Tuesday 29 November 2016

Mandi Agak Lama

Mandi Agak Lama

Ia mengaku ketika mandi
Menunggu dari luar
Sambil waktu berjalan
Tak sangka semua itu hanya kegilaan
Justru sebaliknya ia mau
Air menuangkan dirimu
Rupanya menyanyikan lagu di dalam
Mendatangkan suara dari sini

Sungguh sadis di depan kamar mandi
Bila jangka waktu belum memungkinkan
Ia harus mencari kesempatan di tempat lain
Tidak punya pilihan lain selain dia

Surabaya, 29 November 2016

Ada Apa Dengan Rokhman? (4)

Ada Apa Dengan Rokhman? (4)

(1)
Semenjak SMA engkau membuka catatan baru
Di tengah melamun di tempat
Saat masuk tiada teman
Mencari ruangan yang jauh
Berjalan pelan di tengah orang lain serupa
Di antara guru dan kakak selalu mendengar
Dari murid baru
Jika meski belum mengenal sekalipun

Sekolah menjadi rumah ilmu
Itulah pasti bahagia
Di antara seluruh lapis kehidupan
Ia tahu mengerjakan yang ada
Sakit hati jika memarahi adek kelas kita
Tak tahu harus apa?
Ku tunggu adegan baru

(2)
Puasa telah berjalan
Mengiringi tugas dari kita
Berangkat rumah dalam mengantar orang tua saya
Di Jalan penuh sepi
Masuk tanpa perupamaan
Malu di tinggal masa yang dulu
Ia rela melanjutkan di tempat yang berbeda
Akhirnya lebihi diri
Hanya bertunggal awan

Padahal ia membantu
Untuk selesaikan pekerjaan ini
Ternyata ia rela merombak tongkat bendera
Ia tega menghabiskan waktu dengan sia-sia
Sepulang dari sini terlalu parah
Nilai kalian hanya banyak ngomong

(3)
Masa SMA itu buruk
Tiada akrab denganku
Ini merupakan benteng bagi bonek
Tak sanggup menasehati kalian
Karena moralmu penuh berantakan
Ia hanya menggeru manusiaku
Melempari emosi penuh kemarahan
Gerut sinar menyambang api melulu

Walaupun sekedar ukuran
Yang bisa berkumpul dengan gengsi
Tak melalui jalur persoalan
Problematika akan selesai setiap perasaan
Mendustakan perbuatan yang di jalani
Abaikan langkah tahu
Seumur yang ada

(4)
Hexagonal telah bersaksi
Bahwa enam kehidupan yang jalani
Satu
Seolah-olah senang berujung tragis
Tidak tentu waktu yang akan digunakan
Mengerjakan tugas di belakang waktu
Tak tahu apa-apa

Dua
Senantiasa lebih keji denganku
Seolah diam diri lalu berkhayal diri
Terpandang oleh iri

Tiga
Suasana beda dengan dua sisi
Tapi berujung drama pertama
Suka memerintahkan orang
Hanya terpatung panas hati

Empat
Selalu membuka pintu gengsi
Neraka terus merombak sampai tubuh menyiksa
Dunia tak bisa nyata
Jadi ia rela mengenggam contek massal

Lima
Tingkah laku mulai berubah
Lalu mendengarkan musik sangat tidak jelas
Hanya sekedar takaran
Hidup lebih berati

Enam
Inilah sumber akhir
Yang tidak bisa menembakkan dia
Ujian telah menanti
Tetapi mencari pengganti beban
Merombek seluruh aspek tiga tahun kehidupan
Hanya mengucapakan selamat tinggal
Untuk selamanya

(5)
Pesta mendatangkan kalangan remaja
Ia perlu ditinjau
Seperti halnya dengan pertentangan
Hanya kemungkinan pada diri kalian
Ia mencondong ke seluruh kepanahan
Melibatkan patung yang mati bekas sejarah

Prasasti akan menunjukkan seorang sosok
Pasti menyangka bahwa aliran akan menemui
Sebelum poster bertuliskan negatif
Tidak selalu mengingkari janji
Mungkin itulah bunga menggugur kewajiban

Surabaya, 29 November 2016

Ramai

Ramai

Kumpul antar orang-orang
Tidak dengar dari utara
Ia hanya berlari demi sebuah benda
Sekiranya mendapatkan benda adalah orang lain
Sedih menengah arus air mata
Sepulang dari rumah penuh mengecewakan

Kecuali mendapatkan hanya datang pagi
Mendoakan tiada satupun yang dapat
Kiranya berangkat sini penuh derai kalbu
Mengejar hanya beberapa saat

Surabaya, 29 November 2016

Banjir

Banjir

Meluapnya sungai
Mendatar disambut dengan kecewa
Tak sebanding ancaman
Sebuah nyawa bumi terus menangis
Seolah-olah hujan tak berhenti dari sekejap

Andaikan menyesal bahagia demi hari
Tidak mau keluar sebelum surut
Mungkin di antara semua yang melanda
Dan member janji akan menepati
Bila nanti

Surabaya, 29 November 2016

Hadapi Perbedaan

Hadapi Perbedaan

Kini perbedaan
Di antara satu dengan lainnya
Melihat dari sudut pandang
Keunikan di setiap sisi
Bagaikan sungai terbelah menjadi dua
Yang menghasilkan dua perbedaan

Hadapi perbedaan
Haraplah engkau berubah
Tidak layak pada sebelumnya
Motivasi mencerahkan
Meski beda tujuan
Tiada pasti dari dia

Surabaya, 28 November 2016

Hadapi Persamaan

Hadapi Persamaan

Benang Putih saling bersinabung
Sama pada perasaan yang ada
Sekali-kali berjalan pada tempatnya
Berempati pada seoles benda yang sama
Mungkin persamaan tiada perbedaan
Waktu akan berjalan penuh beriringan

Bila sama namun punya cerita
Selamanya punya kunci kata
Gerahkan langit pada waktu
Datang menentukan terhadap segalanya
Mungkin tidak menyangkut apa-apa
Jauh dari perempatan tali temali

Surabaya, 28 November 2016

Deraikan Bunga Flamboyan

Deraikan Bunga Flamboyan
Untuk : Nurul Hidayah Dika

Bunga mengombak pada kepercayaan
Seperti hari porsi
Geraikan gugur pada sewaktu-waktu
Marah dibalas oleh Sedih
Sulit menduga
Lihatlah gedung berisi kumpulan manusia beriman
Ini berkat sang maha kuasa
Jangan heran memasuki hati yang batin

Inilah lingkungan yang berseri
Pagi penuh hangat
Tidak seperti danau yang melampui batas
Pribadi tidak sepenuhnya tulus hati
Hanya bertunduk padamu

Surabaya, 28 November 2016

Licin

Licin

Lantai sangat berjalan liku-liku
Tak tahu arah ke mana
Sampai jatuh tanpa alasan
Sekiranya kurang hati-hati
Bayangkan hidup terasa tak sadar
Tidak masuk akal

Fikiranmu licik
Dia mengucek mata
Habis tidur di serang dimensi lain
Sebentar tanpa lama
Apapun yang terjadi selalu menimpa
Hanya tertumpuk pada wajah cemas

Surabaya, 28 November 2016

Kejam

Kejam

Firasat buruk meninggi
Bicara kritis menancap keripik pedas
Seperti makai cabai hingga perih di mulut
Ekspresi sangat keras bagiku
Orang lain menggeru hati menutupi tangan
Jangan terbayang oleh pandanganmu

Hanya kepadanya ujung tanduk
Mengamuk di kejar orang
Tak sanggup di belenggu setan
Mencintai campur dengan benci
Itulah panaslah akhirat

Surabaya, 28 November 2016

Tajam

Tajam

Benda lancip
Mudah ditembus
Menancap sampai di bawah
Andaikan darah menusuk jiwa
Hamparan daun akan terbelah

Hanya berlaku pada masa berat
Tidak bisa ku ampuni
Seperti drama perasaan penuh mengerikan
Selamanya membakar hati bila disakiti
Hanya terungkap pada tengah malam

Surabaya, 28 November 2016

Friday 25 November 2016

Siang Hari Bagaikan Adaptasi

Siang Hari Bagaikan Adaptasi

Siang hari sangat memberatkan
Mengoles keringat di sekujur kulit
Tak tahan lelah selapis matahari
Betah berlama-lama mengiringi pesan
Mengembun lembaran sangat terbeban
Bukan seperti pagi
Hanya di tengah hari yang seimbang
Serdadu kereta berjalan dengan cepat
Jalan kaki sampai pada perjalanan
Rentak sore sebelum berpulang

Entah mengayomi sandang akan habis
Di makan oleh manusia lain
Kelihatan tak sadar melanda badai
Menghadang terkejut dengan keabadian
Serba pungkiri membutuhkan makan dan minum
Saat puasa terasa tertidur
Ramadhan akan meraih keberkahan

Surabaya, 23 November 2016

Gempa Meleleh Desa Malang

Gempa Meleleh Desa Malang

Malang terletak pada Desa dan Kota
Terdapat jalan raya sangat kecil dan sempit
Pagi sampai siang kendaraan telah berdatangan
Seperti merebut satu kekuasaan
Akan tetapi saat kota menyimpan suhu dingin
Berujunglah pada gempa
Serupa kenangan tsunami untuk aceh
Warga berpanik lalu lari di tempat yang tenang
Tiada pilihan lagi selain pertolongan
Retak tanah telah terbelah satu persatu

Membongkar pasang telah lumpuh
Dari atap hingga tembok yang roboh
Nyawa telah merengut manusia
Tiada pilihan lain selain tuhan yang mengadilimu
Kini catatan sejarah baru di kota malang.
Hamparan sungai menggelombang sisi
Harapan kita membutuhkan pertolongan bagi kita

Surabaya, 23 November 2016

Demokrasi Damai Vs Perang Keamanan

Demokrasi Damai Vs Perang Keamanan

Demokrasi memulai dengan pendapat pada politik
Penistaan agama segera bertahan
Di ruangan penuh jeruji
Kita tidak yakin pidatomu
Membuatku busuk
Tanpa cinta kepada tuhan sang kuasa
Fiktif belaka membuka cakrawala
Rasanya rakus merembuk pemimpin kafir
Tuntaskan dalam serdadu politik
Indonesia merenggang pemuda dari singgahanmu

Ketika malam tiba-tiba sekelompok preman yang melempari gelas teh poci
Kepada polisi
Tidak tahan merendam amarah
Kemudian melempari dengan gas air mata
Semua orang pada panik
Berlari ke sana-sini
Menghirup udara sangat enak bercampur racun kehamburan
Pingsan di jalan tanpa fikiran kita
Korban akan merenggut massa kita
Senantiasa tuhan kita akan menyembuhkanmu

Surabaya, 23 November 2016

Tidak Peduli

Tidak Peduli

Betapa suasana merasa sengsara
Radikal terus bertaburan
Bersama tapi tidak akrab
Habislah riwayat manusia
Tergantung nasibmu
Belum terasa tenang
Tidak sampai pada penderitaan
Terpaksa malaikat akan mencatat amalmu
Di akherat nasibmu akan berakhir tragis
Terjerumus pada hamparan segitiga purnama
Jangan terpekam gambar yang bersama kita
Tokoh tergempur sombongan
Bagaikan suasana drama berujung korban jiwa
Rentang waktu yang melekat

Ini di penjara sungguh merona
Gempa menimpa dendam wajah angkasa
Sayang ingatan lupa meleleh lilin malammu
Hanya terpaku pada keimanan
Kupu-kupu merumbuk perasaan
Hukuman bagi penderitaan yang nyata

Surabaya, 23 November 2016

Demokrasi Damai

Demokrasi Damai

Sejak pertama presiden Soekarno menjabat
Melahirkan demokrasi liberal begitu lengket
Menampilkan kabinet yang termuka
Tokoh politik membijakkan program
Semata-mata berjalan penuh kehimpitan
Seiring ketidakpercayaan terhadap kabinet
Maka memutuskan gagal dari tugasnya.
Pengorbanan dalam sebuah memoar
Catatan kisah melanda penjajah

Tragedi 4 November telah terjadi
Ribuan massa mendatangi jakarta
Tidak seperti masa reformasi
Melainkan penistaan agama atas melecehkan kitab-kitab suci
Meriahkan bendera jangan mencemarkan organisasi
Allah senantiasa maha adil
Penuh berkuasa di kaki berinjak bumi ini
Demokrasi Damai adalah masa yang tenang
Dan penuh kereguhan jiwa nasional

Surabaya, 23 November 2016

Perempuan Andaikan Bunga Harum

Perempuan Andaikan Bunga Harum
Untuk : Anggi Putri Widyawati

Melengkung bunga mawar
Begitu petik dan berharum sungguh harum dan beraroma
Penuh kesetiaan tanpa pernah ada
Keliling samudra di negeri sebelah
Mengubah pandangan lihatlah seluruh alam
Tergoles pada bulan ke bulan
Tidak setakjub dengan keindahan
Melainkan angin sungguh peka di hati
Kejenuhan akan mengombak wajah muda

Kupu-kupu mengelilingi bulan
Hamparan sunyi tanpa bening
Itulah kenangan yang kau rasakan
Tidur terasa lelap
Mimpi terekam
Di lanjutkan dengan koala tertidur di pagi
Sampai malam telah hidup kembali

Surabaya, 24 November 2016

Perempuan Agung

Perempuan Agung

Pencipta alam selalu terpandang olehmu
Tidak bisa dipilihkan
Pahlawan Agung melirik ke awan
Tergapai mimpi tak tembus zaman
Tidak semua memori telah menghapusimu
Jadikan pemimpin penuh bijak
Tidak mungkin ada bila membebaskan
Andaikan mata tertutup lalu membuka mimpi

Perupamaan bunga sakura menemani musim semi
Sambil melihat pemandangan kota bersenandung nada
Jalan kaki sambil mencatat cerita selama sehari
Terbangkai semata penjam
Bentang bulan mata merah sangat terpengkal.
Dangkal tak menghimpit dari jiwa yang teduh
Cantik sepenah surya
Bagai sang Surya menyinari pagi

Surabaya, 23 November 2016

Sunday 20 November 2016

Oktober Begitu Penderitaan

Oktober Begitu Penderitaan

(1)
Minggu pertama terasa lumayan senang
Catatan pertama melengkapkan kebahagiaan dalam setiap aktivitas
Entah mengerjakan beban yang di selesaikan
Betapa siang malam senantiasa panjang
Mengejar tertinggal pada jalanan
Kaki mengerucut jalan penuh berbatu

(2)
Minggu kedua berujung korban baru
Membagikan lowongan secara tidak jelas nyata
Sepulang dari sini terbaca dengan faham

Ia tertarik dengan tulisan itu
Menemuilah sang karyawan
Akan menjelaskan kekayaan
Pulang dari sini penuh berkelanjutan

(3)
Minggu ketiga berujung buruk
Saat malam ke hotel terasa pecah telinga hingga berdarah
Lama-kelamaan drama malam akan terjadi

Saat pulang terjadi sidang etika
Seolah-olah malam penuh terbatas
Betapa sadisnya kebohongan selalu terucap
Mau apa lagi

mengurungi di rumah
selama sehari esok
Saat minggu pagi

Terasa tidak enak
Kamarku penuh sia-sia

(4)
Minggu Keempat akan berakhir
Sidang terus terjadi
Segala bukan kesalahan sekolah

Melainkan ulah freelance tidak sesuai dengan kenyataan

Lihatlah perupamaan akan terjadi aneh
Mengabdi pada organisasi yang ada
Sewaktu-waktu tahun depan akan terjadi lagi

Surabaya, 20 November 2016

Berangkat Tanpa Pamit

Berangkat Tanpa Pamit

Tunggu tak kunjung tenang
Salam mungkin tak pedulu
Berimbang merasa menurun
Gemparan emosi merendam gunung meletus
Tidak sebanding perolehan yang ada
Bagaikan tanggal telah lewat
Mendentum serai mimpi
Alam roh begitu mengejutkan

Orang tua mengesalkanmu
Tiada pikiran pribadi
Tentu tak arah
Ini melingkup api mengobar sampai di hati
Melibatkan saksi mereka
Sampai detik ini terus jenuh

Surabaya, 20 November 2016

Tenggang Rasa

Tenggang Rasa

Menunduk pada alam semesta
Balas cemburu yang menggodai kamu
Enggan berlipat-lipat waktu
Bagaikan pesawat terbang menitih angin manusia
Fikiranku buntu
Senggang sempitkan waktu
Walaupun muka menyelam air
Sebagai firasat aneh dengan jenuh

Gelisah tarik jawaban pada gambar
Menggeser perasaan
Sangat haru jika memalingkan orang lain
Memanahi pertentang muncul pertanyaan
Jatuh sangka tidak peduli kitab suci
Tertidur paksa diperongok hati

Diragukan oleh dia
Kaget dibangun terhadap tidur larut
Waktu sempit mempengaruhimu

Surabaya, 19 November 2016

Susah Bawa

Susah Bawa

Betapa waktu telah mengejar
Tidak sempat ku siapkan
Tentu tertinggal oleh waktu
Karena tidur akan menghabiskan waktu yang lama
Jangankan nasib nilai
Tergoles sebuah memori yang terbuang
Mungkin nanti nasib tertangkap oleh tuhan
Inilah sebuah mati di atad peti
Tidak melempari kaleng di sergap kepala
Maklumi dari segala perubahan
Lihatlah padanya arti dari hidup
Goresan pena tertungkup pada alam

Banyak beban yang melingkupkan diri
Ingat semua itu adalah berbeda
Belum saatnya tahu kesimpulan apa yang terjadi selama ini?
Lihat ungkapan yang merasakan pada tuhan
Kembali lagi ke nol
Lihat penderitaan tidak memiliki semua
Itu penimpaan akan tertandus kaktus
Belakangan ini akan tertindas

Surabaya, 20 November 2016

Minggu Mulia

Minggu Mulia

Minggu penuh kepekaan
Pagi terkejar oleh waktu
Menghabiskan waktu yang bersenang-senang
Nikmati santai walau hanya sebentar
Ia begitu peka
Sehabis hujan menderaimu di awan
Langit bumi berjaga sepanjang rotasi
Deraian pagi mengikat kehangatan
Serdadu tulang membanting
Bagaikan kerja keras tubuh sekujur keringat

Walaupun beribadah penuh bertunduk padamu
Hati sangat terbuka untukmu
Sebut tidak pasti berlalu
Belalang terbang menggapai bintang
Kaki terkepung untuk abadi
Tuhan seraya mengagumimu
Seruan atas menunduk pada sujudmu
Minggu sangat bahagia untukku

Surabaya, 19 November 2016

Sahabat Merah Muda

Sahabat Merah Muda
Untuk : Anggi Putri W.

Tak menduga menemui sahabat baru
Baru saja berbincang dengan kawan lama
Ku Endap-endap berbagai warna
Bahkan menajuk bulan purnama
Meskipun merah muda
Menyerupai marmut merah jambu
Marmut lucu dengan merah jambu
Mengintai cantik sekilau berlian
Lebihi seribu bintang
datang disaksikan oleh kalangannya

Peganglah cahaya begitu berbinar-binar
Dalam gapaian cemerlang dalam suntai samudra
Kain merah muda menyentuh penuh indah
Jalan pelan mengelilingi bunga
Terpukau garis belintang

Surabaya, 19 November 2016

Film Penuh Sadis

Film penuh Sadis

Saat menduduki kursi
Nikmati makanan dari sini
Sambil minuman di seruput gelas
Film telah putar
Berawal dari kebahagiaan serta kesedihannya
Saat menemui seperti itu
Elegi hantu sudah diketahui
Tidak ada romatisme dan pada umumnya

Berjalan penuh pelan
Menoleh benda yang engkau sembunyi
Tuhan tidak pasti melihat
Mencekik tubuh lalu menjerit sangat keeas
Jangankan dirimu
Bayangan saja tak pasti berabadi

Surabaya, 20 November 2016

Demo

Demo

Kota mencekam jalan
Mengeluhkan politik sangat memprihatinkan
Warga berjalan untuk menuntut aksi
Seolah-olah menyebur api cemburu
Tidak betah kerja dengan melebur waktu
Betapa gaji melengser ke barat
Tergenggam rahasia di balik fakta
Hanya terkejap istana pemerintah

Turunkan jalan
Kami ingin mengembalikan sistem yang ada
Tiada gerbang merusaki masa
Semua pada kasihan mempertimbangkan kebijakan
Dengan detik ini hapuskan seluruh undang-undang
Yang menilai moral pecah karena kau

Surabaya, 20 November 2016

Segelap Bahasa

Segelap Bahasa

Betapa Kata yang beribu angka
Ia menakjubkan sebuah cerita
Bagaikan melodi mengikuti suara
Tak seindah dengan kelembutan
Seolah-olah tidur mulai keguraian
Pasir berdebaran di tanah bertiup
Ku ukir lukisan dalam seuntai tinta hitam
Sungguh menikmati hati tersumpu hampa
Adakah langit begitu sejuk
Enak bertelaga ke sebuah angin
Sangat berembun nafas
Menemani dimensi tulisan
Ku tindak lalu berati

Surabaya, 20 November 2016

Mata Enam Merangkap Manusia

Mata Enam Merangkap Manusia

Berawal dari kegelisahan
Terjelatah gerabah tertuju pada muka tutup
Mengelora angin disedot manusia
Akhir gumparan daun menepi bulan malam
Terdentum seluruh gelita
Warga pada mati massal
Tiada sebab dari kematian di tanah kota
Desa tergeliat sebuah layang-layang

Itu tak tentu dari kejenuhan
Mata berusik dari depan
Menjadikan pandangan yang buruk
Biasa mengendap terhadap dirimu
Gerah tanpa menghampirimu
Dimana rahasia akan terungkap?

Surabaya, 19 November 2016

Beriang Gabah Merintang

Beriang Gabah Merintang

Ungkapan penuh misteri
Belum pasti kepercayaan selalu ada
Melainkan andaikan pandang merah
Gumam Bermuara tangan akan dilelehkan
Berhentilah sudah jiwa abadi
Terpingkal menghadap senyuman
Topeng menutupi rasa malu
Masukilah dengan ketidaktahuan
Andaikan mata sulit terbuka
Sederhana tidak jauh mengenang daun
Terpinang pada selamanya

Tertanduk hampa
Lingkaran tertindak oleh gempa
Seringgang walau lingkaran ungu
Roh-roh penuh tergembing di mata panah
Katakan bahwa belintang akan menyerang terhadap musuhmu
Tiada pilihan selain melawan penuh kesombongan

Surabaya, 19 November 2016

Purnama Senandung Kenangan

Purnama Senandung Kenangan

Menajuk pada memori
Rindu mengejar masa lalu
Lari seinjak pasir
Berkat laut telah menggumam
Tanpa peduli terhadap pelukan
Sebuah burung mengejar angin meriang
Setapa merajut asa mengubah denyut sungai
Terbangkai oleh kabut

Kadang sekunjung padam
Lilin ternyala tertajuk ranyah gumilang
Bagaikan mawar berendap misteri
Tidak betah lagi fikiran menggerumung
Merangkai hujan terbentang bulan
Purnama musnahkan masa lalu
Ku eratkan piala prestasi

Surabaya, 19 November 2016

Tuesday 15 November 2016

Lemah Batin

Lemah Batin

Sepi tepi pantai
Menggeremeng bayangkan langit pesona
Dihujani pengunjung sana
Gumam berucap di dada
Rasa cemas lengah selintang surya
Lemah tak kunjung bangkit kembali
Rima terdengkur tidur
Tengoklah panah terbang jauh ke sana

Semenjak wajah membisu bagaikan lesu
Letih berjalan lambat
Siang malam berganti walau dening
Pekat setapa kaki begitu kesemutan
Seiring laut menggelombang
Tidur tanpa kasur
Melainkan layanglah langit purnama

Surabaya, 13 November 2016

Rahasia Hati

Rahasia Hati

Lihatlah gambar
Betapa perempuan berwajah senyum
Namun apa anehnya emosi di balik foto
Sekian lama bertemu namun dalam kegelisahan
Selama ini kederajatan naik turun
Keyakinan kurang bila sesuatu yang buruk
Hati sedih bukan wajah
Gegaduhan selalu menonjol
Rentang waktu terus beralir

Bagaikan doa yang ku panjatkan
Cahaya berbicara padamu
Menghelus pintu ampunan
Karena perasaan terbelenggu oleh wajah marah
Rahasia yang di buka pintu keabadian
Bersujud atas nama tuhan

Surabaya, 13 November 2016

Surabaya Hujan Deras (2)

Surabaya Hujan Deras (2)

Bulan purnama tertutup rapat
Biarkan engkau pergi
Ini tidak pasti ada
Hantamkan diri cemaskan dalam kursi
Awan hitam begitu berlalu
Kemudian kain akan menetes
Sungguh ku menduga bila saat ini
Terbangkai waktu sangat terjalan
Titik berkelabu
Sehangat kopi menemani hari
Mengema suara dari tuhan
Senandung nada mengores pena hitam

Tak terdangkal pelabuhan
Mencampuri laut gelombang
Sertai angin menghanyut-hanyut
Inilah korban adalah kamu

Surabaya, 15 November 2016

Surabaya Hujan Deras

Surabaya Hujan Deras

Hujan sangat lebat
Petir begitu menyambar berkali-kali
Kain telah membasahimu
Kelam dibendungi air
Jalan begitu sempit
Angin mengembus udara
Mengunyah cemburu deras di datangi rumah
Sampai pada pancaran daun ikut basah

Tak seorang pun pergi dari sini
Terdangkal sungai mengoles
Sepi tanpa nekat
Menghampiri sekilau bintang
Belum pantas muncul
Tidaklah jeritan begitu menguram
Setapa air terus membunuh nyawa

Surabaya, 15 November 2016

Thursday 10 November 2016

Pahlawanku Bangsaku

Pahlawanku Bangsaku

Kenanglah pejuang
Yang mendahului kita
Engkau menolong batin dan raga
Tumpahkan negara yang di jajah
Seraya dengan kobaran merah berderu
Tancapkan tangan gerai bangsa
Membentang langit bergeser pada barat
Menunding bangsa
dicuri pada negara lain
Selain Indonesia

Maka alirkan maparkan jiwa
Retak hati belenggu abadi
Inilah tanah air tidak terlupakan
Semangat demi jiwamu
Terdengung oleh purnama
Terhitung dari nol
Hingga akhir hayat

Surabaya, 10 November 2016

Pahlawanku Negeriku

Pahlawanku Negeriku

Hari semakin padam
Sebuah duka makin mendalam
Selamat dari pasukan penjajah
Berujung nyawa begitu tak tertolong
Negeri telah diserbu sekutu
Bendera selalu menentang
Tiang makin merayap
Bambu Runcing melempar tubuh musuh

Lumpuh tanpa berdaya
Menyerahlah untuk Inggris
Negeri telah kembali berkuasa
Darah mengalir di tanah
Negeri melindung pada kekinian
Bertahan hidup-hidup

Surabaya, 10 November 2016

Wednesday 9 November 2016

Manusia Cemen

Manusia Cemen

Semua orang mengomentarkan dia
Pasti berkata "aktivitas sulit dijalani. Hanya seni tanpa apa adanya"
Merangkai kata masih rendah
Tidak sampai pada ketinggian
Melainkan hati selalu berguna
Ranah berlian mengelilingi angin
Pedang sudah tidak lagi digunakan
Mungkin tergentar pada perasaan
Lautan kristal untuk menutupi dia
Bingung sebal tanpa penjelasan

Tangan menggoyang
Ini sebanding jalan penuh tergeliat
Betapa jawaban tidak tahu lagi cabut di hati
Ini meragukan jam ke jam selalu gelap
Melamun berlama-lama
Ini tidak terduga sekikis jagung
Benturan hingga darah membuat tua cepat bertumbuh
Tidak menggeliatkan searah jarum jam
Sekian kali solusi sulit ditemukan

Surabaya, 6 November 2016

Cinta Sekedar Suara

Cinta Sekedar Suara

Menyanyikan lagu penuh romantis
Andaikan hati selalu menyambung
Merdu seperti burung berkicau
Peragakan gerak
mengiringi tari balet
Membawa tongkat
Yang berbatang tali pita
Hembuslah angin bergaris
Meski seperti aurora
melayang di pucuk alam
Melodi suara mengembang
Jari diiringi paduan suara
Tidak membuat penah

Jalan begitu melangkah pelan
Gapaikan mata mengilaukan sinar ini
Rentang lingkup malam
Bintang jatuh dari langit dan bumi
Lagu selalu ingat
Di dalam alam bawah sadar
Jangan berhenti menyanyi
Hingga akhir hayat

Surabaya, 9 November 2016

Panggung Drama

Panggung Drama

Panggung akan mendatangkan ribuan orang menonton
Teater selalu menanti
Sebuah ekspresikan begitu ajaib
Andaikan kota mengelilingi peputaran waktu
Emosi telah mengguncangkan cerita
Penuh menekankan batin dan pesan
Terimbas sebuah cahaya kepada penjam mata
Lawanlah dengan tangguh

Hiburan telah dimainkan
Mata selalu menatap cerita
Lakon tak asing bagi bangsa
Bukan sekedar skenario biasa
Melainkan gunung begitu meledak
Andaikan bom dimusnahkan oleh kota
Tiada satupun korban yang tidur di tanah
Hanya suasana mutlak tanpa merekam yang nyata

Surabaya, 9 November 2016

Sekolah Di Kejar Waktu

Sekolah Di Kejar Waktu

Datanglah di pagi mulai
Banyak orang mengejar waktu demi keyakinan
Pasti yakin kemudahan akan ada di sini
Kususahan di jalani mengobati kemudahan
Meski tugas mendalami perjalanan pena
Tinta hitam menekuni lembaran
Terus terukir sepanjang yang ku lakukan
Begitu berati dan lemah lembut melawan terik matahari
Kuat atau lemah memperimbangkan
Suara terjaga di hati
Pribadi tanpa memalukan segalanya
Jangan takut karena suasana baru

Saat ini sepeda mengayun inspirasi
Kehadiran selalu datang
Suka atau duka mengimbangkan sopan santun
Tergenang sungai dari desa
Sebagian desa melawan arus
Sempurnakan hidup penuh jalani ini
Waktu awal hingga beberapa tahun yang akan mendatang
Inilah angin menhembus nafas waktu

Surabaya, 8 November 2016

Penyair Muda Telah Wafat

Penyair Muda telah Wafat

Selama ini puisi mengenang
Chairil Anwar pahlawan penyair muda
Tertindas sebuah kerikil
Lalu menulis puisi selembar kertas
Menginjak pena di gores pena
Setapa turun jalan menerka penjajah
Pintu terlalu gelap
Mencabit-cabit nyawa waktu
Rembukkan angin tempurkan orang tak berdaya
Terbelah alam mengisahkan kata ke kata
Andaikan tahu tak kenang kalimat dan ungkapan
Sangat melekat di fikiranku

Serupa karya tetap terbaca oleh banyak kalangan
Serintih penyair telah meluap tulisan begitu sirat
Tanpa menyinggung orang lain
Pahlawan selalu meninggalkan tulisan
Beliau hanya tenang di sana
Puisi masih sejuk dan bermakna hingga sekarang

Surabaya, 8 November 2016

November Bulan Pahlawan (3)

November Bulan Pahlawan (3)

Masih retak bangunan
Hingga permukaan rumah seluas
Bunga merah menancap darah
Menggempur lawan tanpa bersatu padu
Hanya pertentangan merenggut nyawa
Nafsu, resah menjiwai pahlawan
Selapis angin menghanyut penjajah
Timpalah awan memuncak gunung
Bendera Biru membelah tangan
Buanglah kesenangan sekutu tanpa kutipan
Menyerahlah merdeka atau mati
Tidak kuasa menahan kesedihan

Hanya menjerat hukum
Pemimpin telah mati di hadapanmu
Mengurat mata sesudah perang telah usai
Minggat tanpa kekuasaan di negeri ini
Rakyat telah berbaring di tanah kita
Terkubur di alam jiwa dan penyelamat jiwa ini

Surabaya, 8 November 2016

Malam Terangilah Lampu

Malam Terangilah Lampu

Malam tak bisa melihat
Mata makin menghitam
Tanpa meraba segala apapun
Ia hanya tertancap benda tajam
Rasanya sulit di sentuh
Perih mengigir suara ketakutan
Betapa erat selalu membayang

Lampu menerangimu dari kegelapan
Penuh nyata serta sangat berkilau
Menghiasi malam begitu pesona
Tanpa menggelapkan dalam meraba
Akuilah tiada pasti berlalu
Hanya sekejap mata
Langsung tertidur lenyap

Surabaya, 7 November 2016

Masjid Melangitkan Kampus

Masjid Melangitkan Kampus

Masjid seluas Istana
Bagaikan tiang mendekati bulan purnama
Terdapat pohon-pohon yang embun
Sekejap mata akan mengaliri lampu hias menghibur malam mulia
Ku sediakan karpet hijau di tengah masuk masjid
Engkau lewati tangga sebelum naik gunung menemui bidadari
Selapang teduh mengarungi tanaman penuh memesona

Di sana akan mengunjungi ruang bawah tanah
Seperti ruang dimensi hitam
Di situlah membasuh muka
Hingga mencuci kaki
Kembali di atas dengan menaiki tangga lagi
Lalu masuk di ruang penuh lorongan waktu
Kemudian sejuklah sholat
Berteguh padamu ya Allah
Memancarkan doa dari cahaya

Surabaya, 7 November 2016

Mata Terpenjam

Mata terpenjam

Bagaikan pandangan tertutup perlahan-lahan
Tidak sanggup menghidupi lagi
Enggan mimpi mulai terjadi
Tidak terengah dalam rohmu
Kekuatan akan selalu ada
Memang tidak gejang-gejang
Pecah biar ia berlari
Orang melihat pecahan kaca terlibat dalam gambar
Engkau berlari menuju pintu apa adanya

Inilah penuh kasih tanpa sesuatu yang ia perbuat
Buka mata lalu waktu telah memakanmu

Surabaya, 6 November 2016

Adaptasi

Adaptasi

Makhluk hidup dihadapi setiap jam
Makan dan minum sebagai kebutuhanmu
Menahan lapar dan haus
Jaga diri hati tersimpuh
Terdiam tanpa canda tawa
Untuk menjalani hingga senja tiba
Merayap disertai melawan keringat
Berendap-endap seraya siang malam berganti
Rentang waktu begitu retak
Gempa selalu berguncangan
Betah atau tidak selalu lemah
Begitu silang membentang layar
Laut tenang tiada satupun bergelombang

Berjalan kaki seiring berdampingan
Hening bila malam terlarut
Senyap datangkan angin puing-puing bertiup
Belitang menemui titik jenuh
Sampai kapan bertahan hidul?
Selamanya tanpa melihat apa-apa

Surabaya, 6 November 2016

Menodai Wajahmu

Menodai Wajahmu

Hidup ini diserang bayangan
Di tengah fajar yang terdampak
Wajah begitu kusam
Tubuh penuh kecoklatan
Membela perilaku tidak berguna bagiku
Puing-puing kesempatan
Belahan jiwa tergenang penyakit bulan

Mimpi mengguncang tanah
Menistakan nyawa agung
Pertimbangan lungsut di fikiranmu
Nasiblah kau
Dimensi akherat akan datang
Pada hari yang gelap
Itulah kekekalan terjadi secara fakta

Surabaya, 6 November 2016

Surabaya Siang

Surabaya Siang

Betapa siang penuh terik
Keringat mengkujur wajah
Kerja keras tak lekang lelah
Semua ini berkat kemudahan
Dalam berdoa begitu tersimpuh
Anggunkan kami melimpahkan lembaran demi lembaran
Sampaikan walau satu paragraf

Tidak terkagumi oleh lembaran cerita
Ini mencangkup manusia nyawa
Ini serupa persis dengan kenangan
Bunga begitu menatap rindu
Lebah mengelilingi kemana?
Diam tanpa berbicara
Surabaya sangat padat
Berai wajah berkeringat ditengah ramai

Surabaya, 3 November 2016

Tuesday 8 November 2016

Reduplah Kabut Desa

Reduplah Kabut Desa

Asap tertutup pandangan
Terlihat susah ditemani
Membenangi tali secara terikat
Tuangkan susu putih menjatuhkan tanah kita
Serasa dekat penuh mengiringi alunan musik merdu

Tidak cukup merangkai kalimat
Penah berujung jenuh
Betapa salah mencakup alasan
Selama beberapa waktu itu

Perasaan atau obrolan lumpuh
Ulahnya kalian pasti meroba
Semasanya bahasa kembali padanya
Itu meski cepat jauh dan kegelapan tidak sempat di angkat
Angin mencelutus zaman sekarang

Surabaya, 6 November 2016

Bulan Terbenang Sepucuk Purnama

Bulan Terbenang Sepucuk Purnama
Untuk : Ria Filosophia Dika

Temanilah suasana malam
Dengarkan musik sangat merdu
Hayatilah kata yang harmonis
Senyum memukau di hatu
Fikiranku mengheningkanmu
Sudah dibayangi impian yang di miliki

Jawaban adalah penuhilah diri sendiri
Bunga bentuk lingkaran
Seperti bulan purnama
Pergilah dalan
Menyehat namamu

Surabaya, 6 November 2016

Saturday 5 November 2016

Rindu Ditinggal Gadis

Rindu Ditinggal Gadis

Gadis berpisah di awal waktu
Catatan demi catatan telah bersamamu
Bermain dan canda tawa tanpa henti
Mengejar waktu tak kalah mudah
Menggelai hutan hening
Berpisah tanpa melihatmu lagi
Sebatang lembaran sepucuk surat
Betapa tulisan membalas di hatimu
Gumam sedaan dalam kalimat
Tak seindah dari kemarin
Merenggang tangan seorang ayah
Seoles fikiran mengelus kepala

Teduh menerima puing-puing angin dari laut
Tak lepas dari pekerjaan baru
Difikirkan kembali masa lalu
Hingga memandang yang berbeda
Segala isi memuai segi sudut waktu
Seolah-olah keajaiban selalu bening

Surabaya, 2 November 2016

Siang Begitu Letih

Siang Begitu Letih

Pagi telah usai
Bagaikan matahari sinarkan kota
Manusia berjalan biasa
Engkau bebani hidup
Tanpa memikiran seseorang
Seperti kehidupan yang nyata
Sebagian pulang karena tidur siang
Mata penjam sambil mengalir air mata

Menutupi wajah dengan tangan
Resah mulai datang
Sia-sia sebelum bertindak
Setapa siang menjalani secara paksa
Akhirnya siang mulai memancar

Surabaya, 2 November 2016

Malam Tenang

Malam Tenang

Suatu malam adalah ketenanganmu
Saat kembali disisimu
Engkau kembali di Jalanmu
Menghampiri cantik bersinar bintang
Meteor akan menjatuhkan tanah
Sedangkan kamu hanya melubuk hatimu
Tergentar jalan raya
Terima kasih ditinggal oleh waktu.

Selalu ku awali secangkir teh
Sisi lain purnama menampakkanmu
Bergerai angin bergeser
Ke barat kita mengikis daun air
Jawaban selalu ada
Itulah malam bintang

Surabaya, 1 November 2016

November Bulan Pahlawan

November Bulan Pahlawan

November adalah Bulan kepahlawanan
Inilah patung yang mengorbankan jasa kita
Perang telah berlalu selama puluhan tahun
Terpinta deruan pasir
Pahlawan tanpa tanda jasa
Menyelamatkan jiwa negara
Yang telah membunuh banyak orang
Seolah-olah sekutu menjerat bangsa ini
Hari demi hari mengelilingi kota
Seruan bendera di langit biru
Tunjukkan bahwa pahlawan tak lekang lelah

Darah menetes tanah bangunan
Runtuh dihangus zaman
Roboh meretakkan waktu
Terus-menerus bambu runcing
Pasti datang di hadapannya.
Tiada daya lemah daya
Kekuasaan merebut raja kita
Bambu Runcing masih ada justru darah membekas penjajah
Kobarkan semangat perjuangan
Merdeka atau Mati

Surabaya, 2 November 2016

Catatan 4 November 2016 (7)

Catatan 4 November 2016 (7)

Suasana politik kian memanas
Virus rakyat menyambar tubuh
Ku bunuh satu persatu
Karena menistakan agama tanpa jelas
Tuhan tidak yakin melindungi para kafir
Setampak lautan api membara
Jalan penuh panas
Lemah tak berdaya
Ulah manusia tanpa minta ampun

Mengecewakan Kitab Suci dilecehkan pada sang Kafir
Sungguh ucapan itu tak ada gunanya dengan kehidupanmu
Sadarkan diri dan mengembalikan keagunganmu

Catatan Oktober (3)

Catatan Oktober (3)

Mengiling hati
Banyak pesan belum sempat terbaca
Tulisan akan menantimu
Namun panca indra s
Selalu terpecah kepada kau
Mengalir deras hujan
Jelajah pribumi yang agung

Melesut bulan begitu terbelah
Potongan lembar terasa menangis
Melempit sisi hidup
Lewati dimensi yang ada

Surabaya, 31 Oktober 2016

Catatan Oktober (2)

Catatan Oktober (2)

Langit lagi sakit
Badai menutupinya
Tak menemani lagi
Sekumpulan hujan
Yang jatuh di tanah kota
Meranah drama
Merekat pasir jatuh begitu saja

Sedih habis dimarahi
Waktu menggeladangmu
Penuh menyesal dengan pasti
Tiada pidato tanpa berbicara
Susah menghadang diri
Balai kota istana negeri

Surabaya, 31 Oktober 2016

Catatan Oktober

Catatan Oktober

Mengarungi kenangan
Selamat Oktober ini ku kenang
Catatan demi catatan
Ku tuliskan dari ini
Kau memburu buku
Menumpuk di dalamnya

Di tengah perjalanan
Malam sangat pertentangan
Karena ambisimu
Emosi tersangkut di wajaju
Datanglah kaca dijatuhkan
Lalu pecah di fikiranku
Masa lalu terbayang
Kenangan tak surut pengisahan

Tidak sadar rendam
Menderu langit
Ke berbagai permukaan
Melampai lilin nyala
Rangkit dosa sangat terpejam
Pena tajam mengetus mimpi
Di campuri burung
Mengintai belenggu

Ku panjatkan pada allah
Cabutlah dosa
Yang selalu melancangkan dirimu
Hanya membentang empati

Surabaya, 31 Oktober 2016

Hukuman Penistaan Agama (3)

Hukuman Penistaan Agama (3)

Unjuk rasa kembali lagi
Tak ada rasa balas terima kasih
Karena tidak menjalani selama ini
Hanya memperbudak manusia betah di negara ini
Seperti ulat memakan daun menjadi kulit lumpuh
Tanpa pasti pelecehan selalu mendengar
Dari pelosok kota hingga ke mancanegara

Hidup ini tidak adil
Tidak terbelenggu olehmu.
Jangan memaksakan dirimu ucapan kita yang dikorbankan
Tidak bela kasih saya
Ia akan mencari tempat ketenangan jiwa
Inilah menyesal di kemudian hari
Keluarkan dari penderitaa yang kau hadirkan.

Surabaya, 23 Oktober 2016

Wanita Sombong

Wanita Sombong

Akal tak berguna untukmu
Kau habiskan waktu untuk sia-sia
Uang dihanguskan oleh berfoya-foya
Menyiksaku kehidupan yang pedih ini
Kasihanilah orang tua dan anak
Terhadap suasana penderitaan
Ucapan selalu berlebihan
Seperti menyiarkan radio terus menerus
Melecehkan suara iklan
Dan mengejek nama baik kita dan nama lain

Hari demi masih berulah
Ini tak balas sepenuh hati
Layaknya masuk neraka
Engkau menghancurkan lisan buruk
Engkau mati di sana
Mulut akan dipancung selamanya

Surabaya, 23 Oktober 2016

Awan Hitam Memanahimu

Awan Hitam Memanahimu

Terbentang oleh perasaan
Bukan hanya wajah
Melainkan dari awan yang berdebu
Begitu juga dengan serasi
Sudut pandang terpintang olehmu
Bentang bangkit dari segerai samudra
Merumpahkan genjang-genjang abadi
Merombak ke detik daripada ketajaman
Susah merumpahkan ke dalam abadi
Rempah-rampah dari lembaran

Masuklah pada kerimpahan
Dengarlah kata yang aneh
Sempit terbalas oleh tulisan
Sebutlah bila tak betah
Getarkan dunia mengorbankan jiwa
Meretas ke dalam begahan diri

Surabaya, 20 Oktober 2016

Tidak Tahan Rasa Sakit

Tidak Tahan Rasa Sakit

Sakit telah datang
Bila tersangkut benang organ tubuh
Melibatkan keterataan getih di batang
Mata begitu terbuka sedikit
Retak dinding merintahkan gunung
Malam begitu gelap
Mengumbang sampai kederaianmu
Pucat memanggang fikiranmu
Meresut jiwa yang pedih

Memaksa menghembus nafas terluar
Tuhan kehendaki segala pemberian
Entah kesembuhan begitu lama
Terisak tangis bila kesedihan
Melambaikan tangan kepada langit
Mengusap wajah kerendaian abadi
Sungguh tak bisa kembali ke semula

Surabaya, 19 Oktober 2016

Hujan Lagi

Hujan Lagi

Siang Malam mereda hujan
Menjatuhi tanah berseri
Tak lampuh memberi senandung suara
Melodi menggetarkan bumi
Tak melihat batas menggugah keberanian
Mengusir kecewa dalam hati
Sempit melimpih dalam renggangan
Tak wujud dari abadi
Berjalan kaki tak tahan menahan deras

Mencetuskan rintihkan curah
Curhatan melebar kemana-mana
Hanya bintang menimpangkan hati
Akhir dari rantang
Selebihi itu melebihi kekuranganmu

Surabaya, 20 Oktober 2016

Waktu Mencekam

Waktu mencekam

Malam telah larut
Aktivitas masih berjalan
Di tengah keramaian seperti ini
Andaikan tahu tak berani ke rumah
Tanpa seizin orang tua
Atau karena semaunya sendiri
Tembok terbuntu jalan
Melewati waktu penuh terkejang
Panas meriam melawan gerimis
Badai pasti datang
Tergenang deras hamparan air

Lampu tak berjalan normal
Seiring kejelekan yang ditimpai
Mengorbankan keselamatan
Dari sepecah kaca
Sempit mengumam suara
Serasa sulit menatap dirimu
Melampaikan tangan dalam gapaian tuhan

Surabaya, 20 Oktober 2016

Demam Buku

Demam Buku

Panasnya pagi begitu menggugah
Menyambut tempat yang luas
Menjadi arahan bagi kalian
Buku menumpuk di meja
Banyak orang berburu buku
Literasi mulai membludak
Seperti padatnya jalan raya ramai
Siang menjemputmu
Ku jalan putar melihat sudut genre

Andaikan sulit ku isikan
Sungguh ragu merekatkan bukan laut
Ku hadapkan penuh kepekaan
Meraju inspirasi
Setiap senggang waktumu
Rela pengorbanan sudut pandang
Tingginya kesenangan
Namun rela membimbingmu

Surabaya, 19 Oktober 2016

Tumpahkan Sekulerisme Remaja

Tumpahkan Sekulerlisme Remaja

Kami Pelajar bersumpah
Bahwa sekulerisme telah merajai remaja
Dalam hari ini suasana makin memburuk
Bagaikan berduaan lalu menyerang begitu saja
Inilah datang penyakit menjangkit manusia

Kami Pelajar bersumpah
Pergaulan bebas ku tegakkan hukum di neraka
Tak pantas ucapanmu tak berguna
Tiada pertolongan selain dirimu
Kurang yakin terhadap perbuatanmu
Bakarlah hati yang berentak-rentak
Agar tidak melihatmu lagi selamanya

Kami pelajar bersumpah
Korbankanlah nasibmu
Kasih sayang telah hilang
Kini engkau berminta maaf kepada tuhan
Kembalilah sadar bahwa dirimu berubah

Surabaya, 23 Oktober 2016

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...