Saturday 16 January 2016

Konflik terhadap Si “Pembohong Besar”

Konflik terhadap Si “Pembohong Besar”
Semenjak kelas 5 SD membuat suasana pelajaran di sekolah makin tenang. Di balik konflik tersebut sering bermunculan. Saya pasti kurang tahu mengapa Fiqih ini sebagai “Pembohong besar.” Soalnya sejak dari kelas 4 selalu merengek ketangisan di tengah pelajaran sampai Bu Guru marah. Bingungnya Fiqih itu mengelu terhadap perkembangan belajar di sekolah bahkan Mama Fiqi pun kurang mendidik di rumah. Sedangkan siswa lainnya memandang fiqih secara terus-menerus. Dan hingga lingkungan ini banyak sekali siswa SD yang selalu rata-rata kebanyakan bermain dari pada belajar atau sebagainya. Saya pernah mengalami seperti itu.
            Mainan kita mainkan justru menimbulkan membuang waktu sampai sholat pun nggak berjalan. Namanya anak mau belajar sholat apalagi usia lebih dari 5 tahun sudah bisa sholat. Fiqih melirikku dengan sengaja. Omongan tak salah lagi sering bertenggang. Serasa teman-teman paling benci dengan perkataan secara berlebihan. Fiqih hampir bingung dengan teman-teman sendiri
            “Wahai bangsaku bagaimana engkau rela berkorban dan jasa demi kemanusiaan dan kedamaian.” Sahut Fiqi sambil pidato di depan kelas.
            “Hey kau, apa-apa ini jangan berpidato emangnya ini ruang public.”
            “Emangnya kenapa teman-teman apa selalu iri.”
            “Ini sekolah bukan untuk tempat berbincang-bincang.”
            “Apa yang kau lakukan?”
            “Kaulah tukang “Pembohong besar”
            Mulai sindir dengan habis-habisan. Tak bisa mengatasi dari hari perhari. Seringkali Aku mengecewakan terhadap perilaku tersebut. Hal tidak mungkin pasti bagaimana ia bisa kembali seperti yang dulu sayang tidak punya solusi lain. Coba aku mampir ke Ruang Guru untuk lebih lanjut tentang Fiqih sebagai “Pembohong Besar”. Ke sana lebih pelan-pelan tetapi Vina menatapku biasa saja.
            “Mas Ivan.” Sapa Vina
            “Iya Vina.” Jawabku penuh hati yang tenang
            “Lagi Ngapain?”
            “Ini mau mampir untuk ngomong ke Guru seputar masalah terhadap anak bandel.”
            “Yuk ke masjid?”
            “Untuk apa”
            “Kita melaksanakan sholat dzhuhur biar nggak ketinggalan.”
            “Oke tak jalan.” Sahutku mengikuti petunjuk dari Vina.
            Agar aktivitas nggak jenuh mendingan melaksanakan Sholat Dzuhur di Masjid supaya nggak ketinggalan. Di Masjid aku mengampuni oleh Allah dengan Do’a. saat hendak berdo’a Vina pasti lihat ternyata Ivan terlalu kasihan dengan Fiqih.
            “Ivan!”
            “Ya Vina”
            “Kamu kok sedih sih. Ceritain dong masalah apa yang menurut kamu saat ini?” ia menawarkan untuk bercerita entah curhatan hati kepada seseorang.
            “Begini Vina semenjak kelas 4 sudah berteman dengan Fiqih. Ia laki-laki yang kuat. Tangguh dan tidak pernah selalu mendurhakai orang tua. Terus mengelilingi samudera dalam ilmu pengetahuan dan teknologi pasti mendapatkan pemahaman yang luas. Tetapi ia hilang dalam pikiran Fiqih. Teman-teman sebagian besar menyindir Fiqih akibatnya ia selalu berkeliaran di berbagai kelas hingga ruang lain. Tentunya Fiqih selalu bermain dengan aku. Seolah-olah gambaran itu hanya sebatas bulir kesedihan.” Gumam Aku sambil bercerita tentang Fiqih menemani wajah penuh kesedihan.
            “Ivan, Aku tahu gambaran Fiqih sudah biasa. Bagaimana lagi lingkungan sekolah sering mendapat kritikan dari teman. Vina juga begitu, ketika lomba Vina selalu grogi pas nampil. Alhamdulillah Vina dapat juara 2 Lomba Tilawatil Qur’an setingkat SD.” Ujar Vina mengungkapkan jawaban dari Ivan.
            “Emang bisa? Kamu gimana kok bisa menang?”
            “Belajar dan berlatih saja. nanti nggak bisa akan mempengaruhi malas dari kamu. Jangan berhenti sampai di sini. Nanti semenjak SMP pasti menemukan potensi dan Vina berpesan penting yaitu mencari kelemahan terhadap seseorang. Semakin akan mencari maka kelemahanmu akan ketemu. Caranya dengan perlu menyerang dalam titik tersebut. Faham nggak?”
            “Yakin Aku ingin mencari titik kelemahan itu?”
            “Insya Allah aku pasti bisa. Percayalah sama Vina.”
            “Baiklah akan ku coba.”
            “Oke aku pergi ke kelas dulu.”
            “Ya makasih ya Vin.”
            “Ya sama-sama Van”
            Curhat terlalu panjang tetapi tetap bisa mencari kelemahan bagi Fiqih. Semangat dan Tekad telah mulai. Fiqih mengacaukan teman dengan sindir terus-menerus. Teman-teman lainnya terlalu takut. Sepertinya Aku mulai berlari keruangan sebab ada bermasalahan dengan teman-temannya. Fiqih nggak bisa berhenti nakal tersebut. Aku masuk secara paksa.
            “Kau!”
            “Hey Ivan, apa kau ingin melawan denganku!”
            “Fiqih hentikan semua ini sampai teman-temanmu takut terhadap perilakumu.”
            “Aku nggak peduli ucapanmu yang bikin sakit mual menempel di lantai yang kotor ini. Ha-ha-ha”
            “Fiqih kau keterlaluan!”
            “Ayo sini panda yang manis.”
            “Aku tak takut Pembohong Besar”
            Aku dan Fiqi kini bertentang dengan cara kekerasan. Tanganku mulai menggenggam seperti pembalasan telah mulai. Fiqih sendiri mulai bereaksi. Aku belari cepat langsung menonjol wajah secara keras. Luka telah mengeluarkan ambisinya. Kerah baju Fiqi mengenggamku lalu menatap wajah ke wajah dalam berbaring. Serasa mengambil tindakannya
            “Fiqi!”
            “Ya anak rakus.”
            “Selama kau sudah berbeda.”
            “Mau bagaimana lagi aku sudah punya tujuan yang berbeda dibandingkan kamu pembunuh kejam.”
            “aku tidak peduli dengan perkatanmu yang menjijikan terus menghina apa yang engkau perlakukan.”
            “Oh ya bagaimana nasib kau anak rakus.” Sindir Fiqih dengan radikal.

            Konflik pembohong besar denganku menjadi sasaran incaran kita. Suasana semakin memburuk. Aku tidak punya pilihan untuk mengatasi anak Pembohong besar. Fiqih sekarang sudah berbeda tanpa memedulikan aku diri sendiri. Pantaskah bisa mengatasi dengan perang face to face dalam bentuk yang berbeda. Aku dan Fiqi kini berakhir musuh dalam persahabatan. Pola fikir berbeda dari orang lain. Konflik masih berlanjut…..

No comments:

Post a Comment

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...