Saturday 28 April 2018

Lembayung Puisi

Kepada sajak dituliskan melalui lembaran demi lembaran
Seraya mengencangkan angin
Yang tersemboyan dengan rindu
Yang tersembung oleh waktu ke waktu
Ujung waktu termakan sepi di negara ini
Sibuk apa pun tidak bisa mengabadikan momentum
Untuk menyembuhkan segala kegelisahan
Lembayung bulan terbayang arah
Puisi terpenjam seumur hidup
Ketika tidur pulas menantimu

Surabaya, 2018

Di Ujung Janji

Bergemam pada janji lantaran arah yang salah
Serasa lisan terlembayung pads suatu harapan
Gejala demi gejala selalu memetik senapan
Tiada kata kotor pada hatimu
Tidur menghabiskan waktu untuk mimpi dengan segala hal
Tangisan darah terkikis oleh darah
Izinkan mengusap mata dalam janjimu

Surabaya, 2018

Ketika Puisi Berkumandang di Masjid

Merayakan syair di dalam dekapan adzan
Seperti memuji padamu denyutnya sebuah estafet kosakata
Tak lain membenam pada suatu kala itu
Di ujung pena dan suara
Sementara lepas dari pena pikiran terbayang dimana-mana
Akan tetapi lupa segala situasi
Betapa rakyat yang mengimbanginya
Membuah kisah silih berubah zaman
Andaikan Chairil di sini menyanyikan sajak
Lalu menyampaikan kepada publik bahwa puisi diubah seumur hidup

Surabaya, 2018

Berakhirlah Usia ke-21

Selama 21 tahun habis menerka cobaan
Lalu menghampiri sirna entah mengayomi emosi
Tersembung selam memilu berkuasa
Awalnya dipenggal
Ujung ujungnya disirna
Menyebut poros dipandang semata
Disempurnakan oleh kemataan
Koalah ditimpa jeratan dendam
Munculnya poros kepasrahan
Usia ke-21 cukup sirna

Surabaya, 2018

Dalam Dekapan Kasih Ibu kepada Sang Penulis

: untuk Ratna Wahyu Anggraini

Saya lahir terinspirasi oleh Ibu kekasihku
Membesarkan bahasa Indonesia yang hendak dipelajari
Dalam dekapan kasih Ibu kepada sang Penulis
Inginnya menemani daripada diteliti
Sekali berjumpa tetap bertemu
Seyogyanya mengudara tangisan
Sekadar rindu tanpa menoreh ragu
Seolah-olah membawa buah tangan
Mengucapkan karunia kasih engkau menasehatiku selama menit per menit
Seakan-akan membuahkan kerintihanmu
Pulang dari sini mengucapkan terima kasih pada pujaanku

Surabaya, 2018

Rembulan Ditelan Matahari

Menelan rembulan pada serpihan senyum
Akan terpapan dalam namamu
Hendak mengundang sayupan dihempas seketika
Melangkah kaki sambil dihempas sepanjang warna
Sepi lalu diwarnai kehausan
Sepanjang hayat matahari tak akan diampuni
Sebelum mencicipi sahur terlebih dahulu
Jangan terbuang oleh tidurmu selepas subuh
Rembulan nafsu ditelan matahari
Bangun kesiangan lalu berangkat terburu-buru
Inilah pelajaran hari ini bahwa jangan tertelan rembulan pada mataharimu

Surabaya, 2018

Kontradiktif Ibu Indonesia atas Penyatiran Umat Islam

Ku rapuh sepenggal kata dalam sajak Ibu Indonesia
Setara menyatir umat Islam yang telah meresahkan sastra
Inilah purnama yang menyanjung sedih
Sedemikian rupa lumpuh menyanjung adzan yang dikumadangkan
Cadar dipersalahkan lalu apa yang telah diperbuat oleh penyair lemah

Atas kejinya menistakan agama
Maka putri dari Bung Karno akan mengamuk jika diksi begitu memerihkan
Ku pikir penyair sekeren itu mengolok adzan dan cadar sebagai merusak pencitraan agama
Lihatlah negara kita yang telah dikepung oleh Israel
Lihatlah si Ahok yang sekarang dipenjarakan karena menduga menistakan agama dalam Al Maidah ayat 51
Apakah bu Sukma sudah bertabayyun atas sajak Ibu Indonesia?

Aku adalah penyair dari preman sebrang
Atas membengkalai puisi Ibu Indonesia yang diwarnai insiden kecelakaan pada diksi tersebut
Kau pikir gunung meletus yang membelenggu penjuru penggalan kalimat di balik kata adzan dan cadar
Seharusnya adzan dikumadangkan untuk memanggilmu dalam ibadah shalat
Seharusnya wanita bercadar dihendaki untuk menutup aurat sesuai ajaran nabi yang diajarkan kepada kita
Ngapain dipersalahkan?

Siapa yang mengotori diksi tidak mengundang kebaikan terhadap umat islam?
Siapa yang menciptakan sajak yang meresahkan umat Islam
Siapa yang melahirkan karya sastra yang menerapkan jamuan gelap yang ditulis demi mengutuk argumentasi indah pada bait-bait puisi?
Siapa yang menyuruh menciptakan puisi dalam rangka pameran dengan kalimat yang mengukuhkan persatuan bangsa dalam keagamaan?
Untuk apa membaca puisi yang mengundang belenggu kata per kata

Manusia selalu diundang kutukan oleh iblis
Kasihan pemimpin umat yang telah mengenang kita
Jagalah negara kita dari ancaman terbesar pada tanah air
Lindungilah dan segera mengabdi negara yang dilanda bencana
Bu Sukma, sebagai peminta maaf
Doakan untuk umat Islam yang menyelamatkan dari ancaman Israel
Jangan mengusik kontradiktif dalam Ibu Indonesia
Kuasailah bumi dan langit dipersembahkan oleh Nabi Muhammad SAW
Taubatlah dan selamatkan batinmu hingga kembali tenteram

Surabaya, 5 April 2018

Wednesday 18 April 2018

Indonesia adalah Negara Hukum

Betapa pedihnya perkara mengujar kebencian sudah masuk ke ranah hukum
Sedihnya publik telah di dilema oleh langit hitam
Siapa yang akan dilimpahkan oleh hukum
Yang pasti pelakunya adalah manusia membuat keonaran
Tidak tahu betapa indonesia
Kau pikie masyarakat telah dibedebah oleh sekadar korupsi
Jendral telah membunuh kolega diantara semua yang telah terjadi
Sejarah terpinang oleh pencetusnya
Indonesia bukan hanya kemaritiman
Indonesia bagian negara hukum

Surabaya, 2018

Gugatan Hati

Bila rasa tak adil seupama punya ganjaran
Seperti tidak pas mengganjar di embun hujan
Seperti air mata menetes karena sakit hati
Jembatan diam tapi sehat tak bisa mengukur
Inilah hati yang memahat sebuah takaran
Apa cukup membuktikan bahwa cinta melepas takdir
Di luar sana masih ada tapi belum pasti mencuap
Dunia terlalu tak sadar betapa menggiurkan oleh pancaranmu
Yang dikatakan itu palsu
Gugatan hati akan dilimpahkan di ranah hukum

Surabaya, 2018

Wednesday 4 April 2018

Sajak Rapuhnya Islam dalam Ibu Indonesia

Adzan mengumadangkan panggilan Allah
Malah terhina dengan ibu tua tak tahu beradab
Menggelapkan segala lalu berpura tak mengerti apa yang dibacakan
Seandainya menyadari agama yang sesungguhnya
Putri proklamator terasa jahat
Membawa kejahatan bangsa serasa menyakiti negara
Pikiranmu tak berguna
Buat apa kamu mengejek negara tanpa melandaskan syariat islam

Hai putri proklamator
Kenapa kau berbicara kotor di hadapan publik
Seharusnya menjaga keutuhan agama
Ingat pancasila pertama berbunyi bahwa Ketuhanan yang maha esa
Adzan dan cadar bagian dari senandung Allah dalam dekapan maha kuasa
Kau pikir rapuhnya Islam karena apa
Jika keberatan akan merasakan siksa di balik jeruji

Aku kesini berdiri tegak
Siap melawan di jalan sesak
Aku tidak mempercayai kutukan penistaan agama seperti kau
Pengejek negara
Dalam sajak Ibu Indonesia

Surabaya, 2018

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...