Wednesday 26 April 2017

Perut Membesar

Lemak telah menumpuk
Minyak memeras perut
Kembung akan datang
Begitu mual dan pusing
Seperti tokoh wayang Joglosemar
Berjelaga di sudut awam
Ada gorila meremas kertas
Membalik di sudut waktu
Terlalai jalan dan keringatmu
Tidak akan menghampirinya

Surabaya, 24 April 2017

Cemburu Membakar Senyuman

Habiskan dendam
Dengan cinta yang diremuk
Ditampar suami menghadap penonton
Mengundang kecewa
Muka hampir meramuk
Ditendang sepatu pada kepala sang penyombong
Lalu menginjak tubuh sampai siksaan

Inilah hari yang buruk
Semua tubuh berlumur luka
Bercampur sakit
Bahagia ditengah kekayaan
Hampir babak belur
Hingga masa yang tak bisa ditentukan

Surabaya, 24 April 2017

Mengenalmu Kembali

Endang
Salam kenal kembali
Betapa sejuk di tanah klaten
Tersimpuh di sekujur namamu
Mengujur pada kupu-kupu
Menghampiri purnama
Dan keliling samudra
Yang luas dimataku

Endang
Jangan engkau meremehku
Puisi bisa diendap sepanjang hayat
Bersama suci
Mengempati seumur hidupmu
Membingkai jiwa
Dan nadi terkelam
Tidak ada tembok
Yang menembus tangan
Serentak di langit yang bahagia

Surabaya, 24 April 2017

Diam di Ruang

Ketika di ruang
Yang terdiam tanpa keluar lagi
Suatu waktu hanya mengores tinta
Berisi kepala yang dirangkai
Menikmati layar komputer
Mengetik surat tentang cinta
Sebeluk pagi hingga malam
Siapa pun menguasai satu alam
Penuh keteduhan
Mendengarkan puisi
Tanpa sepanjang harapan
Mengabulkan satu ruang
Tanpa mengiringi suara dari luar

Surabaya, 24 April 2017

Rahasia Terakhir

Inilah rahasia tuhan
Dimana langit hampir guncang
Roh akan melayang
Jasad dibangkai cacing
Begitu pula membusuk dengan rayap-rayap
Menikmati alam kubur
Kemudian tidak hidup lagi
Nikmati di akhirat selama ribuan tahun
Tanpa menanyai malaikat
Tentang kenikmatan di kubur

Surabaya, 24 April 2017

Jangan Mendekati lagi

Mengendap dalam malam
Kupu-kupu terbang di rumput yang hijau
Seandainya kau pergi
Api yang hitam
Sama dengan membakar hati
Inilah dirimu yang rakus
Menangislah bila satu jawaban
Jangan dekatiku lagi

Surabaya, 24 April 2017

Luka di Ibukota

Wajah ibukota dihadang masa
Membentur bentrok karena upah
Diulur benda yang dibakar
Menampar hidup dan tidak peduli

Seperti banteng menerobos dinding
Di kepala hampir mengamuk
Terlempar batu
Air mata datang
Singkirlah lahan yang penuh amarah
Kapan kau damai?
Kapan saling rukun
Tiada lagi yang di dustakan

Surabaya, 24 April 2017

Menguguh Api

Membakar kertas
Lempar batu
Memburu luka di sekujur kepala
Dibentur siksaan
Membuatku paksa
Membentak jiwa
Seseorang tak berguna

Inilah hasrat
Berhampar darah
Itulah nasibmu
Pecah kaca
Sampai parah
Menampar sampai menangis

Surabaya, 24 April 2017

Tuesday 25 April 2017

Bermain Puisi di Sragen

Diulur wayang
Serupa gandum yang menumbuh
Berbentuk awan hitam
Menyerupai gadis yang galak
Mengutuk sihir
Tanpa mengorbankan batin
Dan seguluk semak yang memercik api
Hujan tanpa berbicara
Rumput melihatmu
Pohon yang merimbun
Bergoyang jari tanpa terlibat daun yang senyap
Daripada cerah diujung malam

Sragen, 21 April 2017

Mengenang Kartini

Kartini perempuan agung
Dari kota Jepara
Habislah gelap terbitlah terang
Habislah karya terbitlah suatu pengorbanan
Menyebar perempuan
Seembun inspirasi
Tiap hari mengendap senja
Bersyiar di depan warga
Suara yang lemah lembut
Menelaah cita-cita bangsa
Mimpi di kelam tembok putih
Mengenang jasa
Perempuan tanpa berharga
Berlian tetap berati

Sragen, 21 April 2017

Menjenguk Yogya

Kereta tersimpang hujan
Perjalanan dilewati sawah yang berguruh
Melihat gedung keraton
Matahari tersiung senyum
Mentari menyambut pagi
Kawan berlari di sudut beringin
Kota yang meranah budaya
Seruan nada yang lembut
Gamelan berbunyi
Di simpang hujan hingga terang

Yogyakarta, 21 April 2017

Tiada Rasa

Rasa yang dicicipi
Rasakan langit yang memelam
Betapa satu hari satu malam
Waktu berputar tanpa melukis lidah
Mengiringi lagu melodi
Menyandera di mata yang kelam

Matahari membulam
Tak ada guna
Buat apa melamun
Jeruk mengulur lidah yang pahit
Laut begitu asin
Merica rasa memedas di hidung
Bersin sampai sakit

Ponorogo, 21 April 2017

Berawan di Kota yang Beriman

Berhimpun di tangkai mawar
Hijau berasri
Tersimpang pada debu
Sungai bersih
Jernih menitih laut
Awan mengendap di tiap daun
Perhatikan semak-semak yang bergerak
Siam di nafas gempar malam

Jombang, 21 April 2017

Alam Keabadian

Percaya pada tuhan
Melihat langit dipenjam
Menit yang didekap angin sawah
Dipancar cahaya tersinar hampa
Rindu yang dipeluk
Tangan masih digenggam
Tiada satupun yang dipercayai
Abadi tanpa sebuah jawaban

Madiun, 21 April 2017

Jalan Kesunyian

Betapa jalan
Kosong tanpa merata
Kamu berada di desa yang sunyi
Hening dilambai sawah
Suara angin melekat alam

Disekar malam puyuh
Purnama membentang bintang
Bersama pagi diukir nanti

Madiun, 21 April 2017

Monday 17 April 2017

Kampung Menangis

Rumah berhuni keluarga
Bertambah bayi yang melahirkan
Anak bermain di halaman
Ketika sore datang
Ia mengerut tanah
Ini hanya latihan
Untuk mengulur dewasa

Inilah air mata
Yang menetes
Bukan keajaibanmu

Surabaya, 2017

Hujan Kembali Lagi

Betapa luas jalan
Menumpuk kendaraan
Tanah abu-abu disapu hujan
Berkeping awan menghitam

Enggan pergi
Entah tanpa pamit
Pasti tak bisa apa-apa
Menempuh takdirmu
Berjelaga di sudut malaikat
Surga tak ada hujan
Bila ada
Hujan adalah rachmat

Surabaya, 17 April 2017

Memeluk Anggun

Petik Anggun
Di taman penuh megah
Di temani pagi sambil meniup angin
Melangkah hari yang bersimpuh

Daun yang terbang
Duduk bersama lembaran
Bergeming di keping kupu-kupu
Senja melekang seusai sore

Surabaya, 17 April 2017

Kau Berpisah Lagi

Ku kira bersatu kembali
Setelah masa panjang
Mempererat seikat tali
Bersemu di waktu yang lenggang

Meski pergi lagi
Air mata menetesmu
Selamat tinggal
Di wilayah yang lain
Berkepung malam penuh buntu
Kini ia hilang tanpa dicari

Surabaya, 17 April 2017

Jangan Pergi Sebelum Bunga Melayu

: Dyah Trisna

Hujan datang
Jangan pergi
Sebelum mendiami pesan terakhir
Jangan enggan hati membakar
Tenangkan dulu sejenak

Kau memetik bunga
Begitu harum
Rawat bunga sepanjang hidup
Warnai hari meski waktu telah sebentar

Andaikan bintang ingin bersapa
Setapa malam bersanjung padamu
Setiap berlempung di laut senja
Mekar kembali
Bila pergi akan melayu
Dunia akan retak
Selamanya

Surabaya, 15 April 2017

Hujan Sehempas Nafas Bendera

Kenangan telah lenyap
Jika tentang hujan
Merintik di malam
Penuh bersimpuh purnama
Bila bersama kopi yang menemani setiap jam
Bersimpang di Jalan
Mengeming sepanjang musim
Ini adalah dataran air dari awan

Inilah seruan langit menghitam
Bintang tak datang
Bersemi kembang
Tumbuh di esok hari

Surabaya, 17 April 2017

Sebuah Lagu Hujan

Kasih menjelma
Jika merintik air mata
Bulan hanya satu
Seperti tangisan bayi
Menggelitik kesakitan
Merasa dirimu lumpuh

Sawah sedang kecewa
Pohon tertidur lenyap
Rumput hanya melamun
Gerai awan sedang tidur
Langit biru datang ketika pagi hingga siang

Surabaya, 17 April 2017

Flamboyan dalam Segundang Puisi

: Ria Filosophia Dika

Biarkan flamboyan menumbuh
Jika rentang di antara pagi mentari
Serupa angin berkalbu
Berjuta seni dalam lukisan
Suluh diiringi lagu
Untuk menghiburmu
Jangan banyak bersedih
Selamat bernostalgia
Di masa lalu

Surabaya, 17 April 2017

Sembahyang Di Tengah Hujan

Nikmati salat sunnah
Di tengah hujan turun
Mungkin di antara sujud dan doa
Berhempas di langit malam
Seakan-akan hidup tambah bahagia
Bercampur sedih dan tawa berhempas
Langit tentu berkalbu
Esok akan terang
Doa dalam dekapan cahaya
Bagaikan iringan hati berulur hidup-hidup tanpa bersimpang panjang

Surabaya, 17 April 2017

Sunday 16 April 2017

Jumat Agung

Hari telah menanti
Namun darah berlecek di lantai
Sebentar lagi akan menjelang mati
Mengangkat kayu salib
Berjalan di jaga oleh malaikat
Ku minta ampun
Melangkah secara paksa

Inilah waktu penuh berkorban
Semua itu tak ada pilihan
Mencambuk di tubuh
Mendengarkan pengampunan dari kalian
Hampir sudah tangan dan kaki di paku yang lancip
Isa Al-Masih telah wafat
Kini salib mematungi hingga tutup usia

Surabaya, 15 April 2017

Bangun Kembali

Kau tahu
Ujian telah usai
Kembali ke jalan terangmu
Meski harapan masih ada
Jangan beranjak dari tempat dudukmu
Menunggu kesempatan yang datang
Hanya sekali dua kali
Seperti daun terbang di angin yang berbeda

Bangun kembali
Berlari di tepi jalan cerah
Kembali di jalan yang terang benerang

Surabaya, 15 April 2017

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...