Thursday 25 June 2015

MIAFORGINAL : The Romadhon of The Riset (Episode 8)

Friends Fight Dimensional Dream
(Part 1)
Di dimensi gue pengalaman yang ku pernah alami oleh seorang guru yang saat kita cinta Bu Tary Can. Gadis lahir di gresik, ia sudah menempuh pendidikan di PLB UNESA tahun 2010, ia pernah mengajar jadi guru SMP gue, dan selalu menemani bersama di sisinya. Di ruang sumber SMP ini membuat ia betah di sini. Suasananya hampir seru tapi juga gokil mulai dari pengicauan, pertentangan, maupun sengaja tidak sengaja.
            Namun di sisi berbeda dengan dahulu itu. Bu Tary setelah di wisuda akhir ia ketemu dengan kekasihnya dia, namanya Erry Kuroy. Ia cowok yang jantan, menjadi teman sekampus, dan tinggi badan, Bu Tary mengagumi dengan kekasihnya, walaupun sejak lama ia tak pernah memisah dalam hidup ini. Sedangkan di FB gue ternyata Bu Tary telah menyelesaikan skripsi sejak maret lalu, sebelumnya ia pernah jadi guru di SMKN 8 Surabaya, nggak tahu mapelnya apa? Seringkali gue bertemu dengan Bu Tary, ia berpesan kepada gue kau ingin jadi penulis, tulislah pengalamanmu selama kau menemani hari. Lalu udah beberapa waktu kemundian gue nggak bisa berkomunikasi dengan guru.
            Dari dulu SMS yang ia tulis sudah di kirim, tapi nggak bales sama sekali. Pagi kan sekolah, habis pulang sekolah gue cek di FB, dan ia mengobrol lewat chat, dan hampir semua ia lampui ternyata menyimpan rahasia di balik kebiasaan bu Tary tersebut. Sungguh tak menyangka kalo bu tary menjadi mantan sahabat gue.
            Di benah gue, ia bertemu di kampus PLB menemui bu Tary. Tapi secara kurang focus tiba-tiba gue terdiam di tempat. Bu Tary menatap gue pada saat siang hari melawan tubuh yang mengalami dehidrasi. Pada hari itu Bu Tary tidak berada di lokasi kampus karena ia sudah menempuh pendidikan sejak maret. gue sampai tidak orang di kampus malah ia bingung mau ke mana mencarinya. Begitu gue pulang ke rumah tak terasa gue mengeluarkan mata akibatnya beliau sudah tiada. Namun ada teman yang sengaja ke rumah gue, ketika gue berjalan ke ruang tamu air mata menetes hilang. Ternyata ada teman seminar di UINSA tahun lalu, kak Yuni. Kak Yuni menceritakan tentang gue kejadian awal bu Tary ingin mempersatukan kembali sambil obrolan santai.
            ‘Van’ sapa kak Yuni. Wajah senyum meriah.
            ‘Ya kak, kok kamu di sini ada perlu apa?’ balas gue, ia nanya teman mampir ke rumah gue.
            ‘Oh Ya adek katanya Bu Tary mau berpisah atau apa’ nanya Kak Yuni, lemah lembut namun santai.
            ‘Yah ini mau berpisah sejak beberapa tahun yang sudah mengajariku tentang persahabatan namun sudah tiada.’ Gumam gue, menghela nafas penuh tangisan.
            ‘Tenang dek kita akan menemukan momentum adek biar nggak rela kalau kau menjadi sahabat akrab seperti kakak yang pernah mengajak seminar di ITS sama UINSA itu bagus kok’ jelas Kak Yuni, menghelus lengan gue hendak berpelukan.
            ‘Iya yah gue kan pernah mengajak seminar itu ya, Ivan hampir lupa ya selama ini gue udah lama menjadi sahabat’ helus gue, air mata di hilangin.
            Setelah obrolan santai ya panjang lebar kak Yuni menginap ke rumah gue dan ia bertujuan untuk mencari rahasia di balik persahabatan. Hampir jam 9 malam gue dan kak Yuni nongkrong di kamar sehingga kak membawa tas berisi baju dan rok secukupnya. Di kamar ia memikirkan gadis itu tak salah-salah ungkapan yang berikan ketika bertemu itu membuat ia sudah lega semua impiannya harus lepas, tak seberapa ingatan gadis ia mengajarkan kepada kami sudah mempererat tali persaudaraan. Di benahan gue selalu mengingat mengajar pertama sejak ia belajar ketika gue di bangku kelas 3 SMP.
            Dulu ia pernah mengajar bersama gue dan david. Ketika ia belajar gue senang mendapatkan pelajaran ia engkau berikan tetapi ada suatu yang menjengkelkan. Ketika ada kata-kata yang pernah ku lakukan salah satunya Revina Syaduma. Gadis yang tidak mengetahui jenis penyakit apa? Tetapi membuat Vina makin egois. Jangan-jangan di lembaran ada karakter kucing yang sering di lihat oleh televisi setempat. Benar banget doraemon, ucapkan ia keluarkan tiba-tiba Vina tak nahan kemaluan terhadap anime yang berasal dari jepang itu. Ketika mengolok vina tubuhnya penuh gemetar dan juga kaget dengan ucapan yang menurut gue bagus tapi nggak tahu maksud vina itu apa?
            ‘Doraemon’ ucap Alvian.
            ‘Ihhhh jangan dong. INGAT ITU BERDOSA’ gumam Vina, gerak hindar dengan tubuh grogi.
            ‘Eh teman-teman berhenti nak, nanti nggak selesai belajar’ kata Bu Tary, memperingatkan dengan pelan-pelan.
            ‘Bu, biarin ia mati masuk angin.’ Ujar Nanda, kalimat yang menghiraukan guru.
            ‘Emangnya di akherat ada balsem?’ nanya David, nanya soal mati masuk angin, perasaan bingung.
            ‘Ia juga sih!!!’ gumam Nanda, ia menggaruk kepala.
            ‘Anak-anak merepotkan banget ya.’ Ujar Bu Tary, ia melorot lemas.
            ‘Ivan, kamu nggak ikut hibur?’ nanya Bu Tary ke gue.
            ‘Kagak, aku jarang sindiran kecuali ada kesalahan yang pernah ku alami.’ Balas gue.
            Suasananya semakin seru kemilikan dari suatu beban yang ku rasakan. Sejauh ini ia melanjutkan belajar dari rangkaian yang potong tadi gara-gara menghibur dengan ucapan dan berbagai hal-hal yang serupa. Ia melanjutin belajar, gue fokus ke depan dan teman-teman murid Bu Tary juga mengikuti dengan tenang. Selepas dari belajar akhirnya Bu Tary dan Bu Ilmi pamit dari Ruang Sumber SMPN 29 Surabaya. Ketika ia berpamit ada adegan yang mencurigakan pada siswa. Ada yang mengeluarkan ucapan ia hendak narsis, Bu ilmi menyerang kalimat sok tahu tetapi gurauannya tak pernah berhenti dan membujuk dengan emosional, sedangkan Bu Tary hendak membalas budi ke gue kali sudah menjadi pengajar yang professional, kalo gue nilai gadis ia memakai celana tapi sikap lemah lembut. Nilai gue masih di pertimbangkan. Tanpa basa-basi guru harus buru-buru ke kampus untuk melakukan kuliah di sana.
Di benahan gue sudah menentukan nasib persahabatan. Sudah hampir 3 jam berfikir kak Yuni sudah tidur nyenyak sementara gue nggak bisa dari tempat tidur. Gue akan mencoba lagi berbaring di tempat tidur mereka. Mata gue sudah tidur nyenyak dan ia mulai bermimpi dengan tentang. di mimpi ada sebuah  momentum yang masih di mungkinkan tentang sahabat. Terus gue berada di ruang sumber dengan suasananya bercahaya putih. Ketika berjalan ia memantau tentang gue yang sedang belajar kemungkinan ia semangat membara ketika belajar. Terus terang gue menatap suasana. Hanya sumbu kewajaran ia mencekam masih ada bukti dari semua yang engkau lakukan. Justru itu gue terheran-heran dengan guru. Secara skala besar gue melayang ke bawah menuju ke dimensi mimpi ia gue bawakan. Suasananya bawah menjadi firasat buruk. Gue hampir terjatuh, tidak ada tempat dan jalan ini hanya dimensi bukan penataannya. Memang dimensi menyimpan mimpi yang engkau selama ini sudah tererat oleh perasaan dan jiwanya. Tak karuan gue melihat namun tak ada batasannya namun tiba-tiba ada sosok tubuh yang menggabungkan bintang dan cahaya yang tak tembus pandang.
Gue masih betah dimensi semakin tak lihat makhluk yang tak kasat mata. Ia menunggu musuh atau sahabat yang pernah merasa itu akhirnya ia tiba di benahan gue. Bu Tary melangkah hendak ia melawan dengan jarak jauh. Gue dan Bu Tary berada di dimensi mimpi. Namun gue kecewa terhadap apa yang engkau lakukan memakan waktu dengan perjuangan dan kehadratan dengan kondisi yang dominan. Gue masih melirih Gadis dan Gadis juga menantap gue dengan emosi yang berbeda. Waktu nonton spongebob saat di depan hendak pidato, para siswa langsung melirik dengan heran banget. Spongebob terus mengugup sehingga ia sebabkan siswa mulai menggeram amarah, mulai dari teman-teman yang menatap dengan keras dan juga patrick berwajah marah dengan melempar bantal ke orang yang berada di depan.
Angin pun menghampiri suasana reda dengan Gue dan Bu Tary makin menganaskan. Gue melorot otot mata dengan bertemu wajah ke wajah namun sama dengan Bu Tary juga ekspresinya biasa dan ia ke memperogoki dengan meremuk tangan. Mulai melangkah menuju ke jarak dekat. Gue mulai berbicara kenangan yang selama berbulan-bulan ia mengikat seluruh elemen sahabat yang menghambat dirinya keji dari segumpal darah.
            ‘Bu Tary lama kau ke temu dengan kau, tapi sekarang kenapa kau tidak kembali lagi ke surabaya dan memanfaatkan waktu dengan sia-sia’
            ‘Wahai muridku aku tidak mau engkau kembali ke Surabaya, karena ia merasakan guru perlu menyayangi kau untuk mengingat pesan-pesan yang engkau berikan pada waktu itu.’
            ‘Omong kosong, kau sudah tidak membalas SMS dan di kiranya SMS itu hanya berisi dengan tega sendiri dan mengamankan ke seluruh waktu yang di gunakan itu sudah muat dengan murid yang tak berguna.’
            ‘Jangan kau marah atau kau akan menghabiskan waktu di dimensi dengan perasaan dendam yang penuh ketidakadilan dengan ku sengaja sesalin demi sahabat yang engkau mengenang tapi jangan kau memarahi kamu. Itu hanya kumpulan cerita yang sudah di berikan karena etika.’ Jelas gue dengan wajah penuh air mata.
            ‘Sudah kau terlambat yang berada di sisimu dan jangan engkau kembali lagi ke jalan terang beneran. Aku akan membunuh dengan cara dengan mengenggamku tangan gue akan mengolesi luka hati kamu!’
            Begitu gue berlari dengan kencang hendak mulai menyerang duluan, Bu Tary bertahan di tempat. Kaki gue berlari cepat, matanya penuh tangisan. Bu Tary hampir khawatir dengan murid, ‘hiiiiiiiiyaahhhhhhh’ jerit gue mengenggam tangan gue mulai memukul dengan setengah lingkaran ke wajah gue. Tangan gue menangkis dan ia gagal memukul. Menerkam tangan gue mulai dari melotot dengan kuat. Bu Tary hampir saja, dan ia memulai air mata dengan sekencang-kencangnya. Genggaman tangan guru memukul wajah gue dengan keras, sampai gue terkena luka dan darahnya mulai keluar dengan sendiri dan gue menjatuh.
Kaki guru menginjak tangan kiri gue dengan sekuat tenaga. Gue hampir mencoba lepas injak, tapi hampir kesakitan dengan menetes cairan darah. Gue menjerit kesakitan ‘tiddddaaaakkk! Saaaakiiitttt!!! Aaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!’ sampai sekarang ia melemah dan kondisi di sana terlalu tangisan yang mengigih. Terus menerus bu Tary menganggukan gue dengan kisah yang pernah kau mendalami hati. Samping juga masih berhasil menyerang duluan tapi gue mulai kesakitan yang perih di tangan kiri gue.

Sampai-sampai ia menceritakan semua yang engkau lakukan dengan kondisi yang mengejutkan. Gue menatap wajah bu Tary namun ia mengangguk dengan perasaannya sendiri tetapi cerita luka pun mulai dari..................................

No comments:

Post a Comment

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...