Sunday 7 February 2016

Sudut Pandang Vina


Sudut Pandang Vina

Ketika SD Aku berkenalan dengan Vina. Cara terlalu gampang hanya berkenalan sambil berkata basa-basi. Terima belas senyuman membuat aku terlalu bahagia. Sepulang ngaji aku terasa pede melihat Vina. Sosok Vina dari kelas 1 SD awalnya dari beberapa tingkah terlalu aneh banget. Misalnya Vina menguasai huruf dan hitungan yang ia suka. Sedangkan aku selalu mengikuti pandangannya.

            Begitu arah mengikuti orang ada salah seorang yang mengancamku. Ternyata di pandangan Vina merasa geli terhadap Ivan. Vina berfikir Seandainya Ivan ini seperti apa ya? Apabila ia justru tujuan untuk berteman. Bagaimana caranya untuk mengembalikan yang paling lurus. Jangan sampai menghancurkan nasib saya. Muncul Sosok aku di belakang Vina.

            “Hai Vina” Sapa Vina menerima senyuman dengan manis.

            “Hai Ivan, Kamu lagi ngapain di sini?” Jawab membalas senyuman dari seseorang.

            “Nggak papa sih cuman ikut-ikutan.”

            “Gitu ya Vina merasa kebaikan sama kamu.”

            “Benar ta? Saya mengikuti demi persahabatan kita.”

            “Ya sudah Vina kembali ke Kelas dulu ya.”

            “Iya hati-hati ya.”

            Bel telah berbunyi maka Istirahat sudah berakhir. Aku melanjutkan belajar bersama dengan kawan-kawan lainnya. Pelajaran yang ia sukai adalah Matematika. Bab ini membahas tentang pecahan. Walaupun menguasai matematika begitu suka tak pernah lupakan menemani rumus untuk mengasah otakku. Sedangkan Vina pelajaran yang ia suka adalah Bahasa Indonesia. Setiap hari Vina mempelajari tentang Cerita pendek. Agak lumayan Vina bercakap setiap hari dengan Shofiana.

            Sepulang sekolah begitu semangat dengan sahabatnya sehingga merenggut kecerdasan demi esok. Vina pulang sekolah bersama dengan Mama. Meskipun tinggal di rumah yang begitu kecil tetap meraih tekadnya demi mengambil prestasi yang kita raihkan.

            Ngaji Sore biasanya sekelasku bersama dengan Vina. Bedanya Di Sekolah menduduki bangku di kelas semakin berbeda. Pak Achmad salah satu guru kita akan mempelajari tentang bacaan tajwid dengan baik dan benar. Ternyata ribut suasana apalagi dengan omongan nggak jelas banget sampai Pak Achmad memberikan hukuman kecil bagi setiap santri sedang rebut di Kelas. Ia hanya diam saja daripada gaya kurang jelas.

            Sudah menunjukkan jam 5 Sore akhirnya aku pulang ke rumah dengan selamat walaupun bertemu dengan Robby. Aku heran bertemu dengan Robby karena ia pernah pertentangan pada jam istrihat apalagi sampai cara kekerasan secara radikal. Pertemuan ini untuk mengembalikan egoisme kepada Vina.

            “Ivan!” Sapa Ivan muka terlalu tenggang

            “Kau Robby, Bukan kah kau bertemu ketika pertentangan saat jam istirahat. Mau apa di sini?” Jawab sedikit emosi terlalu kecil

            “Robby menyarankan buat kamu?”

            “Apa itu?” Ujarku sedikit bingung

            “Apabila engkau membahagiakan Vina. Lebih luasnya temukan titik kelemahan terhadap temanmu. Sedikit demi sedikit kelemahanmu akan semakin tinggi egoismu itu.”

            “Maksudmu gimana?”

            “Ikuti cara emosi sehingga kau juga mendapatkan titik temu tersebut. Jangan lupa ikuti apa yang harus kau perbuat.”

            “Tapi Rob….”

            “Sampai bertemu lagi Ivan.” Gumam Robby meninggalkan Ivan dari tempat Tersebut.

Aku kurang mengerti mengapa mendeteksi titik kelemahan emosi terhadap Vina. Padahal ketika hari berikutnya khawatirnya aku sedikit kecewa dalam sudut pandang tersebut. Bagaimana menghargai emosi tetap mempertahankan dalam menghadapi situasi seperti ini. Lebih baik pulang ke rumah tanpa menolah-noleh orang di sekitarnya. Orang tua sedikit membingungkan dengan Vina.

Mama terlalu menerima rasa simpati seperti Ivan orangnya gagah banget serta menjadi seorang teladan. Rencananya untuk mendeteksi seberapa jauhnya emosi terhadap Ivan. Belakangan ini Ivan tingkat emosi terlalu berlebihan. Oleh karena itu Vina fokus meraih nilai daripada aku sendiri

*****

Aku bersiap menuju ke sekolah untuk menuntut ilmu. Ketika perjalanan cuaca hari ini makin memburuk membuatku bersemangat di pagi hari yang cerah ini. Pelajaran hari ini adalah Bahasa Indonesia. Minim banget pembahasan tersebut sekiranya mencapai wawasan tingkat sedang.

            Aku menunggu di tempat duduk dekat kelasnya Vina menyampaikan kata-kata terakhir. Sebelum berbicara Vina sempat bereaksi kepada teman sebaya tersebut. Ia berfikir akhir-akhir ini Ivan sedikit curiga terhadap emosi tersebut. Shofiana mengatakan bahwa kalau kamu bertemu dengan Ivan sekaligus perpisahan terakhir. Syaratnya cuman satu kau nggak bisa melupakan saat pergi dari tempat yang kita injak selama ini.

            Vina dan Aku merupakan pertemuan terakhir dalam persahabatan di Sekolah SD yang tercinta. Salah satu mengesankan saat berteman yaitu terima kasih selama engkau menemani mulai dari belajar bareng, bersama-sama di sana hingga ngobrol setiap saat. Tak lama kemundian lebih memilih untuk tidak berteman lagi di lain waktu.

            “Ivan!” Sapa Ivan dalam wajah mengumam

            “Ya Vina, ada apa?” Jawab sambil beberapa pertanyaan dari aku.

            “Ini kita hari terakhir dalam persahabatan ini.” Ujar Vina wajah mengangguk ke bawah sambil mengiringi air mata.

            “Maksudnya?”

            “Kita artinya nggak usah berteman lagi sementara lagi Ivan sudah menempuh SMP.”

            “Tidak Vina jangan ngomong begitu kita masih…..”

            “Masih apa. Ivan dengarkan aku selama ini kita sudah waktu telah berlalu tapi di lain waktu kita tidak bisa berteman lagi.”

            “Waktu masih ada dalam hidupmu jangan pernah melupakan sia-sia kita.”

            “Maaf Ivan kita berpisah sampai di sini.”

            Kebaikan sudah terbelah maka kehidupan akan sedikit berbeda dengan lainnya. Keadaan seperti ini mengundang sedih tanpa berteman dengan Vina. Air mata masih menetes air terjun gara-gara tidak punya kesempatan untuk mencari sahabat baru. Tak lama lagi Aku melanjutkan kehidupan tanpa melirik Vina lagi. Di kelas tak tahan tangisan habis drama selama beberapa menit saja. Teman-teman ikut mengungkapkan sedihnya habis terpisah jauh dari sahabat itu.

            Pandangan jauh terasa tidak punya waktu untuk menemani maka teman tersebut banyak berusaha hanya mengembalikan perasaan teman. Pelajaran telah berlanjut fokus ke pelajaran.

            Sepulang sekolah tak tahan melihat perasaan terakhir begitu kurang menyenangkan hingga menurunkan emosi temannya. Kini ia telah berjalan yang beda melupakan interaksi satu sama lain. Apalagi Vina juga begitu. Ia berusaha untuk mengembalikan keadaan seperti ini. Banyak hal yang harus menghindar walaupun hujan telah turun menyelimuti kota.

            Malam hari telah larut. Belum tidur sedangkan aku belum pulih habis melakukan drama terakhir. Belum sampai menemukan titik kelemahan tersebut. Ingat kata-kata yang di ucapkan Robby Apabila engkau membahagiakan Vina. Lebih luasnya temukan titik kelemahan terhadap temanmu. Sedikit demi sedikit kelemahanmu akan semakin tinggi egoismu itu. Ikuti cara emosi sehingga kau juga mendapatkan titik temu tersebut. Jangan lupa ikuti apa yang harus kau perbuat. Sebelum memasuki jalur baru lebih baiknya melatih soal matematika menjelang ujian nasional.

            Semenjak kelas 6 SD pelajaran semakin siap dalam persiapan ujian nasional. Kini Aku duduk bangku bersama dengan teman regular berbeda duduk bangku khusus anak berkebutuhan khusus. Pelajaran semakin mengikuti dengan baik apalagi mengerjakan soal. Seolah-olah tingkat kesulitan terlalu sulit walau pelajaran sudah di pelajari dari awal hingga akhir.

            Ujung-ujungnya Suasana Vina lebih berbeda dengan Aku. Bahkan pelajaran yang ia mempelajari semakin gamblang. Prestasi yang telah meraih semakin banyak supaya ekonomi keluarga Vina semakin berjuang demi melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

*****

Semenjak masuk SMA bersama dengan teman sebaya lainnya. Tak terasa ingin menuntut ilmu menekuni jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial yang terbelah menjadi beberapa pelajaran peminatan. Ketika mengikuti pelajaran tetap menyerap ilmu yang telah di pelajari. Bermain bersama sambil melakukan ekstrakurikuler pingin banget belajar keagamaan secara bertahap.

            Sedangkan Vina kini menempuh pendidikan di SMP Negeri Kediri. Tempat tinggal sekarang pindah setelah betah beberapa tahun di Surabaya. Tak sejauh pun perasaan sudah berbeda dibandingkan tingkah laku SD. Belum tahu beberapa lama betah di Kediri. Vina lahir ke Kediri walaupun ekonomi keluarga telah berjalan hingga tidak tahu kapan berjalan-jalan ke Surabaya.

            Aku sedang les pelajaran tiba-tiba bertemu dengan Shofiana salah satu teman akrab Vina. Ia justru kagum banget persahabatan bagaikan pelangi mengiringi senyuman manisnya. Akan tetapi ada beberapa pertanyaan masih di ingat.

            “Shofiana!” Sapa Shofiana terlalu santai.

            “Ya Mas Ivan.” Jawab sapa Shofiana sedikit biasa.

            “Kamu ingat Vina.”

            “Ya ingat. Kenapa emang? Kamu pasti kangen sama pacarnya.”

            “Nggak kok.”

            “Bohong ya.”

            “Nggak basa-basi deh. Ya sudah kabari Vina kalau kamu ketemu.”

            “Oke mas.”

            Tak terasa kehidupan telah berbeda. Masih ada konflik di balik persahabatan yang belum terpecahkan. Aku masih menemukan ingatan pada masa kecil. Tidak sampai ke beberapa fase pertemuan tersebut. Mungkin Vina apakah ia bisa kembali setelah belum bisa reda habis konflik persahabatan masih jadi tanda tanya. Jadi Aku ingin mengejar ingatan pada persahabatan itu.



Surabaya, 6 Februari 2016

No comments:

Post a Comment

Pemuda Pulang Kampung walau Orang Tua Tiada

Pemuda itu berjalan, langkahnya berat dan lesu, Di kota besar, dia mencari pekerjaan, namun tak kunjung berhasil, Hatinya penuh kekecewaan, ...