
Sesungguhnya mengerjakan
Amal ibadah
Tunaikan amal shalehmu
Manusia berada dalam kerugian
Manusia mendatangkan sial
Mengema bulir-bulir pasir
Saling menasehati untuk kebenaran
Serta menasehati untuk kesabaran

Jember, 6 Juli 2017

At-Takasur

Hal haakumut takasur
Sungguh bermegah-megah di antara kamu
At-Takasur menerjemahkan tentang bermegah-megah membujur kuburmu
Di antara manusia hendak menguburmu
Sekali-kali tidak kelak kamu akan mengetahui
Sekali-kali tidak kelak kamu akan mrngetahui dengan pasti
Niscaya melihat dimensi neraka
Sungguh melihat dengan mata sendiri
Sungguh engkau ditanyakan tentang kenikmatan yang dimegah pada hari itu

Jember, 6 Juli 2017

Kecelakaan serta Pengumpat Bagimu

Setiap jalan melanda musibah
Mengumpat setiap ucapan kasar
Mencela setiap perbuatan
Di hari akhir menghitung amal dan hartanya
Manusia mengira berada pada kekekalannya

Jangan begitu kamu akan dilempar pada nerakamu
Apa itu neraka Hutamah?
Adalah api yang menyala-nyala
Ia menjulang hingga ke hati
Sungguh
Api akan tutup rapat
Di mengikat tiang-tiang panjang

Jember, 6 Juli 2017

Mengubur Suku Quraisy

Suku Quraisy
Membendung kafir
Digoda warga
Dimana kamu pergi di musim dingin
Hendak menyembah kabah ini
Yang diberikan makanan
Bagi orang lapar
Dan rasa aman dari tetakutan
Mengubur kafir Quraisy
Sekekal mungkin

Jember, 6 Juli 2017

Memblokir Pasukan Gajah

Muhammad perhatikan hendak melihat pasukan gajah
Bukannya ia berada pada tipu daya sia-sia
Celakalah kabahmu
Ia mengirim kepada mereka burung yang berbondong-bondong
Dilemparkan pada batu dari tanah liat yang dibakar
Sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun yang dimakan ulat

Jember, 6 Juli 2017

Lailatul Qodar

Lailatur Qodar
Malam kemuliaan dari seribu bulan
Tegaklah sujud pada langit hitam
Sambil merenung setiap dosa yang dihendaki
Tenangkan dirimu
Bersama sahur
Dilahap sampai subuh

Jember, 6 Juli 2017

Seusai Kemenangan Fitri

Seusai kemenangan fitri
Kembali di kota kesayanganmu
Selepas silaturahmi di kampung halaman
Memeluk salam cinta
Sebulir cerah mengarungi cantikmu
Megah wajah seri-seri
Berjabat tangan
Demi menghapus segala dosa
Jangan tersurut dendam
Tergenang waktu telah dilewatkan

Jember, 6 Juli 2017

An-Nasr

An-Nasr
Menerjemahkan tentang pertolongan
Berilah sebuah pujian
Mendukung dipuja olehnya
Adanya perjuangan melawan matahari
Demi menerpa dermawan
Pasir meredup agung
Senantiasa merendam An-Nasr
Mengukir tabah
Sepeluk taubat

Jember, 6 Juli 2017

Monday 3 July 2017

Sinopsis Sang Penyair Teladan

Sang Penyair Teladan merupakan kumpulan puisi yang merangkai satu tahun dalam berpuisi sebagai penyair berkebutuhan khusus. Kemungkinan besar puisi yang pernah ditulis selama ratusan buah hingga ribuan buah puisi yang ditulis serta dikumpulkan jadi satu buku. Sebagian puisi pernah dipublikasikan ke berbagai koran, majalah, daring, maupun antologi. Kebanyakan proses kreatif panjang dalam sang Penyair Teladan ini sebagai cobaan berat bagi sang Penyair berkebutuhan khusus. Konon kumpulan puisi ini sudah membenarkan sisi penafsiran secara terdalam maupun gaya bahasa yang berbobot. Kemungkinan besar puisi ini dikombinasikan antara puisi kamar dengan auditorium. Tekniknya ke Sutarji. Belum terbayangkan puisi tak seindah dari berbagai sastrawan. Sebagian diksi tak menyambung dan membaca sedikit gatal-gatal sebab perjalanan sebuah proses kreatif pembuatan puisi hanya sebatas kalimat, frasa, dan kosakata yang tak bisa menguasai semua dari KBBI. Sekecil atau berat apapun dimanapun anda berada. Kemungkinan besar perjalanan penyair berkebutuhan khusus tentu panjang sekali tekniknya tak karuan-karuan dan entah mau menggunakan puisi apapun tetap digunakan. Perjalanan Sang Penyair memiliki riwayat panjang meski akal sebatas frasa yang tak begitu lengkap. Banyak bentrok bahwa puisi banyak dibantai dan hendak dibuang lalu diganti dengan puisi baru. Masyarakat menyangka bahwa bait banyak yang menjadi pertimbangan dari segi aspek nyata terhadap perkembangan peristiwa. Begitu pula penyair langsung menyingkapi terhadap berita sekarang yang sengaja dikonversi melalui sebuah bait-bait saja. Jadi Penyair Teladan tersebut banyak keistimewaan dan apresiasi terhadap puisi yang tak bisa dilupakan oleh waktu ke waktu. Banyak hikmah, hidayah puisi yang banyak dibahas dan ditafsirkan melalui prosa. Rumusan puisi sebagai pengetuk pintu perasaan dan berbagai hal yang digali secara efesien dan sederhana atau sekadar bahasa yang belum pernah rasakan atau tidak suka terhadap kalimat tersebut.

Prakata Sang Penyair Teladan

Sang Penyair Teladan adalah suatu kumpulan puisi yang mengangkat sosok penyair berkebutuhan khusus yang sudah melahirkan sebuah puisi pada mulanya mencari inspirasi baik kreatifitas maupun segi pengalaman di dunia sastra indonesia. Selama setahun lamanya puisi ini pernah dimuat ke berbagai media massa, majalah, maupun dalam jaringan / online. Sebagian puisi yang pernah dipublikasikan di blog menjadi satu buku yang penuh efesien, gaya diksi, bait, dan lariknya. Di Indonesia surat izin terbit sudah menjadi langganan tulisan milik para jurnalistik, wartawan, maupun para pengarang berita. Selain itu melahirkan Rubrik Bahasa, Sastra, Budaya, dan sebagainya membuat para penulis merasa penasaran terhadap kreatifitas melalui tulisan baik puisi, cerpen, esai, resensi, dan seterusnya.

Belakangan ini puisi yang semula mengirim ke media nasional menjadi bahan pertimbangan. Seorang pengarang pemula jarang sekali menembus karya ke media terlalu sulit sebab persaingan penulis di Indonesia sudah punya pengalaman tersendiri dan berbondong-bondong meluaskan lagi karya di media. Media Online juga bisa memuat sebuah karya tetapi design layout lebih bervariasi. Bedanya di berbagai layout dari sebuah redaktur tentu memiliki posisi yang begitu berbeda di tiap rubrik.

Puisi ini dikumpulkan dengan berkonsep judul yang berbeda dibanding tahun. Maklum puisi yang dibuat rata-rata memiliki esensi yang beragam dari segi aspek penciptaan puisi. Dari Politik, Hukum, Pendidikan, Psikologi, Kesehatan, Ekonomi, Agama, Budi Pekerti, Keagamaan, dan seterusnya. Selain itu puisi disajikan saat Puasa Ramadhan dan Kemenangan Idul Fitri ini dimana bulan spesial ini tentu memperkaya diksi, kosakata, frasa, pengamatan, kalimat yang mudah dituliskan tentu menjadi suatu warna. Sebelumnya berterima kasih kepada narasumber yang telah membimbing kami melalui sebuah acara sastra baik Creative Writing, Bedah Buku, Workshop Kepenulisan, Seminar Literasi dan Sastra, Seminar Inspiratif, dan seminar lainnya yang telah diikuti. Akhir-akhir ini melalui passion di sekolah juga menurun sebab Budaya sekarang masih menonjol moral dan sikapnya yang mudah mengancam kenyaman, dan keakraban terhadap Penyair Berkebutuhan Khusus. Hingga akal tak tentu sehat sampai bayangan orang yang merekam masa lalu. Sang Penyair Teladan sebagai keteladanan seorang penyair berkebutuhan khusus yang sudah menerbitkan puisi ke berbagai koran, majalah, daring, antologi, maupun projek lainnya. Puisi yang ditulis di Handphone lalu dipublikasikan ke berbagai platform maupun media sosial yang bisa dikumpulkan jadi satu buku.

Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono? W.S Rendra, Sultan Ali Sjahbana, Seno Gumira Ajidarma, Andrea Hirata, Emha Ainun Najib, Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa, HB Yasin, Amir Hamzah, Taufiq Ismail, A.S Laksana, Joko Pinurbo, Toni Lesmana, Jamal D Rahman, Abah D Zawawi Imron, Gerson Pyok, dan kalangan sastra lainnya menjadi wadah inspirasi terhadap karya-karyanya yang sudah luar biasa apresiasinya. Kemampuan menulis dan membaca sebagai kewajiban minat dan bakat terhadap manusia yang hendak menempuh pendidikan. Meski keadaan yang beragam tapi literasi tetap berkembang dan sebagai wadah inspirasi bagi perubahan. Tidak ada kata terlambat dalam belajar tapi kekuatan dalam usaha dan doa. Puisi yang selama ini dipelajari sebagai pembekalan kata-kata dan apresiasi dari kata, diksi, dan menjelalahi makna pengungkapan yang belum dirasakan.

Sang Penyair Teladan adalah sebuah kumpulan karya sastra yang berlontarkan dari berbagai kata yang mengungkapkan segi makna terhadap pengarang, budayawan, dan sastrawan. Kumpulan puisi sebagian menjadi coretan bagi pembaca untuk menafsirkan kalimat dalam sebuah gagasan yang menarik dan efesien. Gaya bahasa dalam puisi saya kadang berat, ringan, atau lebih susah pemaknaan. Puisi tetap diperjuangkan hingga yaumil qiyamah.

Hilangkan Rasa Bosan Seusai Lebaran

Libur lebaran telah berlalu
Masih kejanggalan di penahmu
Sepening jenuh membuah penyesalan
Meski rasa aneh di dalam batinmu
Tergeledah sebuah kegembiraan
Keriuhan terus mempenah di wajahmu
Hanya hiburan hilangkan bosan
Meski aktivitas hampir kembali bersih

Jember, 3 Juli 2017

Akhiri Sementara

Belum berakhir di sini
Masih menginap selama dua hari
Kerjakan segala urusan
Masih banyak akal
Yang tak bisa di usahakan
Inilah pagi terulang dari yang lalu
Istirahat sejenak selama masa sebentar

Jember, 3 Juli 2017

Friday 30 June 2017

Tak Betah Diri

Siapakah aneka jiwamu
Tahan hidup memendam rasa
Tidak sekedar rasa
Mungkin sisa waktu mengejar cinta
Pecah kaca cermin
Hancurkan pikiranmu
Mungkin merakus darahmu
Pastikan petir tersambar
Seperti bakar jiwamu

Jember, 27 Juni 2017

Ciuman Terakhir

Pesan cinta yang terakhir
Sebelum meninggalkanmu
Bukan hanya pergi
Tak lepas kembali suci
Kini meninggalkan segala duka
Serasa dunia begitu cepat waktu
Cium terakhir untuk mengungkapkan cintamu

Jember, 28 Juni 2017

Pasca Mudik Berujung Duka

Mudik telah kembali di kampung halaman
Sayang ditengah nyawa tak tertolong
Membuat manusia makin tragis
Inilah duka cita
Atas menyungguh luka
Dan matinya organ tubuh
Mungkin menjadi penanda terakhir
Sebelum mengucap selamat tinggal
Ditengah perjalanan menuju kota tujuan

Jember, 27 Juni 2017

Thursday 29 June 2017

Diendap Seribu Ego

Diendap seribu ego
Beragam perasaan di tiap daerah
Memanggung jiwa di belenggu
Ucap sejuta kalimat
Mengerut hati serta batinmu
Di dapatkan ketika hari akhirmu

Jember, 27 Juni 2017

Liburan ke Kebun Binatang

Padatnya pintu masuk
Tiba di kebun binatang
Dipadati pengunjung dari ujung sana
Berbondong-bondong disaksikan binatang yang sedang menghibur pengunjung
Di dalam kandang tak mau berfoto bersama
Sentuh tubuh hewan namun tak boleh mengganggu
Jika sentuh keras tanggung resiko pengunjung

Sampah berserakan
Kuah melumuri tanah
Asap rokok merabat kemana-mana
Serba kacau dibuat kegaduhan

Kebun binatang bukan tempat piknik
Hal lainnya kebun milik lingkungan
Binatang dihibur lalu seusai dari sini rasanya disayangi satwa

Jember, 28 Juni 2017

Bermain Hati

: Nora Nur Hasanah

Sentuh udara dimatamu
Ketuk pintu angin mencium wangi
Tiup aroma bunga mawar
Serap hatimu senyap terbang di angkasa
Tak bisa kemana-kemana
Kecuali kamu memujamu
Kepada pujangga hati
Tak akan pergi
Sebelum menoleh halusan hatimu

Jember, 27 Juni 2017

Lebarkan Gamismu

: Dinny Ramayani

Lebarkan kain gamis
Seperti lavender mengayup di udara
Wangi aroma tercium indah
Bagai bunga menabur sejuta warna
Tergemis taman begitu redup
Memesona cantikmu
Kian mengipas kainmu

Jember, 27 Juni 2017

Monday 26 June 2017

Cahaya Cinta Pesantren

: Kepada Ira Madan

Diawali ketika aku belajar di Pesantren
Meski latar belakang ditengah kemiskinan
Orang tua memperjuangkanmu
Pertama-tama bersapa dengan kawanmu
Andaikan rasa persaudaraan
Rasanya ilmu sedikit sulit dibayangkan
Karena ulahmu
Lama-kelamaan terbiasa
Setiap termenung pada minat dan bakat
Pura-pura jatuh cinta

Cahaya subuh diukir dalam sebaris sujud
Tanpa disangka cinta semanis surat
Menuliskan di pucuk pemikiranmu
Dimuat pada sebuah majalahnya
Akhirnya ku tahu menceritakan melalui novel
Tentang perjalanan cinta di pesantren
Diterbitkan sebuah buku
Rasa persaudaraan telah kembali
Bersama canda tawa bersiung ceria

Jember, 26 Juni 2017

Sang Penyair Teladan

Mengisahkan perjalanan sang penyair
Dari puisi ditulis selama setahun
Melejit di media
Bahu-membahu mengirim puluhan puisi
Surat pengantar redaksi terbang di suatu daerah
Keluar rumah sambil membawa puisi
Dengarkan puisi dari perahu ke perahu
Lirik demi lirik dikumadangkan melalui berbagai syahdu

Chairil Anwar
Sapardi Djoko Damono
Rendra
Aan Mansyur
Dee Lestari
Dan seterusnya

Puisi pembawa inspirasi
Andaikan sang pencerah mewarnai keakraban
Bersamamu hingga akhir waktu

Jember, 26 Juni 2017

Lelap Keriuhan

Bangkit dari tidurku
Sayang ditengah kesakitan
Lutut hendak keseleo
Sambil beriuh kelumpuhan
Tiada pulih sebelum mati
Telah memusar tanganmu
Sekecil harapan tetap terbaik

Jember, 26 Juni 2017

Mentari

Matahari dipancar pagi
Diawali sinar panas
Menjemur berbagai pakaian
Dicium kain wangi
Meski tengah bekerja
Kulit berkeringat setiap saat
Andaikan lelah merayup dirimu
Sirami air panas memancar hangat

Jember, 27 Juni 2017

Filosofi Kerudung Panjang (III)

Setiap tetesan air mata
Angin melayang kain
Ditusuk peniti pada kain depan
Mengubah hijab lebih berati
Inspirasi darimu
Catatan seorang perempuan berkerudung meredup keheninganmu

Jember, 26 Juni 2017

Filosofi Kerudung Panjang

Kain benang
Tutupi rambut hingga ke dada
Ditutupi cadar sebagai maskernya
Setiap keluar rumah
Tunjukan estimensi cantikmu
Bagai aura merayup purnama
Dihiasi bunga bros
Berjalan di suatu bidadari istimewa
Mengaliri bunga mawar dimatamu

Jember, 26 Juni 2017

Filosofi Kerudung Panjang

Perempuan hendak menutupi aurat
Dari kepala hingga ke dada
Pashima disentuh kain lembut
Membawamu terbang hingga ke angkasa
Lembutkan hatimu
Sucikan batin
Andaikan langit pagi sampai pelangi

Bertabur bunga-bunga
Mengenun benang dianyam sebuah hijab
Buatlah gamis supaya diperdalamkan cantikmu
Tutupi rambut panjangmu
Helai ditembus kainmu

Ada seorang perempuan tak sempat berhijab
Karena belum diyakinkan pada allah
Tiada lewat ditutupkan aurat
Sanggupkan anugrah jiwamu
Senantiasa bintang dijatuhkan padamu
Redup hujan andaikan segi empat disenyap lautmu
Maka Kerudung dibawakan hingga hari yang ditunggukan di Surga

Jember, 27 Juni 2017

Sunday 25 June 2017

Lepas Terang Mencium Pita Merah Jambu

Merah jambu
Memilu batin seorang perempuan
Cium aroma pita merah muda
Terlepas terang senja mengayomi langit
Lepas dari ikatan cinta
Dibayar dengan segala frasa
Inilah ditemui fikiran jenuh

Jember, 2017

Diam di Ruang

Aku tak sanggup keluar kamar
Menetap di sini
Seperti sendiri tanpa temani
Isi waktu bercengkraman di luar kepala
Tanpa gerak selama ratusan tahun
Pusing tidak kemana-mana
Bosan penak semeruh hitam
Cahaya tak tampak
Hirup di sini daripada memergoki apa-apa
Semua tertunjuk padanya

Surabaya, 25 Juni 2017

Rasa Getah di Rumah Kosong

Masuk di dalam
Rasanya benda terlalu lumpuh
Lempeng kayu mengucir sarang laba-laba
Kursi goyang tak layak duduk
Lampu nyala hidup mati
Ketika malam merasa gelap
Menderat suara dari sebelah
Bunyi tangisan di sekitar rumah
Jerit-jeritan bekas pemerkosaan
Lari secara paksa
Meredup keputihan
Semua tiada kenyamanan

Surabaya, 22 Juni 2017

Dunia Tanpa Aku

Semua nikmati sepi
Rakyat telah menghilang
Memencar satu persatu
Benda hendak ditinggalkan
Tatap balik masih tidak ada
Hening mengembala asap dingin
Rasa tak sanggup menerima jawaban
Hanya menanggung diri dan menjerit di dunia
Selaras suara tanpa membebani jawaban

Surabaya, 22 Juni 2017

Nikmati Pergaulan dengan Kawan di Sekitarnya Tanpa Aku

Nikmati Pergaulan dengan Kawan di Sekitarnya Tanpa Aku

Bergaul dengan kawan lain
Bersimpang cerita satu sama lain
Saling bercengkraman
Sambil meluap canda tawa
Mentutur frasa tak biasa
Sering berjumpa setiap waktu
Tiada aku diperbincangkan
Menunduk tanpa menoleh dia
Ia diresap kecemasan
Pergi jauh daripada berpesta euforia

Surabaya, 22 Juni 2017

Siang Melebur

Kerja berat
Beban menumpuk
Tulang mengupas
Punggung hampir keram
Rasa bosan telah datang
Angin membisik tubuhmu
Diretak sehabis senja
Kaki merembek
Rasa kantuk begitu banyak
Semangat berkurang
Lemas tanpa bangkit

Surabaya, 22 Juni 2017

Analogi Kerudung Merah Jambu

Kerudung lucu
Digambar marmut merah jambu
Pada sudut kain tenun
Seperti merah muda bagaikan ciuman harum
Kembang mendayung di langit
Baca buku mewarnai dunia
Selumbung keajaiban
Tepi senja kembali di Rumah
Digantung kerudung biru
Ingin bertemu denganmu
Rungguh tunas mengakar pohon
Tumbuh sakura bermerah jambu
Membatangi tangan direnggangkan padamu
Rasanya udara menerbangiku
Serta daun terbang bersamamu

Surabaya, 3 Juni 2017

Merah Jambu Merayu Cinta

: Dyah Palupi Ayu

Merah jambu
Memilu batin seorang perempuan
Cium aroma pita merah muda
Terlepas terang senja mengayomi langit
Lepas dari ikatan cinta
Dibayar dengan segala frasa
Inilah ditemui fikiran jenuh

Jember, 2017

Jembatan Kilat

Sentuh jembatan
Gelap Terang menyala
Kedap-kedip berulang
Hawa nafsu tak tahan keraguan
Nafasmu mulai mengeruh keringat
Akhirat bukan seperti alam biasa
Seduh dicelup lautan api
Tulang belulang akan hanyut

Surabaya, 3 Juni 2017

Ramadan ditengah Hujan Deras

Hujan telah turun
Di bulan berkah
Tak bisa pergi begitu saja
Tidur lelap tak bisa dibangunkan
Hanya menunggu siang terang

Surabaya, 3 Juni 2017

Mall Masa Depan

Kunjungi tangga terdekat
Melangkah di sudut jalan
Meninjau toko perbelanjaan
Sentuh tablet
Dibayar seumur hidup
Tanpa menghanguskan uang lembar
Tersenyut kapsul waktu
Menunggu 70 tahun kemudian

Surabaya, 3 Juni 2017

Gigit Buah

Segigit daging buah
Bukan seperti memanggang daging sapi
Meresap diri pada lambung
Baik pembuka maupun penutup
Sajikan hidangan segar
Secukupnya saja
Tiada berlebihan

Surabaya, 3 Juni 2017

Ramadan Mengganjar Lapar

Perut kosong
Suara masih berbunyi
Terus mengulang
Susah mendapatkan makanan
Sulit menggali air bersih
Kelaparan sampai sekian hari
Berdaya sang pencerah
Keringat menetes lantai
Panas sangat menyengat
Akhirnya pingsan sebelum ganjaran perut begitu mengenyangkan

Surabaya, 3 Juni 2017

Main Ke Masjid

Tunaikan shalat
Menunduk kepada Allah
Memohon diri selama mengema dosaku
Ikuti pencerahan dari sang Ustadz
Masjid ubahku menjadi keheningan umat
Rumah Allah hanya bertaubat padamu
Semut sedang memuhasabah umroh
Dikenakan ihram di masjidil haram
Tunaikan shalat sunnah
Bersujud syukur segala anugrah
Dunia mengekal seisinya
Ibadah daripada mengukuhkan iman

Surabaya, 3 Juni 2017

Dunia Bahagia

Senyum oleh Bumi membulat
Tiada rasa bengkak dalam mulut
Hanya pagi cerah disambut mentari
Hanya bersinambung senyum membara pagi fajarmu
Ukir sebut namamu

Surabaya, 19 Juni 2017

Lilin Mengetuk Jiwamu

Tiada sangkanya
Kutukan jiwamu
Tersenandung kata-kata
Sayang api mengutuk tubuhmu
Lalu hendak kesurupan
Semua akan dikendalikan oleh Ruh lain
Mengetuk langit lain
Keluar dan tunjukkan menjadi seorang pengutuk jiwamu

Surabaya, 17 Juni 2017

Mengucap Kalimat 'Uf'

Dibetak dalam dua huruf
Dimaknakan sebuah keburukan
Firasat jelek pasti mengugat dosa
Melodi sedih akan datang
Mengumpat di ujung lisan pada anak
Merangkai dalam sebutan 'ah'
Arti dari memburuk sangka kepada oramg tua bergetah 'ah'
Suatu saat Uffiw dilejit di neraka
Lalu mulut diluluhkan selamanya

Surabaya, 17 Juni 2017

Orang Kaya Mati Orang Miskin Mati Raja-Raja Mati Rakyat Biasa Mati

Orang kaya mati
Meluap kekayaan dihanguskan oleh segala kesombongan
Tumpuk hutang melejit padamu
Tak mau berbagi dengan anak yatim
Mengusut di liang lahat

Orang Miskin mati
Sederhana menyumbang uang
Demi memenuhi kebutuhanku
Pangan, Sandang, dan Pakaian
Ternyata iman mengukuh di akhirat
Karena berujung musibah

Raja-raja Mati
Berkuasa ditengah kekejaman
Darah tinggi tak bisa dikalahkan
Hadirkan sebuah keracunan
Alam tak bisa menawari kematian
Yang memperdayakan adalah dirimu
Dan segala pribadi yang berguna

Rakyat biasa mati
Mengugah ikatan batin
Terkecamuk emosi biasa
Rakyat biasa tak akan terbengkalai
Ujung-ujung tersimpuh
Setetes air mata mengundang rasa pengorbanan
Ditengah perang saudara membungkam tak kunjung selesai
Hapuslah segala kedamaian lalu hendak nafas racun dihirup
Mati menyusat sesak nafas

Orang kaya mati
Orang miskin mati
Raja-raja mati
Rakyat biasa mati

Dunia tanpa segala pertolongan
Tanpa bantuan siapapun
Semua kehendak mati karena duka demi tuhanmu

Surabaya, 17 Juni 2017

Berjumpa Lagi Kyai

: K.H Djuwaini Dimyati

Setelah setahun berjumpa
Bersungkeman pada Sang Kyai
Senyum numbuh balas kebaikan
Serdadu kain mencium
Ku senandung malam mengarungi bintang
Terlintas pada samudra rindu
Tiada hari tanpa kamu

Surabaya, 24 Mei 2017

Mengapa Tak Sapa Saat Malam Takbir?

: Mbak Mega

Mega
Kenapa malam ini tak sapa?
Seharusnya enyap senyuman
Sebelumnya nawarkan cerita untukmu
Helusan gelas hampir jenuh
Rasanya tak peduli dengan aku
Catatan demi catatan ditempui
Meski aku ragu
Tahun ini banyak kegemuruhan
Semua itu lupa
Nomor disimpan telah hilang
Aku sedih padamu
Karena perempuan asal Jember terasa berubah
Sudah tak peduli dengan aku
Selama tak bisa apa-apa

Jember, 24 Juni 2017

Perut Kembung

Rasanya membuang kotoranmu
Dihadang sambal mengelit lidahmu
Tak tahan rasa pedih di wajah
Nyeri melekang lambung
Sebuah waktu mengusam keperihanmu

Surabaya, 22 Juni 2017

Puasa atau Puisi?

Puasa mengganjar lapar dan haus
Dari terbit fajar hingga terbenam matahari
Puisi mengganjar rima dan ungkapan isi hati
Dari perasaan begitu menduga
Hingaga melepas larik demi suku kalimat yang dituliskan
Melalui tangisan air mata merintihmu saja

Surabaya, 22 Juni 2017

Silsilah Kemenangan Fitri

(I)
Ramadhan akan berakhir
Senang bila berjumpa
Sedih jika jalani sebulan penuh
Selama ini melewati masa yang berat
Cobaan dan emosi menahanmu
Lapar dan dahaga menguji mentalmu
Limpahkan malam takbir
Tunaikan kemenangan fitri penuh bermohon maaf lahir dan batin

(II)
Berjabat tangan
Hendak dinginkan suci
Lahirkan rasa gembira
Ketupat mengumpal di perut
Mengganjar canda tawa
Silaturahmi antar tetangga
Serta kerabat
Idul fitri melepas kesalahanmu

Surabaya, 22 Juni 2017

Puisi Kecil Untuk Tuhan

: Agnes Davonar

Inilah sajak-sajak perjuangan sang manusia
Lantunkan kesedihan serta memunahimu
Dalam segelas hujan rintik-rintik
Air kecil menghampiri pengakuan dosa
Semua tertunjuk padamu
Dalan muhasabah surga di hatimu

Surabaya, 22 Juni 2017

Sunday 18 June 2017

Panggil Sebuah Nama

Menyakini nama yang indah
Kuasai pendekatan dalam sebuah arti
Panggil hanya sepandang langit purnama
Menyeduh alam disuarakan dari udara
Kepada dirimu selama termenung asa

Surabaya, 18 Juni 2017

Problematika di Masa Pemerintahan Presiden Ketujuh

Kini rakyat melumbar aksi 411
Problematika umat ditengah guncangan Masyarakat
Politik memadati penistaan
Hukum capek-capek menuntaskan korupsi
Ekonomi meninggi
Semua warga meresahkan satu kata
Bukan hanya pemerintahan Jokowi
Pemerintahan Soekarno, Soeharto, Gus Dur merebah kasus
Tidak kunjung selesai
Padahal studi kasus merajalela masyarakat Indonesia
Menjadi studi sejarah dalam hidup ini
Karena umat manusia tak bisa diadili
Duka Negara mengusam
Suatu saat Indonesia
Akan membangun kedamaian
Jangan sja-siakan problematika akan menyidangkan hidup dan mati
Hanya kehendak allah malaikat negara akan diadili dengan jujur

Surabaya, 18 Juni 2017

Mengusik Mantra Sebelum Kemenangan Fitri

Idul fitri tinggal beberapa hari lagi
Tetapi mengundang sebelah mata
Dimantra frasa aneh dalam kitab ini
Mengutuk alam dibangkai kejeritan ketika hendak berputus asa
Rembuk sebelah mata
Kaki begitu tergeledak
Sembari ku pingsan ditengah terik matahari
Sebuah penghargaan tak bisa dimungkiri
Yakni buang hayatmu
Dan segera membesuk di kuburmu

Surabaya, 18 Juni 2017

Penyair Teladan

Baca puisi ditengah umat manusia
Mengetuk pintu hati
Sebuah perasaan dibatinkan
Seperti perang tak kunjung usai
Semua tak seperti pencundang
Ketika pusara mengiringi rindumu
Mengeledah jalan berlubang
Lebihi segala kerapuhan dilempar batu pada tempat yang jauh
Wayang tak gerah dari sebuah musik merdu
Ubahlah penyair
Peroleh sebuah penghargaan
Rentang menit tak dibatasi
Hanya mendukungmu sebelah mata

Surabaya, 18 Juni 2017

Dzikir Air Mata

Bertasbihlah demi tuhan
Bertahmid demi mengenang jasad
Hamdalah sedang selesai aktivitas
Ta'awuz jika mengusir kutukan setan
Basmalah bila menyebut namamu
Kalimat Thayyibah dibaca saat penekanan rasa gesah

Surabaya, 18 Juni 2017

Preman Pendosa

Kumpulan preman berkumpul
Bercangkruk di warung
Siasati akal tak sehat
Mendiami maksiat
Hisap rokok di seluruh organ tubuh
Bagian mendatangkan luka dan sakiti hati
Semua jtu pengiat kata-kata berbaur dosa
Dibentak, dibenci, difitnah,
Gagah, sombong
Penyebar maksiat di Neraka

Surabaya, 14 Juni 2017

Friday 16 June 2017

Tubuh Tak Lagi Bergerak

Ketika hendak tidur
Postur tak lagi bergerak
Bangkit kembali
Tetapi sudah berusaha
Lelap tidur
Ingin menonton lagi

Sekiranya kembali pada kembaran langit dan bumi
Seterusnya sampai kiamat
Bintang tak lagi berjumpa
Selamat tinggal untukmu

Surabaya, 16 Juni 2017

Menuju Sakaratul Maut

Maksiat hampir tumpuk
Kotak hitam ditimbang
Saatnya jasad akan persempitkan kubur pada Allah
Sedih dan duka menyelimuti keluarga
Ibadah tak lagi dijalani

Sudah melalai beribadah
Sudah lalai bersikap baik
Sudah lelah berbicara padamu
Sampai tubuh musna
Suatu saat rentang tubuh akan lumpuh
Tanpa merenggan apa pun

Surabaya, 16 Juni 2017

Rentang Disambar Petir

Rengkuk di punggung mentari
Badai menutupi langit cerah
Kini tersambar petir
Mendengar suara kemarahan di bumi
Terbengak hujan yang rintik-rintik
Kemudian lari tak ada gunanya

Laut mengambang sampai banjir
Saat air masuk desa
Sampai tak sempat bernafas
Bergetar petir yang dihambar
Semua terpaku di waktu secara bersama
Jantung mendetuk tangisan
Sungguh penuh rentang panjang sekali pun
Tiada yang diampuni
Melainkan redap dalam kuburmu

Surabaya, 16 Juni 2017

Senja Menyebur Api

Senja terbena
Menjelang malam begitu habiskan waktu
Penuh mengelapkan bintang purnama
Inilah api menyambar saat malam datang
Perempuan takut api
Pria menyali api

Senja hanya sebentar saja
Di sana terbentang sore
Hanya sekilas senja itu senyap
Senja ini menjelang hening kalbu
Senja hanya dua pertiga jam saja

Surabaya, 8 Juni 2017

Memendam Angka dari Nol

Cahaya menabrak debu
Pintu terang ditutupi  pasir
Hati begitu menodai
Rumah mengotori abu vulkanik
Maka mendatangkan gelap gulita
Menetes air mata ditelan korban

Kaca hampir tak terlihat
Gelap gulita tak bisa menyentuh benda
Bagai hitam melenyapkan usia
Langit abu-abu berlambang kemarahan
Dosa menjatuhkan dirimu
Melesap nurani
Maka tak akan hidup lagi
Melainkan awali dari lahir
Menetap dari Nol

Surabaya, 8 Juni 2017

Lalai Jiwa

Akal tak fokus
Mengalir dimana-mana
Terpancar di tempat lain
Itulah manusia tak menghargai waktu
Itulah perbuatan tanpa perintah

Hitung amal bukan janji
Tersentak di penjuru hati
Hitung mantra dalam pikiranmu
Sudut menyambang berbagai samudra
Dosa menyambang dirimu
Tiada lain adalah menghempas nafas terakhir

Surabaya, 8 Juni 2017

Pengrebekan PKL

Mendirikan PKL
Di jalan sembarangan
Melalai lalu lintas
Memadati kemacetan
Dipaksa satpol PP
Datang untuk ambil barang dagang

Reaksi wajah mulai berlawanan
Merampas gerobak dibalas dengan ketidakadilan
Memang ini peraturan di jalan
Bukan menginjak pada tanah kekuasaan
Mana buktinya bila menginjak pkl lalu memuaskan pembeli
Sudah saatnya untuk kehilangan usaha dan nafkahmu
Akhirnya segera gugur dan pasrahkan diri

Surabaya, 7 Juni 2017

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...