Tuesday 25 October 2016

Indigo

Setelah menyandang indigo memang manusia dalam keadaan tak sadar. Tanpa menduga semua orang sudah hampir terkena indigo disebabkan faktor psikologi manusia dengan kepercayaannya. Wajah menghitam. Mata memerah dan tubuh mulai kaku. Susah kembali ke semulanya.
Aku berjalan di kampus bersama Kak Yuni. Tiba-tiba tubuh terasa panas sehabis kutukan indigo saat mimpi tadi. Berbaring di jalan hendaklah meminta pertolongan.
"Van, kamu nggak papa? Sakit ya."
"Tubuhku panas bercampur perih bahkan tak bisa bergerak" jawabku sedikit trauma
"Kita mampir ke rumah sakit"
"Tidak usah saya akan mencari cara dulu kelemahan dari kutukan."
"Kutukan apa Van?"
"Indigo"
"Indigo" kata Kak Yuni mendesak.
"Kak. Mending kita pulang ke rumah dan tidur dulu."
"Baiklah Van"

Tidak perlu meminta pertolongan kepada orang lain maka ia memutuskan pulang ke rumah untuk mencari kelemahan dari kutukan indigo. Sampai ke rumah buru-buru tidur di kasur empuk, sedangkan Kak Yuni duduk di Kursi dan merenung kejadian yang tadi.

Mimpi kedua telah tampak. Aku benar-benar mencari kelemahan dari kutukan itu. Ada suara yang mendadak dari dalam ruangan.

"Untuk apa kau ke sini?" Ucap Vina
"Kau rupanya. Sudah lama berjumpa Vina."
"Aku tidak sengaja menyandang indigo terhadap kerasukan kehidupan manusia. Oleh karena itu saya yang menguasai kekuatan indigo."
"Jadi semua ini karena ulahmu. Teman-teman semua bikin trauma dan mengancam hidup abadi begitu. Kau sudah basah membohongiku atas kamu terjadi." Bentakku sambil menetes air mata.
"Maafin aku selama ini kau menerima kutukan indigo bikin sakit parah."
"Lihatlah kejadian tadi tanganku panas bercampur perih dan sedikit halusinasi mengenang kamu."
"Hentikan itu" ucap Galuh telah datang tiba-tiba.
"Galuh!"
"Kamu tidak apa-apa Van."
"Iya"

Galuh telah menolongiku dan Vina merasa heran ada teman yang tak kenal oleh Ivan. Kelemahan Indigo adalah selalu menerima kekuatan yang merasuki makhluk supernatural. Kini suasana di dunia nyata telah menghadapi pembunuhan manusia tak berterima kasih. Teman Galuh juga terkena indigo dan tidak bisa bertemu lagi. Secara filosofi Galuh bertegas tidur di kamarnya sendiri. Dia akan menumpas pemberontakan indigo dengan cara memancarkan kekuatan. Tak sanggup memandang teman dan masa lalu, dia berlari mendekati Vina.

"Apa yang kau lakukan?" Ujar Vina
"Ku berantaskan indigo dari kejahatan manusia" tegas Galuh sambil gegas berlari membawa kekuatannya.
"Luh. Tidak"
"Aku akan menunggumu beberapa tahun lagi. Sampai jumpa."

Mimpi Indigo menghancurkan puing-puingnya. Kutukan telah berakhir tragis. Aku dan Galuh tertidur di dalam kampus. Betapa pagi terik ia segera bangun tidur dan serasanya sudah nyaman sehabis kejadian sebelumnya. Aku mendadak membuka jendelanya. Dunia sudah normal kembali. Semua aktivitas seperti biasanya. Vina tak lagi bersama di dunia melainkan istirahat di alam tenang.

Tuesday 18 October 2016

Malang Tragedi Macet Jalan Raya

Malang Tragedi Macet Jalan Raya
Banyak kendaraan yang ingin pergi
Atau pulang dari rumah
Betapa buruknya jalan begitu kecil
Dan sempit menghampirinya
Tak mungkin melupakan segala penderitaan
Luka melumpuhkan ketidihanmu
Mencampuri hujan deras
Membuat takdir akan hancur lembur
Musnahkan waktu mengadili rembulan di tinggal
Inilah arti dari kepekaan
Benar-benar nyata

Sepenuhnya balik dari kegumaman rindu
Justru emosi berubah
Makin lama makin mengulang
Pasti terjadi lagi bila sesaat
Tuhan akan membingungkanmu


Malang, 15 Oktober 2016

Lembaran Rahasia

Lembaran Rahasia
Teka-teki telah menanti
Sejauhnya misteri mengungkapkan kehidupan
Kunci tertutup rapat
Tiada yang memberitahu kami
Hanya suasana yang tertutup
Maklum tidak menyebarkan jiwa
Berlari yang merentangkan butiran pasir
Hadapilah segala rintangan
Lewati benda yang tajam
Sekaligus binatang siap membunuhmu

Cukup sulit bagiku
Itulah arti kesusahan yang menimpanya
Saat lembaran telah memegangmu
Bacalah tulisan yang begitu menyedihkan
Sejauh ini hanya seutas lampu

Surabaya, 15 Oktober 2016

Mengenggam Butiran Kota

Mengenggam Butiran Kota
Sejauh ini butiran udara begitu dingin
Tak terasa dataran gunung telah menjemputmu
Bangkitlah perasaan yang meresahkan fikiranku
Di antara sekian kehidupan hanya kebiasaan yang nyata
Tidak mampu mendetaskan butiran jalan ke jalan
Janganlah mendatangkan lubang karena sakit hati
Sumbu dari permukiman berjalan seperti biasa
Sehubungan dengan daratan yang rendah
Mungkin sangat ramai karena mengejar waktu

Jangan sampai ibadah telah berjalan denganmu
Terimalah sesaat mungkin
Inilah jalan yang terus menerus
Tidaklah menyelami samudra
Dan diam menggelamkan wajahmu
Hanya untuk menyiram air bunga
Menyambutkan hujan


Surabaya, 15 Oktober 2016

Mewarisi Muhammad Sebuah Novel

Mewarisi Muhammad Sebuah Novel
Untuk : Tasaro GK
Nabi Muhammad telah mengisahkan tentang ka’bah
Tidaklah engkau Muhammad
Perhatikan bagaimana bertindak kepada pasukan gajah?
Ia mengira bukanlah sebagaian daripada dia
Sengaja mengirimkan kepada mereka
Burung yang berbondong-bondong
Atau seungkap lembaran serangan dari gajah
Mungkinkah melibatkan perang ka’bah karena burung ababil
Tidak seperti itu kisah yang menandai warisan hujan

Sebagian juga langit telah bersaksi bahwa
Semua ini hanya keberkahan dari tuhan
Tulisan membentang sebuah novel
Yang menderaikan angpau
Tiada masalah apa-apa
Bersentang diri tanpa merasakan juga
Itulah bagaikan awan tidak seperti di langit dan bumi


Surabaya, 15 Oktober 2016

Cerita dari Pengalamanmu

Cerita dari Pengalamanmu
Untuk : Dwiki Ariq Naufal Birowo
Saat pagi engkau menceritakan padamu
Ia bilang “Saya ini sedang menuliskan novelnya”
Tidak hanya bergaul dengan sebaya
Tapi ia rela mengorbankan tulisan
Akan membaca dari awal hingga akhir
Katanya ia menceritakan semasa SMA
Romantis terkandung di dalamnya
Bagaikan teduhan sungai mengalir
Menitihkan air jatuh dari tanah
Ku pingkar selapis misteri

Suatu saat tulisan menyebarkan pembaca
Akan bikin cerita lebih mengerikan
Tidak seperti pada awalnya
Melainkan hujan akan bersaksi sebagai itu
Inilah pikiran yang menggenting


Surabaya, 15 Oktober 2016

Tidak ada Lagi Pilihan Untukmu

Tidak ada Lagi Pilihan Untukmu
Untuk : Ratih Yuniar
Sejak pagi telah mengelilingi bersama
Sempat mengajakku canda bareng
Bersama teman saling berbakti
Ia menyangka tetap bersama
Sambil menunggu teman yang datang
Bagaikan rahasia telah terbuka oleh hati

Menangisi jiwa selalu bersalah
Mungkin ini ulahku atas ketidaksopanan
Kepadamu sebagai tuan rumah
Tidak hanya itu selalu bela menunggu
Tugas yang diberikan

Menghampas langgarkan jiwa
Dewasa susah mengontrolmu
Seperti bermain lari menangkap kelinci
Minta maaf bila mengungkapkan isi hati
Hanya tuhan membangun kesadarannya

Surabaya, 15 Oktober 2016

Malang Kota Singa

Malang Kota Singa
Arek Malang telah membentang kota
Desa selalu menjadi satu
Mendengkar kedentuman setiap pagi
Dingin sekali lalu balik lagi
Memberikan pengorbanan terus tercurah
Menutup mata lalu menetes di kemudian hari
Siapa pun yang meringkai kata
Akan mengombinasi antar cerita
Hasil mengentangkan cantikmu oleh gadis
Tak tahan mengarahkan setapa jalan yang luas

Meski ku lalu setelah dua kali berkeliling
Semua peristiwa itu ada di dalamnya
Sebagaian apa yang terus terdepan
Itulah singa yang gagah perkasa
Malang menjadi saksi sejarah dalam hidupmu

Malang, 14 Oktober 2016



Malang Tertutup Jalan (II)

Malang Tertutup Jalan (II)
Dari pagi pikirkan tentang suasana
Jalan raya begini selalu menutupi suasana yang ramai
Tidak bisa begitu bila mengalihkan jalan ditutup
Jadi tidak pasti berhemparan daun menuju ke dalam serdadu
Menyanyikan sejuta lagu untuk menghiburmu
Orang yang mengecewakanmu
Kepingan batu terlempar terhadap manusia
Pecahkan gelas mengadu sampai pergi
Tinggalkan sendiri tanpa terbentang derai

Jalan raya tidak bisa melewati
Tiada pilihan lagi melewati jalan terindah
Menunduk ke bawah sambil merenungkan
Kesalahan yang ditimpanya
Suatu saat malang pasti terjadi

Malang, 14 Oktober 2016

Malang Tertutup Jalan

Malang Tertutup Jalan
Pagi hari berangkat dari Surabaya
Subuh telah usai
Langit dan bumi menyambut hangatnya dingin
Naik bis kemudian berjalan mengiringi cuaca
Kini langit sedang sakit
Mengganti dengan awan begitu menganggumu
Tiada abadi kecerahan ku peringatkan
Melibatkan ini lesat pada kenyataan
Malang telah sampai di sini
Sampai di sana terlalu banyak kendaraan

Di sana menemui jalan yang luas
Mengiringi ruangan begitu agung
Sejujurnya sampai sore pada macet
Malam juga macet
Ini semua tak ada habisnya dari kepergiannya


Malang, 14 Oktober 2016

Sahabat Tersesat Nyata

Sahabat Tersesat Nyata
Kota semakin luas
Di tengah kesempitan jalan yang kecil
Mencari sahabat telah terpisah jauh
Terhempas angin dari sekian daerahnya
Entah kemana engkau pergi
Dan sebelum pulang harus ketemukan
Mengincar satu persatu dari tempat ini
Kelumpuhkan hati tersimpah agung
Hati menggelisahkanmu
Lari demi waktu berjalan

Sesungguhnya sahabat memang imbang
Pinginnya tidak terkepung terhadap penderitaan
Menyingkap bunga merah
Penuh berdarah
Sehingga hilang dari segal kalbu


Surabaya, 14 Oktober 2016

Kenangan untuk Reformasi

Kenangan untuk Reformasi
Reformasi menjadi peristiwa terbesar
Sepanjang hidup pemimpin meringgahkan ini
Mahasiswa turun jalan
Untuk memberhentikan pemimpin kejam
Ku datanglah krisis hukum
Mencungkamkan politik menggelisahkan pernyataan
Orang tidur di tanah merasa kasihan

Keamanan menendang wajah secara tragedi
Memang sengaja membentak ekonomi telah menumpuk
Situasi telah meledak di hati
Jangan-jangan menistakan dia karena perbuatanmu
Ini semua presiden Soeharto membengkalai
Waktu semakin terlambat
Mahasiswa merasakan menduduki DPR
Karena ulahmu membunuh di muka bumi


Surabaya, 14 Oktober 2016

Hukuman terhadap Penistaan Agama

Hukuman terhadap Penistaan Agama
Mulut menjaga diri kita
Malah mengeluarkan kewajaran itu
Datanglah kefitnahan yang menyakininya
Tak seubah dengan pemimpin bijak
Tanpa meragukan masyarakat dan warga negara
Terhadap ketidaktahuan makna kitab suci
Melecehkan agama begitu sengasara

Hancurlah penistaan dalam lisan
Bakarlah hidup berjiwa hukum
Mundurlah dari nasibmu
Tidak lagi perbuatan yang menyesahkan kita
Meringgahkan bendera tuntaslah pemimpin kafir
Singkirlah dari ketidakgunaan
Serta tak berdaya agama merobekkan hati

Surabaya, 14 Oktober 2016

Manusia Murka

Manusia Murka
Betapa kebiasaan yang jelek
Tak bisa melupakan dari kesengsaraan
Emosi telah merunggu kebaikan
Kasihanlah kebaikan terjalani lama sekali
Lupakan dengan segala apa adanya
Melempari benda di atas kubah
Lalu menjatuhkan begitu roboh
Di sertai hujan deras yang melanda

Racun mencampuri makanan
Sehingga tak berdaya melakukan itu
Lalu penyakit telah datang
Benang merah merajut ruang
Bila ku sangkut
Rela memikat hati yang lumpuh
Tidak tenang sepelat angin
Sajadah tak terbentang kalbu


Surabaya, 18 Oktober 2016

Ibunda Penciptaan Tuhan

Ibunda Penciptaan Tuhan
Surga dibawah telapak kaki Ibu
Semua orang berkata “Ibu juga sebagai penciptaan tuhan”
Bila perjuangkan bayi yang lahir
Sejak dini engkau mengajariku etika
Dunia tak tentu hancur
Hanya manusia penuh prasangka
Serupa seruan kalbu
Merangkai kekuatan serta ketabahan

Sehingga tak meraih kehembusan
Ajarilah pembelajaran yang diasa
Melainkan tidak akan terpisahkan
Serasa kelekatan terus menggugah
Hanya pengorbanan yang penuh keteduhan
Begitu memikat pada hati dan fikiran


Jakarta, 18 Oktober 2016

Persahabatan bagai Kepompong

Persahabatan bagai Kepompong
Makhluk ubah ulat menjadi
Bintang hadapi perbedaan
Tangan selalu ku genggam
Sunyi senyap menguap dari malam
Bintang selalu berkejora
Tidak seubah keajaiban yang melangkah
Inilah hari tidak menentu
Suatu catatan dipeka oleh pipimu

Cerita bercampur canda tawa
Tidak ada larangan untuknya
Tersingkat oleh perbuatan
Hingga terpikat seiring melayang
Bagaikan angin terus menanti
Tidak arti bahkan kegeraian arus sungai

Surabaya, 18 Oktober 2016

Hidup Begitu Lega

Hidup Begitu Lega
Hidup tidak bisa terpisahkan
Hidup enggan dipertemukan
Hidup tidak sepasti mimpi dan harapan terwujud
Sukses akan membawaku pergi
Ini terus ku lanjutkan

Surabaya, 18 Oktober 2016

Duka Terjangkit Manusia

Duka Terjangkit Manusia
Duka sangat mendalam
Mungkin tidak membangunkan dari tidurmu
Melainkan tanpa bisa bergerak selama hidup
Duka tak bisa dibagi
Semua orang harus menghadapinya
Duka juga tidak kembali di dunia
Walaupun tidur disana selamanya

Mimpi dan harapan tak ada lagi
Terwujud di saat menggapai langit dan bumi
Duka tak menentu dari waktu ke waktu
Teranugrah pada tuhan
Senantiasa doa akan terus terpanjat
Sepanjang masa


Surabaya, 18 Oktober 2016

Inspirasi dari Perempuan

Inspirasi dari Perempuan
Puisi ini mengungkapkan melawan anti kanker
Lihatlah betapa berjuang menuntut ilmu
Untuk menegakkan tuhan yang maha agung
Entah suka duka akan menentu dari sini
Ia rela mengorbankan hidupnya
Menyayangi setiap kasih sayang
Walaupun tidak mesti beribadah telah berjalan

Terhembus nafas ku berbagi
Bayangkan setiap jiwa pasti banyak
Tidak meragukan lagi jika menemani
Setiap hari ku rasakan
Alamilah setiap tersedak zaman


Surabaya, 18 Oktober 2016

Aktris Teladan

Aktris Teladan
Untuk : Chelsea Islan

Gadis sangat eksotis
Terlihat anggun seperti kupu-kupu melayang
Fikiranku bertening pada menara kubah
Langit biru menjadi merah muda
Mengelilingi burung bersayap terbang ke sana
Serasa berjuang di jalan kebaikan
Abadikan momentum penuh termuara
Begitu pekat sepeluk sungai
Mengolesi air mimpi ditemani emosi
Ia merenggang tali erat sangat terikat

Hidup itu perpanduan
Antara mimpi dan harapan
Tidak lain itu
Dimensi menghempas di waktu begitu tidak ketahui
Suatu saat akan pertemukan lagi
Bersama mencapai abadi
Melibatkan air mancur semanis surga

Surabaya, 18 Oktober 2016

Kami Berhenti Sementara

Kami berhenti sementara

Seiring malam minggu
Begitu pertentangan
Aku menyesal dihadapan orang tua
Entah semacam percakapan
Menerima atau menolak
Tentukan orang tuamu
Akhirnya ia memutuskan
Untuk tidak keluar selama
Batas waktu yang ditentukan
Inilah hidup secara terbatas

Butiran waktu semakin berjalan
Bergurau akan lumpuh dari ini
Sedetik apapun nasib tak tentu sama
Keajaiban terus menimpa
Penistaan agama melecehkan lewat realita

Surabaya, 17 Oktober 2016

Baca adalah Fikiran

Baca adalah Fikiran

Bacalah dalam segala pintu cahaya
Bacalah dengan menyebut namamu
Segala panjat oleh tuhan
Meringkas dari kata per kata
Melalui dimensi alam serap tulisan
Bagaikan sang pena membawa keajaiban
Tidak akan lupa pengaruh oleh waktu
Tanpa melekang untuk resah dirimu

Sepenuhnya doa adalah bermunajat kepada langit
Bumi yang menghampirimu
Seakan-akan merimpahkan kerenahan dari jiwa ke abadi
Gapailah sampai ke tembus fikiran sampai esok hari

Surabaya, 17 Oktober 2016

Nasib Nyawa

Nasib Nyawa

Dalam kehidupan penuh cobaan
Seperti detak jantung sangat bergerak
Ku jalani setiap hari bila ku mampu
Andaikan tahu melimpa pekerjaan penuh rintangan
Merubah segala kebaikan akan alami
Tidak perlu mengada-ada dalam fikiranmu
Tersimpan oleh ingatanmu

Di daerah mimpi tak tersunggah angin
Tertumpu angin merimba nyawa
Serdang merentuk daun jatuh
Saat mati tak bisa hidupin lagi
Ku nikmati alam kuburmu
Penuh selama-lamanya

Surabaya, 17 Oktober 2016

Membebani Uang

Membebani Uang

Uang adalah segalanya
Tidak lepas dari tumpukkan uang
Beban telah datang
Bagaikan siang dan malam bekerja keras
Demi kebutuhan manusia
Di dalam keteguhan abadi
Tidak seperti ia bayangkan
Tertancap oleh mata mendekati lembaran hijau

Tak sangka uang diberikan
Hanya sekedar berfoya-foya
Utang selalu terbeban
Tiada pertolongan selain berbakti
Padamu ya allah
Mengorah pikiranmu
Setedih benturan kepala lalu sadar

Surabaya, 17 Oktober 2016

Topeng Di Dalam Wajah Gadis

Topeng Di Dalam Wajah Gadis

Betapa wajah kusam
Menunduk kota penderita
Penuh kekerasan tanpa kesan
Merunduk tanpa sepengetahuanmu
Menangis dalam siksaan
Darah menercak jari
Sebuah pulau cukup angker
Tersirat embun angin merah
Tiada percaya semua perasaan yang alangkah terkam beringin

Topeng tersukar timpa hidup
Gelap gulita menyakiti purnama
Jauh menatap mimpi
Menutup mata serasa tak tahan olehnya
Berlari cepat melangkah di atap
Cantik menutupi suatu pengorbanan
Bagaikan darah menetes di tanah

Surabaya, 28 September 2016

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...