Sudut Pandang Vina
Ketika SD Aku
berkenalan dengan Vina. Cara terlalu gampang hanya berkenalan sambil berkata
basa-basi. Terima belas senyuman membuat aku terlalu bahagia. Sepulang ngaji
aku terasa pede melihat Vina. Sosok Vina dari kelas 1 SD awalnya dari beberapa
tingkah terlalu aneh banget. Misalnya Vina menguasai huruf dan hitungan yang ia
suka. Sedangkan aku selalu mengikuti pandangannya.
Begitu arah mengikuti orang ada salah seorang yang
mengancamku. Ternyata di pandangan Vina merasa geli terhadap Ivan. Vina
berfikir Seandainya Ivan ini seperti apa
ya? Apabila ia justru tujuan untuk berteman. Bagaimana caranya untuk
mengembalikan yang paling lurus. Jangan sampai menghancurkan nasib saya. Muncul
Sosok aku di belakang Vina.
“Hai Vina” Sapa Vina menerima senyuman dengan manis.
“Hai Ivan, Kamu lagi ngapain di sini?” Jawab membalas
senyuman dari seseorang.
“Nggak papa sih cuman ikut-ikutan.”
“Gitu ya Vina merasa kebaikan sama kamu.”
“Benar ta? Saya mengikuti demi persahabatan kita.”
“Ya sudah Vina kembali ke Kelas dulu ya.”
“Iya hati-hati ya.”
Bel telah berbunyi maka Istirahat sudah berakhir. Aku
melanjutkan belajar bersama dengan kawan-kawan lainnya. Pelajaran yang ia sukai
adalah Matematika. Bab ini membahas tentang pecahan. Walaupun menguasai matematika
begitu suka tak pernah lupakan menemani rumus untuk mengasah otakku. Sedangkan
Vina pelajaran yang ia suka adalah Bahasa Indonesia. Setiap hari Vina
mempelajari tentang Cerita pendek. Agak lumayan Vina bercakap setiap hari
dengan Shofiana.
Sepulang sekolah begitu semangat dengan sahabatnya
sehingga merenggut kecerdasan demi esok. Vina pulang sekolah bersama dengan
Mama. Meskipun tinggal di rumah yang begitu kecil tetap meraih tekadnya demi
mengambil prestasi yang kita raihkan.
Ngaji Sore biasanya sekelasku bersama dengan Vina.
Bedanya Di Sekolah menduduki bangku di kelas semakin berbeda. Pak Achmad salah
satu guru kita akan mempelajari tentang bacaan tajwid dengan baik dan benar.
Ternyata ribut suasana apalagi dengan omongan nggak jelas banget sampai Pak
Achmad memberikan hukuman kecil bagi setiap santri sedang rebut di Kelas. Ia
hanya diam saja daripada gaya kurang jelas.
Sudah menunjukkan jam 5 Sore akhirnya aku pulang ke rumah
dengan selamat walaupun bertemu dengan Robby. Aku heran bertemu dengan Robby
karena ia pernah pertentangan pada jam istrihat apalagi sampai cara kekerasan
secara radikal. Pertemuan ini untuk mengembalikan egoisme kepada Vina.
“Ivan!” Sapa Ivan muka terlalu tenggang
“Kau Robby, Bukan kah kau bertemu ketika pertentangan
saat jam istirahat. Mau apa di sini?” Jawab sedikit emosi terlalu kecil
“Robby menyarankan buat kamu?”
“Apa itu?” Ujarku sedikit bingung
“Apabila engkau membahagiakan Vina. Lebih luasnya temukan
titik kelemahan terhadap temanmu. Sedikit demi sedikit kelemahanmu akan semakin
tinggi egoismu itu.”
“Maksudmu gimana?”
“Ikuti cara emosi sehingga kau juga mendapatkan titik
temu tersebut. Jangan lupa ikuti apa yang harus kau perbuat.”
“Tapi Rob….”
“Sampai bertemu lagi Ivan.” Gumam Robby meninggalkan Ivan
dari tempat Tersebut.
Aku
kurang mengerti mengapa mendeteksi titik kelemahan emosi terhadap Vina. Padahal
ketika hari berikutnya khawatirnya aku sedikit kecewa dalam sudut pandang
tersebut. Bagaimana menghargai emosi tetap mempertahankan dalam menghadapi
situasi seperti ini. Lebih baik pulang ke rumah tanpa menolah-noleh orang di
sekitarnya. Orang tua sedikit membingungkan dengan Vina.
Mama
terlalu menerima rasa simpati seperti Ivan orangnya gagah banget serta menjadi
seorang teladan. Rencananya untuk mendeteksi seberapa jauhnya emosi terhadap
Ivan. Belakangan ini Ivan tingkat emosi terlalu berlebihan. Oleh karena itu
Vina fokus meraih nilai daripada aku sendiri
*****
Aku bersiap menuju ke
sekolah untuk menuntut ilmu. Ketika perjalanan cuaca hari ini makin memburuk
membuatku bersemangat di pagi hari yang cerah ini. Pelajaran hari ini adalah
Bahasa Indonesia. Minim banget pembahasan tersebut sekiranya mencapai wawasan
tingkat sedang.
Aku menunggu di tempat duduk dekat kelasnya Vina
menyampaikan kata-kata terakhir. Sebelum berbicara Vina sempat bereaksi kepada
teman sebaya tersebut. Ia berfikir akhir-akhir
ini Ivan sedikit curiga terhadap emosi tersebut. Shofiana mengatakan bahwa
kalau kamu bertemu dengan Ivan sekaligus perpisahan terakhir. Syaratnya cuman
satu kau nggak bisa melupakan saat pergi dari tempat yang kita injak selama
ini.
Vina dan Aku merupakan pertemuan terakhir dalam
persahabatan di Sekolah SD yang tercinta. Salah satu mengesankan saat berteman
yaitu terima kasih selama engkau menemani mulai dari belajar bareng,
bersama-sama di sana hingga ngobrol setiap saat. Tak lama kemundian lebih
memilih untuk tidak berteman lagi di lain waktu.
“Ivan!” Sapa Ivan dalam wajah mengumam
“Ya Vina, ada apa?” Jawab sambil beberapa pertanyaan dari
aku.
“Ini kita hari terakhir dalam persahabatan ini.” Ujar
Vina wajah mengangguk ke bawah sambil mengiringi air mata.
“Maksudnya?”
“Kita artinya nggak usah berteman lagi sementara lagi
Ivan sudah menempuh SMP.”
“Tidak Vina jangan ngomong begitu kita masih…..”
“Masih apa. Ivan dengarkan aku selama ini kita sudah
waktu telah berlalu tapi di lain waktu kita tidak bisa berteman lagi.”
“Waktu masih ada dalam hidupmu jangan pernah melupakan
sia-sia kita.”
“Maaf Ivan kita berpisah sampai di sini.”
Kebaikan sudah terbelah maka kehidupan akan sedikit
berbeda dengan lainnya. Keadaan seperti ini mengundang sedih tanpa berteman
dengan Vina. Air mata masih menetes air terjun gara-gara tidak punya kesempatan
untuk mencari sahabat baru. Tak lama lagi Aku melanjutkan kehidupan tanpa melirik
Vina lagi. Di kelas tak tahan tangisan habis drama selama beberapa menit saja.
Teman-teman ikut mengungkapkan sedihnya habis terpisah jauh dari sahabat itu.
Pandangan jauh terasa tidak punya waktu untuk menemani
maka teman tersebut banyak berusaha hanya mengembalikan perasaan teman. Pelajaran
telah berlanjut fokus ke pelajaran.
Sepulang sekolah tak tahan melihat perasaan terakhir
begitu kurang menyenangkan hingga menurunkan emosi temannya. Kini ia telah
berjalan yang beda melupakan interaksi satu sama lain. Apalagi Vina juga
begitu. Ia berusaha untuk mengembalikan keadaan seperti ini. Banyak hal yang
harus menghindar walaupun hujan telah turun menyelimuti kota.
Malam hari telah larut. Belum tidur sedangkan aku belum
pulih habis melakukan drama terakhir. Belum sampai menemukan titik kelemahan
tersebut. Ingat kata-kata yang di ucapkan Robby Apabila engkau membahagiakan Vina. Lebih luasnya temukan titik
kelemahan terhadap temanmu. Sedikit demi sedikit kelemahanmu akan semakin
tinggi egoismu itu. Ikuti cara emosi sehingga kau juga mendapatkan titik temu
tersebut. Jangan lupa ikuti apa yang harus kau perbuat. Sebelum memasuki
jalur baru lebih baiknya melatih soal matematika menjelang ujian nasional.
Semenjak kelas 6 SD pelajaran semakin siap dalam
persiapan ujian nasional. Kini Aku duduk bangku bersama dengan teman regular
berbeda duduk bangku khusus anak berkebutuhan khusus. Pelajaran semakin
mengikuti dengan baik apalagi mengerjakan soal. Seolah-olah tingkat kesulitan
terlalu sulit walau pelajaran sudah di pelajari dari awal hingga akhir.
Ujung-ujungnya Suasana Vina lebih berbeda dengan Aku.
Bahkan pelajaran yang ia mempelajari semakin gamblang. Prestasi yang telah
meraih semakin banyak supaya ekonomi keluarga Vina semakin berjuang demi
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
*****
Semenjak masuk SMA
bersama dengan teman sebaya lainnya. Tak terasa ingin menuntut ilmu menekuni
jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial yang terbelah menjadi beberapa pelajaran
peminatan. Ketika mengikuti pelajaran tetap menyerap ilmu yang telah di
pelajari. Bermain bersama sambil melakukan ekstrakurikuler pingin banget
belajar keagamaan secara bertahap.
Sedangkan Vina kini menempuh pendidikan di SMP Negeri
Kediri. Tempat tinggal sekarang pindah setelah betah beberapa tahun di Surabaya.
Tak sejauh pun perasaan sudah berbeda dibandingkan tingkah laku SD. Belum tahu
beberapa lama betah di Kediri. Vina lahir ke Kediri walaupun ekonomi keluarga
telah berjalan hingga tidak tahu kapan berjalan-jalan ke Surabaya.
Aku sedang les pelajaran tiba-tiba bertemu dengan
Shofiana salah satu teman akrab Vina. Ia justru kagum banget persahabatan
bagaikan pelangi mengiringi senyuman manisnya. Akan tetapi ada beberapa
pertanyaan masih di ingat.
“Shofiana!” Sapa Shofiana terlalu santai.
“Ya Mas Ivan.” Jawab sapa Shofiana sedikit biasa.
“Kamu ingat Vina.”
“Ya ingat. Kenapa emang? Kamu pasti kangen sama
pacarnya.”
“Nggak kok.”
“Bohong ya.”
“Nggak basa-basi deh. Ya sudah kabari Vina kalau kamu
ketemu.”
“Oke mas.”
Tak terasa kehidupan telah berbeda. Masih ada konflik di
balik persahabatan yang belum terpecahkan. Aku masih menemukan ingatan pada
masa kecil. Tidak sampai ke beberapa fase pertemuan tersebut. Mungkin Vina
apakah ia bisa kembali setelah belum bisa reda habis konflik persahabatan masih
jadi tanda tanya. Jadi Aku ingin mengejar ingatan pada persahabatan itu.
Surabaya, 6 Februari 2016
No comments:
Post a Comment