Tuesday 30 January 2018

Sajak Cinta yang Begitu Padat

Kereta merebah dendam
Kursi duduk memenggal diujung hampa
Memungkiri suatu ucapan yang terlintas di hatimu
Cuaca terbentang oleh kepadatan kata-kata
Menjajah diruyup sebuah kegejolakan
Seusai memberitakan bahwa memangkatkan dirimu
Adalah menarik pembesutan lalu dikutuk
Menimbang oleh kepanjatan dan dikelorakan pada kesempitan
Sudah tak layak lagi menyembah hati
Memilah oleh keridhoanmu
Lalu menitipkan pesan bahwa selamat jalan kau.

Surabaya, 2018

Sekolah, Menepiskan Kerinduanmu

Sejak dua belas tahun dari bangku sekolah
Semenjak ingin melumrahkan canda tawa
Tersyiarkan melalui sebuah tugas pelajaran
Cobaan menganggu hawa nafsu
Pertama kali meredup apa adanya
Memasuki kawasan yang tidaj jenuh
Mungkin sudah melunaskan keterlambatan
Yang mengusap benteng memanjakan sebuah ujian
Kini memajang oleh sebuah kegeraman di penjuru nusantara
Memeluk senyap yang diridhoi oleh segalanya
Memangku padang bulan bila seusai dari bangku sekolah
Selamanya akan berubah
Namun bila guru dipisahkan
Maka tiada lagi yang menggantikan oleh kita

Surabaya, 2018

Tak Sempat Menemui Perempuan itu

Malu jika menemui perempuan itu
Jika takut menganggap aku adalah penzina
Sewenang aku adalah preman tak akan habis merayu perempuan
Seolah-olah aku dibilang hubungan bukan muhrim
Seandainya aku tergolong sederhana
Tiada langkah yang melimpahimu

Hanya saja aku termegah oleh tantangan
Setiap malam tak layak menerima pasangan
Hanya sebatas meriuhkan sebuah keadaban
Jadi semua itu membedah sebuah perbuatan

Mungkin malaikat mencatat amal
Bila menemui itu
Pasti tak bisa mengores sujud
Memadamkan dendam dengan berwudhu
Dan bertaubatlah kecuali bila sudah menikah

Surabaya, 2018

Pergilah Kau Gadis Mungil

Inel, kau tak layak bertumbuh dewasa
Tidak bisa mengambil barang setinggi itu
Kau adalah gadis mungil
Mungkin diantara senyapan yang mengembalikan senja
Sempat mencuri perhatian kepada papi
Bahwa papimu tak layak menjadi anakmu
Hanya anak kecil yang tersulut zaman
Tak mungkiri itu membekas kelukaan
Berati tak akan menoreh pena

Hanya saja setiap hari tinggal di desa sederhana
Hanya saja memungkiri itu
Seuntai nadi yang menerobos waktu
Kaca pecah bila menangis
Sekarang saatnya untuk pergi dari segala emosi
Gadis kecil tak akan terkenal karena terbilang anak kecil bermain sana sini

Pamekasan, 2018

Memisahkan Tangisan Air Mata

: kepada Faridha

Ku usir mengenggam kesedihan
Bukankah dirimu yang menghasut luka
Semenjak merindukan padamu sebuah keajaiban
Mendesak rintihan hujan berisi kumpulan tulisan begitu mengharukan

Sungguh, betapa menggelapkan kekasihmu
Tidak menaksirkan akal dan pikiranmu
Tetapi merebah padamu sebuah gegabah rindu
Inilah menapis kemaluanmu karena cinta
Sepanjang abadi melekang di hadapan tuhan
Bahwa dirimu pembawa kepercayaanmu selalu

Bangkalan, 2018

Penjual Hati

Memori tak Tersentuh gelora asmara
Seiring kencan tak kunjung datang
Ku lembab di ujung kelam tapi tersenyap padu
Mungkin mengira bahwa pagi terdetak jantungmu
Senja mungkin sudah kehilangan sore
Sementara hati dilepas sendiri
Tiada lagi penghargaan emas selain akal dan pikiran
Tak terasa sudah mengakhiri hubungan kita
Mungkin tak usah mendekatiku lagi

Surabaya, 2018

Menginjak Kaki di Pondok Pesantren Bata-Bata

Betapa menginjak kaki di Pondok pesantren Bata-bata
Dikelilingi keramaian yang berasal dari ujung dalam Madura
Berkumpul dengan kolega tetapi melewati risiko
Mungkin setara menggerombol ditengah jajaran pasar
Tersilam mendengarkan omong kosong
Selain menepi di sini mengelabuimu selalu
Hanya terderet waktu lalu saya tidak sempat melihat kehidupan pesantren
Seakan-akan menjelebah di balik keteduhan
Hanya memikirkan pakar budaya
Menatap di pelam jajar silam mengusut penak
Ku ingkari tanpa terselang pada ujung kelam
Kini berlayar lagi lalu tiada goresan menoreh padaku
Tiada daya yang membelenggu pulang tanpa buang waktu-waktu
Turun dari goncengan lalu beristirahat di pinggir masjid
Dan menikmati tidur begitu nyenyak

Pamekasan, 2018

Senja Tenggelam di Suramadu

Ku tahu sedang merembuk angin segar
Serupa serdadu menyerupai terbang di ujung senja
Senja telah tenggelam di Jembatan Suramadu
Kemudian mengoyah pada malam
Terpenggal oleh sebuah kalimat cinta
Ku resahkan hidupku penuh kebanggaan
Betapa Madura tersilir di ujung timur

Sebuahlah puisi untukmu
Yang menggelombangkan air tersilir padu memukau di tepi sunyi
Tersirah keasahan semata mengelincir di sana
Sehingga terpendam pada kelaian sore
Tak bisa menoreh perjalanan
Di situlah tempat bersinggah
Cintai apa adanya
Melainkan menepis di ujung sana
Tergeletak memuja sepi
Sampai jumpa pada lain kesempatan

Sampang, 2018

Layang-Layang Tersengat Listrik, Nyawa Tak Tertolong

Betapa menyedihkan di lapangan
Mengejar layang-layang lalu tergeletak di tiang listrik
Tali mengulur ikut tersengat listrik
Sungguh disayangkan tubuhku tak bergerak
Nyawaku tak tertolong
Dibawakan di Rumah Sakit
Meninggal hanya sebentar saja

Hiduplah kembali
Tapi tak bisa menepi lagi
Memberi kesempatan terakhir
Untuk memainkan layang-layang di sore hari
Tetapi ruh tak bisa menghidupkan kembali
Hanya berjumpa di pintu cahaya
Memendam di ujung Surga

Surabaya, 2018

Monday 29 January 2018

Diam di Bangku Kelas

Betapa pagi berangkat menuju sekolah
Sambil menguras tenaga dengan sarapan pagi
Sambil melihat tontonan yang bermanfaat
Walau waktu hanya singkat
Mungkin terburu mandi di jam yang begitu pendek
Tidak mau terlambat terlalu lalang berangkat dari rumah
Masuk sekolah tepat waktu
Sedangkan ia terlambat pasti dihukumi oleh guru

Menempatkan bangku sekolah
Mendengarkan ilmu dari beliau
Sambil mengerjakan soal-soal
Sambil mencicipi keakraban antar bangku sebelah
Cobaan dijalani walau ada emosi yang membakari hati
Meski dihadang
Tapi engkau menyikapi kesabaran
Dan menjernihkan waktu hingga pulang sekolah
Ujian ditengah bulan
Nilai diratapi
Semakin terembus pada waktumu
Sepulang sekolah
Akan rasakan nikmatnya di bangku tercinta
Esok hari akan kembali lagi
Hingga toga menatapimu selalu

Pamekasan, 2018

Menikmati Hari Terakhir Di Kota Pamekasan

Tak terasa tiga hari telah berlalu
Ini saatnya untuk mengakhiri perjumpaan di kota Clurit
Serasa mengagumi belajar banyak tentang alam
Serasa terurai pada keajaiban yang tersimpuh memukau
Ada saja yang memilah ide terhadap deraian kalbu
Di sebuah perjumpaan yang tak terlupakan oleh waktu
Mungkin mengira menetes
Memenggal di ujung hari

Esok pagi saya kembali ke Terminal
Tidak bisa lama-lama di sini
Serasa memeluk perpisahan
Ku ucapkan terima kasih atas melayani penginapan di rumah sederhana milik sahabatku
Maaf atas mengugah kesalahan dan kekurangan dalam hati kalian
Sampai jumpa di lain waktu

Pamekasan-Surabaya, 2018

Menikmati Rumah Sederhana di Kabupaten

Serasa bukan menempati rumah yang sederhana
Seperti menikmati hidup secara apa adanya
Mungkin terasa berantakan entah memilah keheningan selama sehari
Selama meredup seusia yang terpenjam
Tanpa meragukan langit yang membahagiakanmu
Bukan saja yang menyiapkan hanya sahabatku
Termuat di kepingan jalan penuh berlubang

Istajabah mengebu emosi
Kesabaran tanpa kunjung padam keamarahan
Tersempurnakan senyapan hati
Meredup di sebuah kegoresan hampa
Yang memeluru di tepi angin yang merana
Inilah merekam sebuah catatan yang memilah kebersamaan
Tiada yang mengabadikan terhadap serpihan kenangan
Pulang dari sini akan memilah pembelajaran
Pertahanan hidup tanpa makan tanpa minum
Dan tiada keluar selain izin kepada sahabatku
Terima kasih sahabat setiaku

Pamekasan, 2018

Menulis Sajak di Madura

Betapa angin meramu di ujung samudera
Sambil melewati jembatan penyembrangan Suramadu
Yang memghubungkan antara kota pahlawan dengan kota yang melayang pada lautan sastra
Serta pulau yang menyelam santri
Ku lewati sebuah kesunyian yang amat indah
Melihat jalan begitu longgar
Terpintas pada sebuah kerinduan
Meski tersirna pada jejak petualangan

Menemukan sebuah kalimat melalui sajak sederhana
Memilah kemaknaan terhadap kecintaan sang santri
Terjelebah ku penggal di hadapan pujangga Madura
Tuliskan di sebuah petang panjang penuh kesenyapan sangat mengagumimu
Hingga tergores di balik sepinta pagi terkurap pada perjumpaanmu
Selamat dan sentosa
Tuhan akan memberkahimu

Bangkalan, 2018

Menulis Sajak di Kota Pamekasan

Sejak terderai siang disambut hangat penuh ceria
Serupa sekian tahun telah berjumpa namun tak sempat jalan-jalan
Ku yakini melangkahkan kaki mengantarkan aku di rumah sahabatku
Meski cobaan telah diraih dari pendalaman hingga rumah sederhana
Kadang, merapatkan cinta tertuang pada malam minggu
Esok hari tertidur di ruang penuh gelap

Sabtu sore, ku ajak bersafari di Wisata Api yang tak Kunjung Padam
Andaikan menyalakan api yang terus terkobar tanpa kunjung padam
Tersebrang di balik urung nadi
Serupa tersimpuh pada keajaiban dalam beragam sunyi
Sebuah kasih terungkap dalam sembari senja
Sambil terulur malam penuh nikmat sahaja

Terakhir ku ukir di sebuah panorama
Melangkah di pantai talang siring bersua dengan sahabat setia
Ku tuliskan sebuah sajak yang penuh sahaja
Mengambil gambar di sebuah Vihara
Tergores tinta yang tersulur piyama cinta pada sebuah lembar kertas
Terakhir menelusuri di Rumah gadis kecil
Sebagai merintang pada jalan muncak
Hingga menikmati kebersamaan
Serasa sudah menikmati padi yang tersaji dalam sajak singkat penuh barokah
Tinggal sehari di sini
Lalu esok hari akan kembali ke kota pahlawan
Sajak ini akan dikenang sepanjang masa

Pamekasan, 27-28 Januari 2018

Tuesday 23 January 2018

Mengakhiri Perjalanan di Kota Kecil

Tida terasa sudah mengakhiri pagi di kota kecil
Menginap selama dua hari begitu merintang di balik ujian
Ku terasa mengigil bila waktu malam tergebang oleh waktu
Terambisi oleh seimbang hampa dan kejora di dalam kesunyian
Tersentuh pemandangan terurai pada ujung kegelisahan dalam lembayung pagi reda
Amal tersiang menetes waktumu tersamba keriuhan di ujung siang

Lahan tersirah air mempental sebuah aliran penuh tergelintis sebuah warna ditandai dengan awan begitu menguras keringat
Sebuah perjalanan selama dua hari menderai cobaan walau menghadapi desa penuh terpenggal kota kecil
Tidak sempat melihat berita meski bukan kota yang diwarnai dengan sinar kalbu sambil bermuara di ujung senja
Inilah catatan sajak kecil menoreh perjalanan terakhir di Kota Kecil
Selanjutnya aku akan kembali ke kota pahlawan
Mengingat masa waktu telah habis
Selamat jalan kota kecil
Selamat berpisah kabupaten kelahiran Bung Karno
Semoga telah dikenang sepanjang masa

Blitar, 2018

Friday 12 January 2018

Hanya Satu Kata untuk Ratnawa

Palingkan manismu
Seruput malam tak kenal lelah
Memalingkan petualangan melalui sebuah rekaman
Cintailah subuh penuh kehadiran air mata
Menjemput pagi bersinar
Tak satupun yang melepas cintamu
Hanya satu kata untuk Ratnawa

: Renggangkan tangan bersamamu di surga firdaus

Surabaya, 2018

Persembahkan Untuk Pujangga Barat

: untuk Novhita S Maliha

Tatapan menawan
Setiap bahagia disapa dengan kemerduan sajak pujangga
Persembahkan dari ujung barat

Disebut wilayah pesisir
Di gelorakan pancaran syiar
Memantrakan kalimat melalui guridam
Seperti diabadikan oleh Jalaludin Ar Rumi
Menatakan kerinduan
Memalingkan engkau dipandang oleh lembayung senja
Mengayunkan setetes air mata
Ku percayai padamu bukan sekadar menaksirkan lelaki setia
Palingkan pancaran asmara
Bukan menoreh janji
Ku tenggelamkan engkau bila sakit hati
Ku tercelup asa jika membalut kesedihanmu

Hanya allah melindungimu
Dan melembahkan lembaran kasih
Jangan lepaskan engkau
Merenggang tangan kepadamu sang semesta merujuk senyap
Ditutupi bahagia tanpa arti

Surabaya, 2018

Pekan Ujian Akhir

Mengetuk pintu terakhir
Mengakhiri semester
Yang ditempuh enam bulan
Berniat menuntut ilmu
Ada penghalang saat belajar mengajar
Jika memasuki pekan ujian akhir

Seolah-olah dirampung nilai
Wajahku merisau
Seandainya ku tahu
Membangkai memori
Dikaji semua teks hingga didapatkan
Seperti mengasah pengetahuan
Seperti mengolah data
Seperti pula menganalisa kalimat
Ujian akan menentukan nasibmu di akhirat

Surabaya, 2018

Wednesday 10 January 2018

Kampung Terasa Tak Tenang

Kampung mengiringi suara berisik
Melekat di balut rumah lain
Merujuk perkara di datangi asap rokok melalui pembunuhan bahagia
Sementara burung terpancor
Lalu tersiam kalbu
Kemudian sepi menepi tersiksa suasana
Lalu deret waktu dengan terbuang sia-sia

Jangan selalu didambakan
Apalagi mengusap api pada wilayah api
Lalu mengucap lisan kotor
Lalu membalas dendam dalam lisan
Seperti disabda oleh mantra jiwa
Yang membeleduk manusia
Semata-mata tak mengerti agama
Melalui getaran jiwa
Yang mengampuni kesunyianmu
Inilah petualangan di wilayah hamparan kalbu
Sementara meresap di pangkuan perahu
Sementara akan tersilir bergurai senja
Siap-siaplah akan membelenggu suara akhir
Tembok akan segera berakhir
Dan selamanya tanpa prediksi

Surabaya, 2018

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...