Tuesday 15 August 2017

Jatuh Pingsan

Berdiri di tengah terik matahari
Entah belum sempat sarapan
Badan semakin jatuh
Lemah tak berdaya
Kembali merujuk di sebuah pertolongan pertama
Tubuhku merasa lemah
Pagi tidak makan
Siang tidak makan
Sore tidak makan
Malam tidak makan
Dini tertidur

Surabaya, 14.8.2017

Masa Lalu Merumpang

Dunia telah rapuh
Mengepung penjajah
Serupa runtuhan mengetak roboh
Terjun pada hujan sepi
Sembari mengemu arti
Redup memalingkan bintang
Waktu bukan sekarang
Melainkan sudah membalut sejarah
Di sudut meremuk tanah

Milik bumi begitu rapuh
Jika mengepuh derah
Bila bening memuat gelisah

Surabaya, 14.8.2017

Menjerit Air Mata

Balita hendak meminta sesuatu
Seperti apa yang hendak dipertanyakan
Percuma saja air mata menetes
Gerai angin tanpa bisa keluar sesudah menderu
Lepas dari jeritan
Tidak ada membangkai mimpi terkelupas
Salah sangka membantai organ
Siksaan terpendam padamu

Surabaya, 14.8.2017

Getah Menderai Langit Siang

: Bung Zayyin Achmad

Getah mengarus siang
Lelah terkelak-kelok dalam berbaring
Seperti pula menderai langit siang
Ajaibkan padamu sebuah pontang
Ditambahkan kopi hangat menghilang rasa galau
Merintih hujan menunggu pulang
Hingga titik terang
Tiada mengeluh keringat menghampa padamu

Surabaya, 14.8.2017

Sampaikan Padamu

: Teguh Wibowo

Terengah-engah pipimu
Membela dirimu
Genggaman tanganmu
Erat abadi tersenyum di sisimu
Memanggang di balik helus perutmu
Sampaikan satu kalimat untukmu
Resap memancar cahayamu
Bukan perempuan tersendang mimpimu
Bukan manja tetapi pria adalah lawan dari keberanianmu

Jombang, 13.8.2017

Mendengar Rekaman dari Almarhum

Ketika pidato menjadi penjabat
Merekam suara yang meringkas waktu
Takut diredup zaman bila peristiwa reformasi
Ketika rekaman pembunuhan tujuh pahlawan revolusioner
Ku pasti cela mengenggam satu
Berikan satu suara sebelum nafas terakhir
Tidaklah kau tersembunyi di balik gangga
Ku tahu terpaku arsip rahasia
Semua berkat rahmatmu

Surabaya, 11.8.2017

Narkoba Tanpa Kunjung Usai

Negara penuh mengonsumsi obat terlarang
Inspirasi terus kehilangan
Mengejar kesenangan penuh duniawi
Tidak ada mengajari landasan agama
Tersanjung langkah begitu mengetuk titik hampa
Hati tersumbur jelata
Menghambur dosa tersiur organ
Tak tahu arti wawasan
Harus memundak di ranah hukum
Atas pengorbanan yang buruk menjadi dampak merusak kebatinan jiwa

Surabaya, 11.8.2017

Sayonara

Terbentur pohon sambil menderita
Mengetar langit di atas pancoran
Duka mendalam bagimu semesta
Senandung tubuh lemah tanpa berdaya
Minta tenggelam mengamplas luka
Izinkan tulang belulang mencabut nyawa
Menari sebelum sedih meramu namamu
Dalam senandung kubur tersalut padamu
Hangus seumur hidup

Surabaya, 11.8.2017

Menunggu Kurasnya Waktu

Waktu telah menguras tenaga dan pekerjaan
Siaplah menanggung beban kepadamu
Sering menikahkan jantung dan hati
Sambil memeluk ayah di tengah menetes air mata

Menguras waktu
Mengarungi senanjung hamparanmu

12.8.2017

Sang Difabel Sebagai Penguasa

Dilahirkan cacat
Berawal segala keresahan
Cobaan menghalang tiada habisnya
Seperti pemukiman di karpet kegelapan
Kursi roda hendak memimpin
Sedangkan diriku tidak tahu arti kontribusi
Semua itu awal dari kegagalan
Belajar membuatku paham sebuah makna
Difabel sering mengeluh apapun

Kini berkuasa di hadapanmu
Terima kasih untukmu walau tertatap layar
Sekiranya berkokoh sambil di dampingi kawan setia
Seperti tali saling terikat satu sama lain

Surabaya, 11.8.2017

Generasi Hitam

Catatan pena hampir lepas
Setelah keramaian berujung sepi
Namun kenapa catatan tersimpan melalui karya tulis
Memeluk rindu seolah-olah bergeming di tepi kubur
Awan hitam menepis kelam di samping layang-layang
Lepaskanlah gejala keramaian
Seakan-akan berhenti dari produktifitas dini

Seandainya pergi
Menemui masa lama
Entah apa yang mereka lakukan
Menjadi suatu harapan yang meski dikabulkan
Terhilang dari segala kalbu
Bukan lagi generasi lama
Baru saja terhinggap lalat
Sebuah garda datang di ujung terakhir
Mati tanpa memecah belah

Surabaya, 9.8.2017

Thursday 10 August 2017

Artis Terjerat Narkoba

Tahun demi tahun
Panggung hiburan mengonsumsi ganja
Penggemar telah hilang
Penjara ku nantikan
Serupa membalik semua kejadian sekarang
Menjadi kesadaran begitu tolol
Kolot tersimpang siur
Hukum menjemput sana

Hukum sudah ada
Jangan membebaskan secara damai
Ini adalah keuraian hidup
Dan lebih dirembuk pada sendiri
Dari gejala hampir mengusik
Andaikan ku tahu penjara adalah nyawa terakhir
Sebelum beranjak di penjara
Tanda terakhir bagimu
Bukan awal dari kecil bisa mengonsumsi rokok
Sementara generasi hampir lepas
Memutuskan hakim tetap bersalah
Melainkan nyawa hukum telah merebahmu seumur hidup
Artis bujang sampang silir
Laut emosi menjadi halunisasi
Gimana lagi penjara adalah tempat tinggal bagi penjahat

Surabaya, 10.8.2017

Penipuan

Pengalaman paling berharga bagiku
Ketika memecahkan rekor baru menemui sejarah baru
Terkesan berkah jika rezeki telah melimpah
Telah mengabulkan permintaanku setulusnya
Semua akan percaya bila bisnis terbaik sepanjang

Namun apa jadinya bila bisnis sukses
Ditaburi sesuatu yang licik
Bahkan menambahkan uang berkah
Seandainya pergi tapi janji akan palsu
Semua berawal dari kambing hitam
Kiranya ia enggan berbohong
Semua ini karena ulah direktur
Dan usaha membelenggu kegagalan
Penipuan sebuah harga palsu bagimu
Dan seuntai api kekal di balik jeruji

Surabaya, 10.8.2017

Bakarlah Hidup-Hidup

Kutuklah kau sebagai pengambas manusia
Merujuk serahkan pasrah berguling ke cairan magma
Tiada satupun menguasa di jalanmu
Atas pengorbanan di lampiaskan kekejaman
Pedihlah kau tanpa mengesat jiwamu
Hanya berkeringat sambil mencecer

Jatuh di lahap cairan api
Sekali sentuh tubuh terasa lenyap
Kaki kesakitan begitu meluap
Siksa ucapan entah kehilangan harapan
Supaya tidak mengutuk hidup-hidup
Semua akan berada di alam kegemuruhan
Jiwa tertandus
Runtuhan aspek alam telah retak
Artinya semua akan hilang sekejap

Surabaya, 10.8.2017

Sebelum Pulang

Sesuatu ku selesaikan
Masih banyak waktu dituntaskan
Seperti halnya digelut payung
Membuahi tangan tergetar
Tubuh terasa capek
Kembali padamu
Kemudian malas mengotak-atik
Demikian juga mengayomi senja
Kembali pulang bukan kembali di sini
Membelikan sebuah buah tangan jika kembali

Surabaya, 10.8.2017

Sebutan Kalbu Padamu

Sebutan kalbu
Sembahkan padamu
Dipanjatkan doa dalam impianmu
Kemudian meramu kesal
Selepas darimu
Mungkin akan terpapan pada cemburu
Keluh kesah menguyur dirimu

Bukan lagi di hampas
Sebuah nafas panjang dihirup
Bagai jauh di sebelah laut
Bukan saatnya untuk memanja
Kiranya memalingkan kegayuhan
Bukan lagi terbang menyebrang di sana

Surabaya, 10.8.2017

Menanam Hati Pada Dirimu

Langit menjamu pagi
Selimuti senandung nada tersilir
Membara panorama di ujung sepi
Bening menanam hilir
Rumput mengemu satir

Memanjatkan padi terusap angin
Begitu pukat pada serdadu lintang
Hampiri hati bersih
Serupa kata tak bisa terucap
Seraya merangkut masa
Persembahkan untuk dening-dening getah
Seraya merujuk hampa menghampirimu

Bukan lagi meniup umbun-umbun malam
Setiap waktu memilu rembulan terbelut senyum
Setiap nafas dihirup hasilkan selipan esok

Surabaya, 10.8.2017

Senja Membalut Kabah

Hujan Selimuti kabah
Suasana makin mengeluh
Sesali hidup secara resah
Duduk sambil bergumam teduh
Pagi dingin bening terseduh

Kiranya siang bernafas lega
Sesuai lelah bernafsu manja
Purnama meramu senja
Bangun dari membalut gempita
Seperti memanjatkan selera
Nikmati malam tidur penuh asmara

Surabaya, 10.8.2017

Sementara Majikan Usir Pembantu

Majikan dibentak terus
Kamar berantakan tanpa alasan pasti
Mengacaukan hidupku
Mengusut lumpur dinding
Anak memakan kue milik kerabat
Anak pembantu sangat prihatin
Secara tidak tahan maka keluar dari rumah mewah

Menendang paksa
Hujan memenjarakan hati dan pikiran
Anak terkurung di dalam
Majikan sambil membentak darah tinggi
Usir langkah berat
Lalu siapakah yang bereskan semua pekerjaan rumah

Surabaya, 5.8.2017

Kumandangkan Cuitan Kasar

Burung berkicau
Bersebrang tepi jalan
Seraya melekang api
Kumandangkan cuitan sensitif

Kaulah korbannya
Memainkan hati dan rindu
Langit bertabora
Luka mengasap daya
Sebelum menular dekat

Seperti membaca pikiran
Kemudian sembunyi
Di balik debu tersiar
Api dan pisau berbatang tiga hadir
Lalu membunuh dengan sengaja
Dengan tembok menembus akhir

Surabaya, 5.8.2017

Menuangkan Dirimu hanya Berdua

: Yuni Kartika Sari

Kini mencicipi karya
Tanpa dipertemukan aku ditengah kebuntu waktu
Carikan ruang kosong
Di sana sangat pahit
Pandangan bangkalan telah asam
Menuangkan cinta bukan ciuman kata-kata
Dirimu hanya berdua
Antara kepercayaan dan ketiadaan
Sebut saja sejatinya memeluk wangi sehelas pati senanjung nada
Kini melumrahkan kau dan bayanganmu

Surabaya, 2 Agustus 2017

Thursday 3 August 2017

Syiar Senja

Bagai syair mengambang laut sore
Tersilir bening-bening kalbu
Dia tercipta rabu hening
Sementara di sana masih menikmati
Tenggelam wajah terarungi samudra
Membekas pada hiliran debu
Panggil ayah dalam pasir
Jatuh tanpa dilontarkan sebuah lagu
Terpintas kalbumu
Sore menjelang malam
Gulung waktu hingga berputar

Surabaya, 1 Agustus 2017

Mengapa Aku disebut Lelaki Strawberry?

: Ayu Wahyuniar

Apakah aku disebut kura-kura?
Mengapa aku diberikan kura-kura?
Entah kenapa kamu menyebutku strawberry?
Sebut manakah surah yang dituliskan?
Siapakah pelaku yang memberikan semacam surat panjang?
Mungkinkah berdasarkan realita dan kenyataan?
Inilah yang disebut keangkuhan diriku?
Dan sebuah kegempitaan yang tergema nada agung inikah yang disebut api yang berkobar-kobar?

Surabaya, 30 Juli 2017

Suara Kampung Sangat Berisik

Mendengar seseorang bercerita
Sedangkan aku di dalam terlalu berisik
Kemudian ingin bunuh
Sanggup getah suara akan diakhiri kematian
Seperti debu tersiar padi
Teriak tangisan tersinggung pada kelabu
Ku dampingimu
Entah apa yang diperbuat
Daripada tersiung bawang suara tak begitu kuat
Berbaring dalam tidurku

Surabaya, 1 Agustus 2017

Betah Bersama Laut Biru

Laut bolak-balik mengambang lalu diterkang angin mengelup senja
Sebuah mengeloteh sunyi di sudut pelik meski betah bersama langit biru
Kemudian menanjak sebuah kelompak mata menyinari matahari
Lalu tersendap di embun dingin meski terkelupas di arah keteduhan
Sungguh menatap indah di gemari pasir bergelombang
Seperti laut tersiung payung-payung kelirikanmu
Sampai saat terbawa angin membajak mata

Surabaya, 1 Agustus 2017

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...