Wednesday 17 February 2016

Reason

Reason

Sejak kecil aku melakukan ilmu agama di mushola. Ketika sore justru datang agak telat khawatirnya sudah sampai ke mushola malah menanyakan tentang "apa sudah sholat atau belum?" Daripada sholat jamaah di musholla lebih baik melaksanakan kewajiban dari guru. Berangkat ke mushola naik sepeda pancal. Di perjalanan situasi makin memburuk. Begitu bersapa dengan teman pandangan pasti pecah. Tidak tahu apa sih salah denganku? Sampai di tempat belum mulai melainkan anak anak asyik bermain dan aku nunggu dengan seadannya.

Ketika guru datang memberikan ketenangan pada santriawan-santriawati. Paling aku sedih jika sholat sambil bersuara. Seringkali ia belum mengerti etika sholat berjamaah bagi anak-anak. Guru menyampai pesan secara drama. Saat mendengarkan aku mengangguk pada pandangan sujud. Bu Fauziah mengatakan bahwa sholat bisa memandang ke arah sujud. Reaksinya Wulan dan Ayu melihatku. Ia di anggap memang anak sholeh nggak punya pengertian. Aku berfikir dalam hati "mengapa sih pandangku semakin buruk. Apa jangan-jangan ia rencana untuk menyalahkan hanya mengganggu pribadi." Sampai saat ini konflik masih berada di tengah reaksi.

Tak menyangka sepulang ngaji konflik telah muncul. Bagaimana reaksi teman-teman tersebut secara percuma banget. Aku lari di pintu belakang. Ternyata belum berhasil karena di blokade temannya. Aku coba lari ke pintu depan cuman nggak berhasil juga. Meleset nggak mempan teman maju ke hadapanku
"Hey Kingkong!" Sindir Taufiq dengan sebutan "kingkong"
"Ada apa? Aku mau pulang." Balasku wajah berkeringat dan tidak mengomentari apa pun.
"Kingkong kau hanya menyalahkan apa yang kau perbuat. Kami akan memberikan kejutan."
"Kejutan apa? Nggak jelas ucapan elo."ujarku dengan tidak percaya memanggil kongkong.
"Oh gitu kingkong nggak berbalas budi. Teman-teman berikan tepung dalam wajah kingkong"
Tepung menaburi wajahku menggambarkan kejahilan pada teman sebaya. Aku sedikit kualahan jadi semakin memburuk. Teman teman pada pulang serta aku pulang dengan bekas tepung pada bagian wajah, baju, sampai ke kaki. Matahari telah terbenam aku langsung pulang ke rumah tanpa melihat tanda dari seseorang.

Wulan dan Ayu langsung bertemu denganku. Sebenarnya apa masalahku. Dari tujuannya menanyakan tentang sahabat pertama Vina.
"Ivan." Sapa Wulan
"Ya Wulan kenapa kau menemuiku. Apa masalah denganku?" Batinku sambil menyinggung perasaan setelah konflik kecil dengan teman-teman.
"Kenapa kau bersahabat dengan Vina?" Tanya Wulan soal pertemanan pada Vina.
"Coba jelaskan saja. Aku ingin tahu" Tanya Ayu juga memberikan penjelasan pertanyaan tersebut
"Sebenarnya berteman dengan Vina karena ia sahabat pertama sejak SD. Jadi ia bertujuan untuk menemukan rahasia hidup kepada perasaan seperti ini. Sampai sekarang aku belum cerita pada Vina. Sebab aku gugup." Jelasku mengeluarkan air mata dalam wajah
"Bukan hanya gugup. Wulan tahu gambaranku. Tetapi jangan terkecok dalam pribadi. Melainkan perhatikan sudut pandang sahabat. Kau tahu pasti ada tujuan itu." Sahut Wulan melanjutkan penjelasanku.
"Ivan juga begitu cari alasan dulu kami bukan musuhmu melainkan cari kelemahan pada setiap fisik pada seseorang" Kata Ayu memberikan nasehat padaku.
"Terima kasih teman-teman. Ivan mau pulang ke rumah dulu."
"Hati-hati dan jangan lupa mandi habis kena tepung"
"Ya."
Perjalanan menjadi pelajaran bagi kita. Sebagaian besar aku meremehkan teman-teman dan memberikan ungkapan bagiku. Sampai sekarang aku menyangka kenapa perasaan seperti ini. Aku akan membalas perbuatan yang sebenarnya.

No comments:

Post a Comment

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...