Menulis dari sebuah Pengalaman
Pribadi
Menulis memang berawal
dari sejak sekolah dasar. Semulanya ada suatu yang begitu menyenangkan tetapi
menulis apa saja tentu akan menjadi pengalaman pribadi bagiku. Kebetulan sehabis
liburan semester saya dan siswa lainnya sengaja membuat cerita pendek yang
kalian rasakan setelah mengisi liburan sekolah selama 2 minggu. Kebanyakan cerita
pada anak membuat pasti bosan. Semestinya kebiasaan anak-anak cenderung sukanya
bermain. Kalo kewajiban agama pasti nggak jalani juga. Ada seseorang berstatus
kebutuhan khusus tidak sadar itu apa artinya kewajiban bagi umat muslim. Dan serupa
bagaimana menulis catatan yang rapi.
Padahal guru yang menerangkan pasti enak hanya saja siswa
ABK jadi kurang faham. Aku coba berinteraksi pelan-pelan.
“Krisna, kamu bisa mendengarkan materi guru?” Tanyaku
dengan jujur.
“AKU-BISA-MENULIS-DAN-MEMBACA” jawab Krisna terlalu pelan
lambat.
“Oke lumayan kalo Diana bagaimana?” Tanyaku menghadap Diana.
“ama…ama….amuba….amma…..aiii…” jawab Diana juga nggak
jelas ngomongnya.
“Apa?” sentakku sekali lagi.
“Aya….aya…amu….amu” Ujar Dina tak bisa ngomong secara
normal.
Dan ia langsung mengigit tanganku. Inilah aku membuat
sedikit kecewa. Buku catatan ia ambil sengaja menceritakan hampir sehari di
Sekolah. Sebelum menulis memang belum punya ide. Dari kecil dulu ia
menghabiskan waktu main game sehari. Tergantung waktu peluang bagiku. Aku
terheran dengan hasil tulisan yang kita tulis. Karena buku bentuk garis sebagai
catatan dasar maka aku mengingat kata setelah menerangkan dan menirukan dari
guru.
Pertama saat menghabiskan liburan saya selalu kagum
mendengarkan bareng ketika menirukan kata yang kita siapkan. Terus terang si
Robby perilaku posesif banget. Apalagi sering bully sering mengalami masalah. Lalu
waktu mengajar serasa punya action dan juga menggali kosakata. Sayangnya bisa
faham walau komunikasi masih bullet sekali. Makanya aku selalu mengingatkan
pada orang tua dan sahabat untuk melatih serapan itu. Saya selalu menuliskan
yang kita dengarkan. Secara pribadi menulis sebagai pengalaman pribadi.
Menulis sebagai pengalaman pribadi sudah melakukan secara
luas. Apalagi para kalangan profesi juga menguatkan ide lewat tulisan itu
bahkan ada meminimalisir dari apa yang tentu capai. Tujuan menulis sebagai
pengalaman pribadi untuk menjadi daya ingat kuat selama mengingat peristiwa
selama sehari dan juga sebagai membuat cerita dengan begitu luas. Jadi tak
mungkin malas menulis juga menurunkan kebiasaan sehari. Beberapa di antaranya
siswa pasti mengambil cita-cita lain selain penulis.
Beruntung belum ada anak ABK yang berbakat dalam sebuah
kepenulisan. Jujur belum tahu apa sebenarnya aku menjadi seorang penulis fiksi.
Hal diketahui aku memang pertama jadi penulis sebenarnya karena ada inspirasi
yang harus ku kejar apalagi dari segi menghibur dan menemani.
Dari SMP sudah menerima amanah untuk membuat ringkasan
yang terdapat pada al-qur’an dan juga makna dari isi tersebut. Dari beberapa
siswa hanya aku yang mengubah ke dalam sastra. Padahal aku jadi multimedia. Karena
belum bisa mengolah sistem informasi dari multimedia. Maka saya memutuskan
untuk menjadi seorang penulis. Penulis itu menentukan bakat dan minat dalam
aktivitas sehari-hari.
Tiba-tiba teman saya belum tahu cita-cita menjadi seorang
penulis yang handal. Serupa teman sebaya sebagian dari manapun tergantung dari
kebiasaan waktu. Cuman aku menyangka ingin mengejar penulis nasional menekuni
kreatifitas. Ingat aku mendapatkan nasehat dari Mas Raditya Dika
Menulis itu bermula
dari mood dan juga kegelisahan hidupmu. Jadi buat yang ingin berkarya. Tuliskan
pengalaman lho selama sehari yang anda lakukan. Tulis sebanyak mungkin tentu
akan menhasilkan sebuah karya yang siap dibaca.
Menulis pengalaman pribadi menjadi bahan ide sehari. Satu
hari perlu satu tulisan. Artinya hanya bisa menyerap dan menangkap rangsangan
dari otakku. Apalagi bisa mengatasi stress apapun. Menulis sebagai pengalaman
pribadi akan kemungkinan alasannya seperti apa.
1. Tuliskan
pengalaman yang anda lakukan selama sehari penuh
2. Melatih
kebiasaan menulis setiap hari
3. Jangan
semata-mata melihat hasil tulisan orang lain
4. Menciptakan
kreatifitas
5. Dan
sebuah imaginasi terhadap ide
Tak
betah kehidupan ini serba berusaha tentang perjuangan pribadi. Resiko atau nggak
tentu membawakan pengorbanan. Ada salah satu narasumber yang nasional banget.
Bunda Asma Nadia selalu memberikan arahan dan petunjuk bagiku menuju jalan yang
benar.
Menulis nggak hanya ilmu melainkan hasil tulisan bisa
terbalas amal jariyah yang memberikan bagi orang yang nggak mampu. Targetku masih
gagal serta mana tekadnya. Sampai sekarang tanggung jawabku selalu berbohongi
pada orang tua. Jadi ada menanyakan beberapa hal.
“Ivan, mengapa kamu jadi seorang penulis”
“Karena aku berawal bertemu dengan Raditya Dika dan
mengenai pertemuan di kampus islam negeri membuat mengejar impian.”
Sampai sekarang aku ingin menerbitkan beberapa karya yang
menghasilkan sebuah memory dan peristiwa yang kejar hingga nggak bisa ku
terhenti.
No comments:
Post a Comment